Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 7 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Absoluta Sententia Expositore non Indiget

7 Januari 2024   13:45 Diperbarui: 7 Januari 2024   13:59 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut Black Law Dictionary Fourth Edition, asboluta sententia expositore non indiget memiliki arti "an absolute sentence or proposition (one that is plain without any scruple, or absolute without any saving) needs not an expositor."

Secara harfiah, asas ini memiliki arti hukuman atau proposisi mutlak (tanpa keraguan atau tak terselamatkan) tidak membutuhkan penjelasan. Hal ini bermuara pada pertimbangan hakim dalam memutus perkara harus yakin dan tidak menimbulkan pertanyaan serta penjelasan yang berlarut-larut dalam putusan mereka.

Asas aboluta sententia expositore non indiget dapat ditemukan dalam buku The Second Part of the Institutes of the Law of England karya Lord Coke. Pada halaman 533, asas ini tertuang bersama satu paragraph yang berbunyi :

"Nullum tallagium, vel auxilium per nos, vel haeredes nostros in regno nostro ponatur, seu levetur fine voluntate, & affensu archiepiscoporum, Episcoporum, comitum, baronum, militum, burgensium, & aliorum liberorum com de regno nostro... absoluta sententia expositore non indiget."

Arti kutipan tersebut kurang lebih bermakna, "no tallage or aid shall be imposed in our kingdom without concern of archbishops, bishops, earls, barons, knights, burgesses, and other free men of our kingdom... these words are plain without any scruple, absolute without any saving."

Dari sini, tersirat tujuan bahwa untuk hal-hal yang bersifat pajak pertanahan ( tallage )  bagi masyarakat hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berkewenangan. Frasa absoluta sententia expositore non indiget kemudian digunakan untuk mengukuhkan bunyi tersebut, dan secara otomatis meletakkannya menjadi bagian dari asas kepastian hukum.

Selain yang dapat ditemukan pada Buku The Second Part of the Institutes of the Law of England, asas ini juga ditemukan dalam buku Selection of Legal Maxim Herbert Broom, dalam bab Interpretation of Statutes and Written Instrument. Dalam bab tersebut, penggunaan asas ini mengalami perbedaan dengan yang ditemukan dalam buku Lord Coke.

Pertama, absoluta sententia expositore non indiget digunakan sebagai penambahan dalam asas interpretasi hukum. Tidak jarang dan masih terjadi, bahwa bunyi norma dalam peraturan perundangan harus ditafsirkan saat terjadi kekosongan hukum. Bila bahasanya jelas, tidak perlu ditafsirkan, namun bila tidak jelas, penafsiran dilakukan dengan beberapa cara.

Apabila kemudian terjadi ketidakjelasan hukum, pengadilan dalam memutus perkara pada muaranya wajib untuk menafsirkan klausula tersebut tanpa lari dari semangatnya. Hal tersebut jelas tertuang dengan bunyi : "Absoluta sententia non indiget expositore, ''A court may construe the language of an Act of Parliament but may not distort it to make it accord with what the court thinks to be reasonable.'' "

Dari hal ini, terlihat bahwa asas absoluta sententia non expositore indiget secara khusus dirujuk menjadi dasar hakim melakukan penafsiran hukum.

Terkait dengan interpretasi hukum, halaman 422 A Selection of Legal Maxim karya Herbert Broom juga mengkonkretisasikan bahwa asas absoluta sententia non expositore indiget digunakan dalam hal kepastian hukum. Konkretisasi itu ada dengan bunyi : "And if the words used are clear, even inconvenience will not justify the Court in departing from their ordinary meaning : absoluta sententia rum indiget expositore."

Dari hal ini, terlihat jelas bahwa asas ini memiliki dua fungsi. Fungsi pertama adalah untuk membakukan suatu ketentuan hukum agar terjadi kepastian hukum. Fungsi kedua adalah sebagai dasar hakim untuk melakukan interpretasi hukum, dimana untuk menjaga interpretasi yang dilakukan tidak lari dari tujuan awal, terlepas hal yang membebankan timbul dari hasil pertimbangan.

Apabila dikaitkan dengan konteks keindonesiaan, maka asboluta sententia expositore non indiget atau yang dalam bahasa Indonesia bermakna "hukuman atau proposisi mutlak (tanpa keraguan atau tak terselamatkan) tidak membutuhkan penjelasan" dapat dilihat dari bagaimana hakim melakukan penemuan hukum.

Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum yang akan ditetapkan kepada subjek hukum terkait peristiwa hukum yang terjadi berdasarkan kebijaksanaan hakim dalam mempertimbangkan norma yang tertuang sebagai hukum positif. Adapun hakim melakukan penemuan hukum didasarkan oleh pasal 5 ayat 1 UU 48 tahun 2009 tentang Kuasa Kehakiman yang berbunyi :

"Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. "

Yang ditambahkan dengan dengan pasal 10 ayat 1 UU 48 tahun 2009 tentang kuasa kehakiman yang berbunyi :

"Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya."

Ketidakjelasan hukum bersumber dari ketidaklengkapan peraturan perundangan yang digunakan sebagai alat hakim untuk menentukan hukum apa yang harus dibebankan pada subjek yang diadili. Dalam menentukan hal tersebut, maka hakim biasanya akan menggunakan metode penemuan hukum ( rechtvinding ) yang biasanya berwujud interpretasi.

Ambiguitas hukum juga diperkuat dengan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.  Ketika bicara dengan nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat, maka tidak semuanya dapat tertuang secara positif. Ada hal-hal diluar ketentuan yang menjadi dasar hakim memutus perkara, baik hal itu memiliki implikasi secara subjektif ataupun berdasarkan nilai dalam lingkungan yang telah tumbuh.

Implikasi secara subjektif yang dimaksud merujuk pada ideologi serta mahzab yang dihidupi hakim tersebut. Hal-hal yang dapat menyentuh kehidupan sang hakim dapat menciptakan kedekatan tertentu sehingga mempengaruhi keputusan hakim. Hal ini sangat sering terlihat dari bagaimana terdakwa yang sedang diadili berusaha mempengaruhi nurani hakim dengan berkata sangat sopan hingga menggunakan atribut-atribut tertentu saat diadili, semua upaya tersebut dilakukan agar nurani hakim tergugah hingga memberi putusan seringan-ringannya.

Di sisi lain, nilai dalam lingkungan yang telah tumbuh merujuk pada hukum adat setempat yang juga menjadi bahan pertimbangan hakim memutus perkara. Terutama di Indonesia dengan kejamakan adat-istiadat, dapat ditemukan bunyi norma hukum positif yang dapat menimbulkan kontraksi tertentu dengan kebiasaan yang ada pada lingkungan setempat.

Interpretasi hukum sendiri memiliki beragam jenis berdasarkan sudut pandang yang digunakan dan jenis hukum apa yang sedang diselesaikan. Namun yang paling konsisten dan paling berpengaruh untuk dilakukan adalah interpretasi gramatikal atau interpretasi sistematis, karena bersentuhan langsung dengan hukum positif atau peraturan perundangan itu sendiri, serta kejelasan penggunaan hukum yang bermuara pada kepastian hukum.

Dan atas hal tersebut, maka asas asboluta sententia expositore non indiget kemudian sangat mungkin mengalami penyimpangan. Segala sesuatu yang tertuang dengan jelas bisa dikondisikan agar tidak terjadi intrik dalam masyarakat. Kendati demikian, proposisi mutlak (tanpa keraguan atau tak terselamatkan) tidak membutuhkan penjelasan tetap menjadi dasar utama hakim agar keputusan itu memiliki kepastian.

Demikianlah, asas asboluta sententia expositore non indiget merupakan bagian dari asas kepastian hukum, menjadi pondasi dalam melakukan interpretasi hukum, secara sejarah digunakan untuk melindungi masyarakat dari pajak liar, dan memiliki arti "hukuman atau proposisi mutlak (tanpa keraguan atau tak terselamatkan) tidak membutuhkan penjelasan."

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Referensi :

Black Law Dictionary Fourth Edition. asboluta sententia expositore non indiget

Coke; Edward. The Second Part of the Institutes of the Law of England. 533

Broom; Herbert. A Selection of Legal Maxim. 389.

Broom; Herbert. A Selection of Legal Maxim. 422.

Opini :

Kemenkumham. Penemuan hukum oleh hakim ( rechtvinding ).

Peraturan perundangan :

Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kuasa Kehakiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun