Keliling Kauman
Solo memiliki dua sentra kerajinan batik, antara lain di Laweyan dan Kauman. Setelah melihat fashion show sejenak di SMP itu, kami bertiga pun menuju sebuah kampung batik bernama Kauman. Kampung batik ini telah dikenal luas sejak zaman perpindahan Keraton Kartosuro ke Surakarta. Dahulu, kampung ini diisi oleh para ulama, penghulu tafsir anom hingga kaum.
Masyarakat kaum, umumnya disebut abdi dalem, mendapatkan latihan khusus dari Keraton untuk membuat beragam jenis batik mulai dari jarik dan sebagainya. Dengan kata lain, kaum yang hidup di Kampung Batik Kauman secara langsung mewarisi ilmu membatik dari Keraton, bahkan produk-produk yang dihasilkan di sana seringkali dipakai oleh pejabat-pejabat dalam Keraton, hingga batik yang dihasilkan abdi dalem disebut batik kaum, atau kauman. Hal ini mendasari pemberian nama "Kauman" pada kampung tersebut.
Ada dua sentra batik yang kami kunjungi, yakni batik tradisional di Batik Gunawan Setiawan, dan batik modern di Batik Kaoeman. Saat memasuki galeri Batik Gunawan Setiawan, kami disambut senyum ramah dari para pramuniaga. Kami pun dibolehkan melihat sendiri proses membatik di bagian belakang galeri. Proses membatiknya pun masih tradisional, menggunakan canting, malam dan pewarna alami dari kayu-kayuan seperti secang dan jambal.
Â
[caption id="attachment_330387" align="aligncenter" width="576" caption="Para pembatik yang tengah membatik di Galeri Batik Gunawan Setiawan. (joshualimyadi)"]
Salah seorang pembatik kepada saya mengatakan, selembar kain batik membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua pekan untuk selesai digambar. Itupun masih harus diwarnai dan dijemur. Selembar kain batik tulis dapat dibanderol minimal Rp. 700 ribu hingga Rp. 2 juta, tergantung kesulitan motif batiknya. Namun jangan ragu akan kualitasnya. Baik batik cap maupun batik tulis sama-sama akan tahan lama, tergantung cara pencucian dan penjemurannya. Sang pembatik menyarankan, untuk merawat sehelai kain batik, hendaknya untuk tidak menjemur kainnya dibawah sinar matahari langsung untuk mencegah pemudaran warna.
Harga batik yang dijual pada galeri Batik Gunawan Setiawan berkisar antara Rp. 70 ribu hingga Rp. 2 juta. Galeri ini turut menyediakan tas tangan dan dompet wanita yang dibuat dengan tangan, serta penganan seperti coklat dan dodol.
Melangkah ke sentra batik selanjutnya yakni Galeri Batik Kaoeman, suasana yang berbeda sedikit terasa dibanding anjungan sebelumnya yang kami kunjungi. Sementara rekan-rekan yang lain melihat-lihat, saya mencari sepasang batik bermotif sama yang hendak saya jadikan buah tangan untuk kekasih tercinta di Jakarta. Harga batik pasangan yang dijual di Batik Kaoeman cukup terjangkau, mulai dari Rp. 120.000,- hingga Rp. 580.000,- dan satu motif tersedia dalam beragam ukuran. Saya pun akhirnya membeli sepasang kemeja batik. Ada pula kemeja dan kaos yang dijual secara grosir, yang artinya Anda akan mendapatkan tiga potong pakaian batik dengan harga lebih terjangkau dibanding harga satuannya.
Berakhir di Stasiun Balapan
Beranjak dari kampung batik, saatnya kembali lagi ke PGS. Dalam perjalanan, saya melihat sebuah toko yang menjual atribut-atribut kampanye berupa kaos, kemeja, peci dan bros. Yang paling banyak diburu adalah kemeja kotak-kotak khas Joko Widodo, mantan Walikota Solo yang kini menjadi calon presiden RI. Satu potong kemeja tangan panjang dihargai Rp. 120 ribu. Menurut pedagang, warnanya dijamin tidak luntur dan nyaman dipakai. Turut dijual pula kaos polo berkerah dengan gambar Jokowi-Jusuf Kalla. Lekat benar sosok Jokowi pada benak dan ingatan mereka, baik saat masih menjadi orang nomor satu di Solo, maupun saat menjadi gubernur DKI Jakarta. Harapan mereka, Jokowi dapat memenangkan pemilihan umum presiden dengan hanya satu putaran saja, bahkan masyarakat Solo siap jika rekor jumlah suara lebih dari 90% untuk Jokowi akan terulang di Kota Solo saat pilpres digelar.