Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembentukan Peraturan Perundangan: Jenis, Hierarki, dan Muatan

10 April 2024   14:23 Diperbarui: 10 April 2024   14:26 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada artikel Pembentukan Peraturan Perundangan: Alur dan Asas, dikatakan bahwa segenap peraturan perundangan harus memuat nilai-nilai Pancasila. Seluruh nilai itu kemudian dikombinasikan dengan asas formil dan asas materiil yang diberlakukan dalam melahirkan peraturan perundangan baru. Dan yang namanya peraturan perundangan, maka fungsinya mengatur. Agar pengaturan dapat dilakukan dengan tepat, benar, dan baik, maka pembentukannya disistematisasi, berdasarkan jenis, hierarki, dan materinya.

JENIS DAN HIERARKI

Dalam artikel Pembentukan Peraturan Perundangan: Alur dan Asas, telah diketahui bahwa peraturan perundangan diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk. Klasifikasi ini meletakkan UUD NRI 1945 pada hierarki tertinggi, yang diikuti TAP MPR, kemudian mempersamakan derajat Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Apabila dituangkan kembali, maka jenis atau klasifikasi peraturan perundangan meliputi:

a.UUD NRI 1945;

b.TAP MPR;

c.UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU);

d.Peraturan Pemerintah (PP);

e.Peraturan Presiden (Perpres);

f.Peraturan Daerah Provinsi (Perdaprov);

g.Peraturan Daerah Kabupaten/kota (Perdakab/Perdakot).

Dalam penjelasan pasal 7 huruf b, dikatakan bahwa TAP MPR yang dimaksud adalah Ketetapan MPR Sementara yang masih berlaku dan TAP MPR dari tahun 1960 sampai dengan tahun 2002 tanggal 7 agustus 2003. Kemudian, yang dimaksud TAP MPR sementara disini adalah TAP MPR 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Pemusyaratan Rakyat Sementara.

Suatu pertanyaan sederhana, sekarang ini diketahui secara de facto bahwa MPR tidak lagi aktif dan dengan demikian, kehilangan wibawa dan mengalami keburaman eksistensi. Namun mengapa TAP MPR masih dinyatakan berlaku, bahkan memiliki hierarki setingkat dibawah UUD NRI. Apa tujuan dan apa konsekuensinya bila TAP MPR dicabut dan dinyatakan tidak berlaku? Penulis serahkan jawabannya pada pembaca.

Bicara tentang hierarki, penjelasan pasal 7 ayat 2 UU 12/2011 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hierarki adalah jenjang jenis peraturan perundangan berdasarkan lex superior derogat legi inferiori, dimana jenis peraturan di huruf (a) merupakan yang tertinggi dan huruf terakhir dalam jajaran adalah yang terendah. Cara membaca seperti ini sering sekali menjadi perdebatan penting atas bagaimana menentukan kekuatan dari norma, dimana dapat menentukan hajat hidup orang banyak.

SPEKTRUM PERATURAN PERUNDANGAN LAINNYA.

Selain dari peraturan perundangan yang dimasukkan dalam bentuk hierarki tersebut, terdapat juga jenis peraturan lain yang diatur dalam pasal 8 yang dapat dibagi berdasarkan trias politica (kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif), yang juga saling berketerkaitan dengan jenis peraturan perundagan pada pasal 7 tersebut. Bila disederhanakan, maka kira-kira meliputi:

Spektrum Eksekutif: peraturan BI, Menteri, Gubernur, Bupati/walikota, Kepala desa atau yang setingkat.

Spektrum Legislatif: Peraturan MPR, Peraturan DPR, Peraturan DPD, DPRD, DPRD Kab/kot

Spektrum Yudikatif: Peraturan MA(Perma), Peraturan MK, Peraturan BPK,

Terkait Peraturan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), BPK sendiri sering mengatakan dirinya tidak termasuk dalam ketiga spektrum tersebut karena perannya sebagai pengelola keuangan negara yang bebas dan mandiri berdasarkan UUD 45 pasal 23, sehingga sering menyatakan diri sebagai lembaga auditif. Namun karena merekat dengan tugas dan wewenang sebagai pemeriksa, maka agar sederhana BPK dimasukkan spektrum yudikatif secara restriktif hanya dalam memeriksa tanpa mengadili dan memutus. Yang menarik adalah, dimana posisi kesemua peraturan tersebut, bila tidak dituangkan dalam hierarki?  Penulis serahkan jawabannya pada pembaca.

Kemudian, pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 dengan jelas memberikan koridor pengujian terhadap peraturan perundangan tersebut. Adapun bunyi kedua norma tersebut sederhananya meliputi:

  • Dalam hal suatu Undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
  • Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh MA.

Ayat 1 pasal 9 ini telah cukup banyak dituangkan dalam artikel-artikel tentang MK, sehingga tidak perlu dibahas. Namun hal-hal lain di luar undang-undang harus diajukan ke MA atau lembaga yang berkewenangan atas itu.

Dan ini cukup menarik, karena lagi-lagi TAP MPR tidak digunakan sebagai tolak ukur untuk pengujian peraturan perundangan itu sendiri. Apa TAP MPR sebenarnya berfungsi sebagai 'sisa-sisa peradaban hukum' dari sistem pemerintahan di Indonesia? suatu 'monumen norma' yang ada untuk dinikmati menggunakan interpretasi historis, atau apa? Jawabannya penulis serahkan pada pembaca.

Pada UU 13/2022 perubahan kedua P3, ditambahkan 4 norma lain yang menambah prosedur untuk pengujian UU terhadap UUD yang dilakukan DPR. Adapun pasal 9 ayat 3 UU 13/2022 perubahan kedua P3 ini berbunyi:

"Penanganan pengujian terhadap Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan komisi yang membidangi hukum dan perundang-undangan."

Di sini, ada subjek yang dinamakan alat kelengkapan DPR. Alat Kelengkapan DPR dijelaskan dalam Peraturan DPR 1/2020 yang meliputi: Pimpinan DPR; Badan Musyarawah; Komisi; Badan Legislasi; Badan Anggaran; Badan Akuntabilitas Keuangan Negara; Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; Mahkamah Kehormatan Dewan; Badan Urusan Rumah Tangga; Panitia khusus; Alat Kelengkapan lain.

Kemudian, pasal 9 ayat 5 UU 13/2022 pada intinya memberikan koridor baru, yaitu bila penangangan pengujian peraturan perundangan yang dilakukan MK dan MA di lingkungan pemerintah, dilaksanakan oleh Menteri atau kepala lembaga bidang P3 bersama Menteri atau kepala lembaga terkait. Misalnya, peraturan Menteri Keuangan ingin dibatalkan oleh MA, maka urusan proses dan hasil persidangan itu harus melibatkan setidaknya dua subjek, pertama pihak yang membuat peraturan perundangannya, dan yang kedua, menteri keuangannya.

MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANGAN.

Bila membaca artikel Pembentukan Peraturan Perundangan: Alur dan Asas, maka penulis menuangkan tentang asas formil dan asas materil P3, yang penulis samakan dengan 'tulang' dan 'daging'. Tulang dan daging itu bila dimasak, dibumbui dengan kaldu, garam, dan rempah lain sedemikian rupa, menjadi hidangan yang sedap. Hidangan itu adalah materi muatan.

Dalam padal 10 ayat 1 UU 12/2011, dengan terang dikatakan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang meliputi:

  • Pengaturan lebih lanjut mengenai UUD NRI 1945;
  • Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
  • Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
  • Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
  • Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Terkait pengesahan perjanjian internasional tertentu, dijelaskan perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara. Perjanjian internasional tersebut seyogianya mengalami ratifikasi lebih dahulu dan menjadi bentuk undang-undang.

Kemudian yang dimaksud tindak lanjut atas putusan mahkamah konstitusi merujuk pada norma undang-undang yang sudah dirubah oleh MK dalam kapasitasnya sebagai negative legislature. Putusan yang merubah norma itu harus dimuat secara jelas dan tekstual, dari ayatnya, pasalnya, bagian apa yang dirubah yang dianggap bertentangan dengan konstitusi (UUD NRI 1945).

Untuk materi muatan Peraturan Pemerintah bicara tentang materi untuk menjalankan Undang-Undang. Materi untuk menjalankan undang-undang yang dimaksud merujuk pada ekstensi pengaturan terhadap norma yang belum terang hingga pada bunyinya biasa dikatakan 'diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah' atau yang bunyinya menyerupai. Biasanya diterbitkannya Peraturan Pemerintah dilakukan karena pengaturan terhadap suatu hal yang masih sangat luas hingga harus dipisah agar spektrum pengaturannya lebih terkonsentrasi.

Untuk muatan materi Peraturan Presiden, peraturan presiden tersebut harus memuat setidaknya satu materi yaitu:

  • Diperintahkan undang-undang;
  • Melaksanakan Peraturan Pemerintah;
  • Melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

Kemudian, materi untuk Peraturan daerah provinsi dan Kabupaten/Kota, harus berisi:

  • Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah;
  • Ketentuan tugas pembantuan;
  • Menampung kondisi khusus daerah;
  • Penjabaran lebih lanjut peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Apabila peraturan daerah tersebut dimasukkan pidana, maka ketentuan pidana tersebut mengandung pidana yang meliputi:

  • Pidana kurungan paling lama 6 bulan;
  • Pidana dengan paling banyak 50 juta rupiah;
  • Pidana yang disesuaikan dengan peraturan perundangan lainnya.

Dari ketentuan materi muatan pasal 10 sampai dengan pasal 15 UU 12/2011 ini, dapat terlihat 'serat-serat' yang saling menyatu dan terkait satu sama lain, sehingga suatu bentuk peraturan perundangan pasti berhubungan satu sama lain sebagai suatu konstruksi hukum positif yang dapat diberlakukan.

Demikianlah sedikit tentang Pembentukan Peraturan Perundangan: Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga karena agar sederhana dan singkat-singkat saja. Setidaknya, artikel ini menyuratkan bahwa membaca dan memaknai suatu peraturan perundangan, terdapat tingkatan kewibawaan sesuai dengan jenis yang sesuai dengan spektrum kewenangan lembaganya, yang dibuat secara rinci dan sistematis. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat, terutama dalam menjalankan mudik dan idul fitri.

Artikel ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Peraturan Perundangan:

UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun