Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Pidana Baru: Tindak Pidana Terhadap Negara Sahabat

10 Juni 2024   09:47 Diperbarui: 10 Juni 2024   10:16 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam membaca peta politik dan kemudian ada pihak yang mengakatan pihak lain melakukan tindakan makar, ada suatu pertanyaan yang dapat diangkat, yakni "makar yang mana?". Hal ini menjadi penting demi hukum itu sendiri, karena tindak pidana makar ada banyak jenis dan alternatifnya, serta tidak mudah untuk membuktikannya.

Dan, artikel kali ini membahas tentang tindak pidana terhadap negara sahabat yang tertuang dalam UU 1/2023 atau sederhananya, KUHPB. Tindak pidana ini diatur dalam pasal 221 sampai dengan pasal 231 dan terbagi menjadi dua bagian, yaitu Makar terhadap Negara Sahabat, dan Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat serta Penodaan Bendera.

Makar terhadap Negara Sahabat

Bagian ini terbagi menjadi dua Paragraf, yaitu makar untuk melepaskan wilayah negara sahabat (pasal 221-223) dan makar terhadap kepala negara sahabat (pasal 224). Pasal 221 sendiri berbunyi:

"Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud untuk melepaskan wilayah negara sahabat, baik seluruh maupun sebagian dari kekuasaan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V"

Pada bagian penjelasan ada tertuang:

"yang dimaksud dengan "negara sahabat" adalah negara asing yang tidak bertikai dengan negara Indonesia atau negara asing yang mempunyai hubungan diplomatik dengan negara Indonesia atau negara asing yang mengadakan perjanjian dengan Indonesia."

Bila diinterpretasikan, maka pasal 160 jelas menyatakan bahwa Makar adalah niat untuk melakukan serangan yang telah diwujudkan dengan persiapan perbuatan tersebut. 

Kemudian dengan paling banyak kategori V adalah dengan denda paling banyak 2 miliar rupiah. Dan karena menggunakan atau, secara teoretis seyogianya hanya satu pidana yang diterapkan, baik itu pidana penjara atau pidana denda. Maka, seseorang kemudian dipidana terkait kasus ini dan dia menjalankan pidana dendanya, dia tidak seharusnya dikenakan pidana penjara.

Kemudian, pada pasal 222 bicara tentang alternatif perbuatan dikategorikan perbuatan pidana terhadap topik ini, yang meliputi menghapuskan, atau mengubah dengan cara tidak sah bentuk pemerintahan yang ada dalam negara sahabat. Bentuk pidana yang disediakan juga bersifat alternatif, baik itu pidana penjara atau pidana denda.

Apabila kemudian Tindakan Makar yang hanya pada tahap pemufakatan jahat dan persiapan melakukan, juga dipidana pun tidak dijelaskan dikenakan pidana apa.

Terkait dengan makar terhadap kepala negara sahabat, pasal 224 berbunyi:

"Setiap orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan kepala negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun."

Pasal 224 kemudian memiliki penjelasan yang berbunyi:

"dalam ketentuan ini, untuk dapat dipidana, pelaku Tindak Pidana harus mengetahui bahwa Korban adalah kepala negara sahabat."

Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat serta Penodaan Bendera.

Bagian kedua dari tindak pidana terhadap negara sahabat dibagi menjadi tiga Paragraf, meliputi Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat, kemudian paragraf kedua bicara tentang kehormatan atau harkat dan martabat mereka, dan paragraf ketiga adalah penodaan bendera kebangsaan negara sahabat.

Terkait Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat, tindakan ini diatur dalam pasal 225, yang berbunyi:

"Setiap Orang yang menyerang diri kepala negara sahabat dan wakil kepala negara sahabat yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan."

Pada penjelasan, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "menyerang diri" misalnya, menampar atau melempar sepatu.

Perlu ditekankan contoh yang diwakilkan oleh dua tindakan tersebut bukan pembatasan makna klausa "menyerang diri" tersebut.

Terkait penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat, diatur pada pasal 226 sampai dengan pasal 230. Secara sederhana, rumusan ketentuan menyerupai penyerangan kehormatan terhadap presiden dan/atau wakil presiden. Pembedannya terletak subjek (Kepala Negara Sahabat) dan locusnya, yaitu ketika Kepala Negara Sahabat tersebut sedang berada di wilayah Indonesia.

Keserupaan juga terlihat dari mekanismenya bahwa rumusan tersebut merupakan delik aduan. Artinya, Kepala Negara Sahabat dan/atau wakil dari negara sahabat itu harus melaporkan lebih dahulu. Terkecuali, sebagaimana dituang dalam pasal 228, orang yang melakukan tindak pidana ini karena pekerjaan profesi, maka terdapat ketentuan pidana tambahan yang bermuara pada pencabutan hak menjalankan profesi tertentu. Misalnya, wartawan professional, apabila dia melanggar pasal ini, maka wartawan tersebut dapat dicabut hak profesinya.

Kemudian, pasal 230 kembali memberikan dispensasi bahwa penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Kepala Negara Sahabat tersebut dapat dilakukan sepanjang perbuatan itu dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Frasa 'kepentingan umum' ini sangatlah ambigu dan memiliki banyak interpretasi, baik secara pidana, perdata, ataupun secara khusus misal dalam hukum tanah. Secara pidana sendiri, interpretasi 'kepentingan umum' dapat menggunakan pasal 218 ayat 2, yang juga sudah dituangkan pada artikel Hukum Pidana Baru: Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Adapun terkait dengan Penodaan Bendera Kebangsaan Negara Sahabat, pasal 231 berbunyi:

"Setiap Orang yang menodai bendera kebangsaan dari negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III."

Kategori III merujuk pada nominal angka pidana denda, dimana kategori tersebut merujuk pada maksimal 50 juta rupiah pidana denda. Kemudian, pada penjelasan pasal dikatakan bahwa yang dimaksud dengan 'menodai' adalah perbuatan dalam bentuk apapun yang dilakukan dengan maksud untuk menghina.

Contoh Kasus

Dalam KUHP lama, Tindak Pidana terhadap negara sahabat diatur dari pasal 139a sampai dengan 145 dengan judul 'Kejahatan-Kejahatan terhadap Negara Sahabat dan terhadap Kepala Negara Sahabat serta Wakilnya'. 

Dengan tidak terdapatnya pembagian yang lebih spesifik seperti yang ada di KUHP baru, maka penjatuhan putusan menjadi kurang terkonsentrasi, menyebabkan semua delik tersebut dimasukkan dalam  kamar yang sama, yaitu Kejahatan Terhadap Keamanan Negara sebagaimana yang tertera dalam situs Yurisprudensi MA itu sendiri. Dan karena spektrumnya yang terlalu luas tersebut, penulis tidak dapat memberikan contoh kasus yang konkret terkait dengan hal tersebut, terutama penggunaan pasal yang demikian.

Putusan MK

Kemudian, rumusan tindak pidana terhadap negara sahabat sendiri, sebagaimana juga tertuang dalam KUHP lama, juga pernah diajukan uji materiil, dan menjadi suatu putusan dalam putusan 7/PUU-XV/2017. Secara sederhana, pemohon ingin merubah makna 'makar' menjadi 'serangan'. 

Dalam pertimbangannya yang panjang, MK kemudian menolak permohonan pemohon dikarenakan perubahan makar menjadi serangan, sebagaimana dikaitkan dengan bahasa Belanda "aanslag", akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan kesewenangan penegakan hukum, dimana pihak yang melakukan serangan belum tentnu melakukan makar.

Demikianlah sedikit tentang Tindak Pidana terhadap Negara Sahabat. Artikel ini jauh dari sempurna, selain karena kekurangan penulis, juga karena sangat sulit untuk mencari kasus konkret terkait tindak pidana terhadap negara sahabat. 

Ada banyak memang, namun implementasi konkret penggunaan pasal, dan terutama pasal 139a tersebut tidak dapat penulis temukan. Namun setidaknya artikel ini sudah memberikan sedikit gambaran bahwa melakukan serangan terhadap kepada kepala negara sahabat dapat memberikan akibat pidana. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Acuan:

KUHPB, UU Kejaksaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun