Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembentukan Peraturan Perundangan: Pengundangan dan Penyebarluasan

19 April 2024   12:38 Diperbarui: 19 April 2024   12:41 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Percayalah, sangat sedikit penstudi hukum yang mau dibilang, apalagi menerima gelar 'si paling hukum'. Hukum itu menjemukan. Apalagi Sang Nyonya Keadilan itu dapat sesukanya saja seberjuang apapun kita menguras tenaga untuk memahaminya. Adalah karena penulis tidak punya banyak pilihan dan menggunakan fasilitas tersedia untuk belajar santai saja, segenap artikel penulis bermotifkan hukum. Dan hal ini terus dan akan terus penulis lakukan hingga pada akhirnya, entah kapan.

Kemudian atas premis 'hukum itu menjemukan'lah, penulis sering bingung dengan orang yang masuk kuliah hukum, apalagi dengan tujuan jadi kaya dan/atau hidup mudah. Ingin rasanya penulis bisikkan "kalau mau kaya, mau hidup gampang, cepat dapat kerja, jangan belajar hukum. Belajar bisnis, politik, coding, Sistem Informasi dan yang sejenisnya itu. Lulus dari prodi hukum tapi jadi manager atau malah bikin start-up ya ngapain dari awal belajar hukum? Apalagi, sangat mungkin ilmu hukum adalah ilmu yang hanya mempelajari hal tak penting demi kertas, serta untuk melafalkan 'diksi surga' agar terkesan keren, namun segan dinyatakan dengan terang karena dianggap amoral, dan tidak lebih dari itu.".

Mungkin.

Sebab, bila bukan demikian, maka ada beberapa pertanyaan dasar. Salah satunya, mengapa ada begitu banyak akademisi dan praktisi hukum di Bumi dari masa ke masa, yang menulis ribuan mungkin jutaan lembar artikel ilmiah hukum,  ditulis dengan begitu indah, logis, terstruktur dan sistematis, tapi perbuatan melawan hukum dan/atau perbuatan pidana, setiap hari bahkan per jam, selalu ada?Jawabannya penulis serahkan pada pembaca. Toh, penulis adalah penulis yang bisa salah, atau sangat salah dalam memahami Si Nyonya.

Juga, bagaimanapun hukum tetaplah hukum. Dan hukum positif seperti undang-undang dan 'teman-temannya', sebagaimana diyakini memiliki kepastian, harus melewati proses Pengundangan dan Penyebarluasan dalam tahap pembentukan berdasarkan undang-undang.

PENGUNDANGAN.

Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundangan dalam Lembaran Negara, Berita Negara, Lembaran Daerah, Berita Daerah, dan tambahan kesemua empat koridor tersebut. Pengundangan Peraturan Perundangan diatur dalam pasal 81 sampai dengan pasal 87 UU 12/2011. Pasal 81 kemudian berbunyi:

"Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:

a. Lembaran Negara Republik Indonesia;

b. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia;

c. Berita Negara Republik Indonesia;

d. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;

e. Lembaran Daerah;

f. Tambahan Lembaran Daerah; atau

g. Berita Daerah.

Dalam undang-undang yang sama, dituangkan penjelasan yang berbunyi:

"Dengan diundangkannya Peraturan Perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, setiap orang dianggap telah mengetahuinya."

Penjelasan tersebut terkait dengan asas presumptio jures de jure atau dikenal juga sebagai irrebuttable presumptions, dimana suatu hukum dinyatakan fiksi (fiksi hukum), walaupun tidak selalu demikian.

Pada intinya, yang dimasukkan pada Lembaran Negara secara konkret meliputi Undang-undang, Perppu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan yang diamanatkan untuk dimasukkan. Sementara Berita Negara hanya peraturan perundangan yang diamanatkan untuk diundangkan.

Lembaran Negara dan Berita Negara berbeda walaupun sama-sama diterbitkan resmi dari pemerintah. Perbedaan paling terang adalah bahwa lembaran negara secara spesifik mengatur apa saja yang dapat dimasukkan kedalamnya, termasuk dengan yang menurut peraturan perundangan harus diundangkan. Sedangkan berita negara adalah penerbitan resmi yang hanya menurut peraturan perundangan harus diundangkan.

Biasanya yang termasuk dalam Lembaran Negara pasti termasuk Berita Negara, sebaliknya yang termasuk Berita Negara belum tentu termasuk Lembaran Negara. Misalnya, akta notaris, tidak masuk lembaran negara namun masuk ke berita negara, kecuali untuk akta yang diklasifikasikan masuk dalam Lembaran Negara.

Dalam UU 15/2019 perubahan pertama P3, ditambahkan Lembaran Negara atau Berita Negara dilaksanakan oleh Menteri atau kepala lembaga, dalam hal ini dirjen Peraturan Perundangan.

Pada UU 13/2022 perubahan kedua P3 memberikan pembagian tugas yang lebih spesifik dari ketentuan sebelumnya. Untuk Undang-undang, Perppu, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden diurus oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. Sementara untuk Berita Negara dan Peraturan Perundangan lain yang menurut peraturan perundangan yang berlaku harus diundangkan, diurus oleh dirjen Peraturan Perundangan atau Menteri.

Kemudian, Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sementara Berita Daerah berisikan peraturan Gubernur dan peraturan Bupati/Walikota. Hal ini dilakukan oleh sekretaris daerah.

PENYEBARLUASAN.

Ketentuan penyebarluasan peraturan perundangan diatur dari pasal 88 sampai dengan pasal 95. Dalam penjelasan pasal 88 ayat 1 UU 12/2011, ada tertuang:

"yang dimaksud dengan "penyebarluasan" adalah kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai Prolegnas, Rancangan Undang-Undang, yang sedang disusun, dibahas, dan yang telah diundangkan agar masyarakat dapat memberikan masukan atau tanggapan terhadap Undang-Undang tersebut atau memahami Undang-Undang yang telah diundangkan. Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan tersebut dilakukan, misalnya, melalui media elektronik dan/atau media cetak."

Penyebarluasan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas dan RUU, juga ketika pembahasan RUU hingga Pengundangannya. Penyebarluasan dilakukan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani hal tersebut. Dalam konteks prolegda, berlaku menyerupai penyebarluasan prolegnas dan RUU, namun skalanya lebih mengerucut ke wilayah daerah. Penyebarluasan dilakukan oleh DPRD dan Pemda. Fungsi dari penyebarluasan adalah agar peraturan perundangan tersebut diketahui oleh masyarakat.

Terkait peraturan perundangan yang menggunakan bahasa asing, UU 15/2019 Perubahan Pertama p3 menyatakan yang pada intinya penerjemahan dilaksanakan oleh Menteri atau kepala negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan untuk dijadikan terjemahan resmi.

Terkait dengan naskah yang disebarluaskan, pasal 95 UU 12/2011 berbunyi:

"Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah."

Dan dalam UU 13/2022 Perubahan Kedua P3 kemudian menambahkan penjelasan pada pasal ini yang berbunyi:

"Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas."

Bunyi ini cukup menarik dan mengundang pertanyaan. Sederhana saja, apa yang terjadi dalam adat birokrasi selama ini sehingga peraturan perundangan harus dengan jelas dan tegas menorehkan penyandang disabilitas agar mudah mengakses peraturan perundangan? Jawabannya penulis serahkan pada pembaca.

Demikianlah sedikit tentang Pembentukan Peraturan Perundangan: Pengundangan dan Penyebarluasan. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis juga karena menekankan kesederhanaan, dan terlebih lagi dibuat dengan terburu-buru, sehingga mengesankan keluh kesah yang tidak menjadi intensi penulis. Hanya saja, kesibukan penulis yang sedikit mereda masih menyisakan residu-residu penting untuk diselesaikan, sehingga waktu untuk berartikel semakin sempit.  Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Peraturan perundangan:

UU 12/2011; UU 15/2019; UU 13/2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun