Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Pidana Baru: Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum (2)

14 Juni 2024   11:13 Diperbarui: 14 Juni 2024   11:14 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Artikel kali ini akan membahas bagian kesatu tindak pidana terhadap ketertiban umum. Bagian kesatu ini memiliki judul Penghinaan Terhadap Simbol Negara, Pemerintah atau Lembaga Negara, dan Lagu Kebangsaan dan memiliki empat paragraf yang akan dituangkan satu persatu.

Penodaan terhadap bendera negara, lambang negara, dan lagu kebangsaan. (pasal 234-pasal 239) 

Pertama, pasal 234 sendiri berbunyi:

"setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain terhadap bendera negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV"

Bunyi pasal ini cukup jelas, bahwa ada jenis perbuatan yang dilarang terhadap bendera negara, yang harus diiringi dengan intensi, dan dapat didenda paling banyak 200 juta rupiah. Contoh 'bodoh'nya saja, bila seseorang menumpahkan kopi ke bendera negara karena kesal dengan kasus korupsi yang tidak selesai-selesai, maka orang tersebut dapat dipidana, karena intensi/maksud menjadi pertimbangan disini. Di sisi lain, apabila ada orang menumpahkan kopi dengan tidak sengaja, menyebabkan bendera negara kotor, maka orang tersebut dapat tidak dipidana, walaupun ada unsur kealpaan (culpa) disana. 

Kemudian, pasal 235 juga mengatur tindak pidana terhadap bendera negara. Ada beberapa delik yang tertuang disini, yang pada intinya merujuk pada kehormatan bendera negara yang tidak boleh direndahkan.

Lalu, pasal 236 dan pasal 237 bicara tentang tindak pidana terhadap lambang negara. Masih dalam intensi yang sama seperti bendera negara, lambang negara juga tidak boleh dibuat rusak dengan maksud menodai, menghina atau merendahkan kehormatan.  Pasal 238 dan pasal 239 bicara tentang tindak pidana terhadap lagu kebangsaan, dan tetap harus disertakan intensi menghinda atau merendahkan. Namun, lagu kebangsaan tidak dapat dinodai. Tidak dapat dinodainya lagu kebangsaan berangkat dari definisi menodai yang tertuang pada penjelasan pasal 236 yang berbunyi:

"yang dimaksud dengan "menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara" adalah perbuatan dalam bentuk mencoret, menulisi, menggambar atau menggambari, membuat rusak terhadap Lambang Negara, termasuk menggunakannya tidak sesuai dengan bentuk, ukuran, warna, dan perbandingan ukuran, yang dilakukan dengan sengaja atau dengan maksud menghina atau merendahkan kehormatan."

Penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara (pasal 240-241)

Bingkai utama dalam delik ini tertuang pada pasal 240 ayat 1, yang berbunyi:

"Setiap orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun 6(enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II)"

Lalu, penjelasan pasal 240 berbunyi:

"yang dimaksud dengan "menghina" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah. Menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara. Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan pemerintah atau lembaga negara. Pada dasarnya kritik dalam dalam ketentuan ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat."

Dalam pasal 240 ayat 1 berbunyi:

"yang dimaksud dengan "pemerintah" adalah presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang dimaksud dengan "lembaga negara" adalah Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi."

Penghinaan terhadap golongan penduduk (pasal 242-243)

Kerangka utama dari delik tertuang pada pasal 242 yang berbunyi:

"setiap orang yang Di Muka Umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan etnis, warna kulit, jenis kelamin disabilitas mental, atau disabilitas fisik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Kemudian, pasal 243 ayat 1 berbunyi:

"setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya Kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Tindak pidana atas dasar diskriminasi ras dan etnis (pasal 244-245)

Pasal 244 berbunyi:

"setiap orang yang melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III."

Pasal 245 kemudian menambahkan bobot akibat pidana, yaitu 1/3 dari pidana yang tertuang pada pasal 244, apabila orang itu terbukti melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, perkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

Penjelasan pasal 244 sendiri berbunyi:

"yang dimaksud dengan "pembedaan" misalnya, pimpinan suatu perusahaan yang melakukan pembedaan terhadap gaji atau upah pegawainya berdasarkan suku tertentu. Yang dimaksud dengan "pengecualian", misalnya, pengecualian seseorang dari ras atau etnis tertentu untuk menjadi pegawai atau karyawan tertentu. Yang dimaksud dengan "pembatasan", misalnya, pembatasan seseorang dari ras atau etnis tertentu untuk memasuki lembaga pendidikan atau untuk menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras atau etnis tertentu. Yang dimaksud dengan "pemilihan", misalnya, pemilihan untuk jabatan tertentu berdasarkan pada ras atau etnis tertentu."

Bagian penjelasan seperti yang tertera pada pasal 244 ini menarik, dikarenakan makna yang diberikan dalam kata diperjelas berdasarkan permisalan, bukan definisi. Artinya, kepastian hukum dalam pasal ini dikembalikan pada nilai-nilai kemasyarakat dalam memberikan definisi pembedaan, pengecualian, pembatasan, pemilihan. Juga, perlu diperhatikan bahwa pembedaan hanya berlaku pada pegawai berdasarkan suku tertentu, namun pengecualian, pembatasan, dan pemilihan berlaku terhadap seseorang dari ras atau etnis tertentu. Pertanyaan sederhana, mengapa perlu dibedakan? Jawabannya penulis serahkan pada pembaca.

Demikianlah sedikit tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang mengulas tentang Bagian Kesatu tentang penghinaan terhadap simbol negara, pemerintah atau lembaga negara, dan golongan penduduk. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, melainkan agar sederhana.

Masih ada banyak yang dapat digali dan diperdalam terkait pasal-pasal ini, namun karena keterbatasan, tidak bisa penulis tuangkan. Setidaknya, artikel ini memberikan sedikit gambaran bahwa ketertiban umum tidak hanya sekedar lingkungan sosial dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, melainkan juga merujuk pada pendekatan nasionalitas, suku, ras, dan etnis. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Acuan:

KUHPB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun