Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mahkamah Konstitusi (4)

23 Maret 2024   09:17 Diperbarui: 23 Maret 2024   09:18 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suatu undang-undang yang enak dibaca biasanya selalu mengatur tentang subjek hukum yang berperan didalamnya, termasuk juga dalam hal Mahkamah Konstitusi. Tanpa ada norma tentang hakim konstitusi itu sendiri, maka MK sebagai lembaga bermartabat tidak dapat berjalan optimal. Dan dengan demikian, ketentuan tentang Hakim Konstitusi itu juga perlu diatur agar lembaga ini dapat terselenggara sejalan dengan harapan.

Adapun pengaturan tentang Hakim Konstitusi, pasal 15 sampai dengan pasal 27 UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur tentang hal tersebut di bawah judul Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Konstitusi. Adapun pengaturan tersebut terbagi menjadi:

  • Pengangkatan Hakim Konstitusi (pasal 15-pasal 21);
  • Masa Jabatan Hakim Konstitusi (pasal 22);
  • Pemberhentian Hakim Konstitusi (pasal 23-pasal 27);

Terhadap masa jabatan yang ada pada pasal 22 UU 24/2003, ketentuan ini dicabut pada UU 7/2020 (perubahan ketiga UU MK) sekaligus meleburkannya dalam norma yang terkandung pada pasal 4 UU yang sama.

PENGANGKATAN HAKIM KONSTITUSI

Pada dasarnya, Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil dan seorang negarawan. Sementara syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi diatur pada pasal 16, yang kemudian dirubah menjadi satu bagian dengan pasal 15 dalam UU 8/2011 Perubahan Pertama UU MK. UU perubahan pertama itu menghapus pasal 16 dan membuat pasal 15 memiliki tambahan ayat dimana pasal 15 ayat 2 mengatur syarat utama pengangkatan hakim konstitusi, dan pasal 15 ayat 3 mengatur syarat administratifnya.

Pasal 15 ini terus berubah hingga dan sebisa penulis mencari tiba pada perubahan ketiga dalam UU 7/2020 tentang Perubahan Ketiga MK. Adapun secara singkat dan sederhana, pasal 15 ayat 2 yang menentukan syarat utama Hakim Konstitusi adalah:

  • WNI;
  • Berijazah doktor (strata tiga) dengan dasar sarjana (strata satu) yang berlatar belakang pendidikan di bidang hukum;
  • Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
  • Berusia paling rendah 55 tahun;
  • Mampu secara jasmani dan Rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban;
  • Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  • Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan
  • Mempunyai pengalaman di bidang hukum paling sedikit 15 tahun dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan Mahkamah Agung, sedang menjabat sebagai hakim tinggi atau hakim agung.

Adapun persyaratan administratif yang tertuang pada pasal 15 ayat 3 UU 7/2020 pada intinya penyerahan beberapa keterangan yang meliputi:

  • Surat pernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi;
  • Daftar Riwayat hidup;
  • Menyerahkan fotokopi ijazah yang dilegalisasi;
  • Menunjukkan ijazah asli;
  • Laportan harta kekayaan dan sumber penghasilan ditambah dokumen pendukung yang sah dari lembaga berwenang;
  • NPWP.

Apabila kemudian melakukan perbandingan antara perubahan kedua (UU 4/2014) dan perubahan ketiga (UU 7/2020), maka akan ditemukan bahwa huruf (i) tidak masuk ke dalam perubahan ketiga. Pasal 15 ayat 2 huruf (i) dalam UU 4/2014 itu sendiri berbunyi:

"tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7(tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi."

Bunyi tersebut tidak ada dalam perubahan ketiga. Ini menjadi menarik, karena biasanya bila suatu perubahan perundangan dilakukan, maka seluruh komponen pembentuk norma itu harus diikutsertakan agar terjadi kepastian hukum. Itu juga yang menyebabkan perubahan pada pasal 15 mengikutsertakan huruf-huruf lain, walaupun tidak semua norma dalam huruf berubah.

Hal yang sama juga terjadi pada syarat administratif dimana dalam perubahan kedua MK pasal 15 ayat 3 huruf (f) UU 4/2014 yang berbunyi: "surat pernyataan tidak menjadi anggota partai politik." Dimana persyaratan ini tidak ada lagi dalam UU 7/2020. Hal ini semakin menarik karena pada pasal 17 UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi berbunyi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun