Ahok menyatakan bahwa untuk saat ini, dia akan memimpin Jakarta tanpa bergabung dengan partai politik mana pun. Untuk saat ini mungkin bisa, namun untuk ke depannya, tidak ada pilihan lain selain harus bergabung dengan salah satu partai politik. Kendaraan partai politik masih diperlukan untuk berkiprah di belantara perpolitikan Indonesia (dan di manapun di dunia). Pilihan Ahok adalah: PDIP, Golkar atau Demokrat; tidak akan ada pilihan lain karena hanya partai-partai itulah yang mesin politiknya cukup matang dan strateginya cukup piawai.
Memilih PDIP
Jika Ahok memilih PDIP (saat ini atau nantinya), pamornya akan menurun dan tidak akan ‘segarang’ sekarang, karena memilih PDIP berarti main gampang dan ‘play safe’ menempel ke partai penguasa. Belum lagi musuh-musuhnya yang tersebar di partai-partai yang sekarang masih berimajinasi sebagai Koalisi Merah Putih. Dengan kendaraan PDIP, jalan Ahok tidak akan mulus karena berarti everybody else is enemy.
Memilih Golkar
Golkar tanpa Ical Bakrie akan menjadi kendaraan politik dahsyat untuk Ahok. Dengan pamor Ahok dan gebrakan serta pencapaian yang dicanangkannya akan menguntungkan kedua belah pihak. Ahok akan mulus jalan politiknya. Apalagi Jusuf Kalla – Wakil Presiden 2014-2019 adalah sesepuh Golkar. Belum lagi Wiranto dan Surya Paloh, yang walaupun sudah bersalin baju menjadi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem), ‘DNA’ mereka berdua tetap Golkar; genetically-default Golkar. Sebelumnya Ahok berasal dari Golkar, keluar bergabung dengan Gerindra, seandainya kembali ke partai induk lama bukan sesuatu yang aneh walaupun tidak lazim.
 Memilih Demokrat
Pilihan ini adalah opsi kedua setelah opsi pertama Golkar. Memilih Demokrat bisa dibilang adalah pilihan moderat. Ketokohan SBY seorang diri yang diandalkan oleh partai ini, tanpa figur SBY bisa jadi Demokrat sudah habis di Pemilu 2014. Dengan pengalaman SBY memimpin selama sepuluh tahun dan diplomasi serta lobby tingkat tingginya, akan menjadi kendaraan politik yang tidak jelek untuk Ahok. Keuntungan lain adalah mengakurkan dua mantan Presiden RI yang sepertinya jothakan-forever. Hubungan khusus Ahok dengan Presiden Joko Widodo yang berkendaraan PDIP akan menjadi koneksi apik menjembatani Megawati dan SBY mengawal pemerintahan Jokowi-JK.
Pilihan membangun partai politik sendiri adalah kemungkinan terkecil. Dari hitung-hitungan politis serta logistik dan seluruh komponen pendukungnya, sepertinya Ahok belum sampai ke sana, walaupun bukannya tidak mungkin. Faktor minoritas kuadrat (etnis dan agama) akan jadi pertimbangan utama Ahok untuk tidak mendirikan partai politik sendiri. Di luar partai-partai papan atas PDIP, Golkar dan Demokrat, masih ada dua partai yang sebenarnya bisa jadi alternatif kendaraan Ahok di dunia politik, yaitu Partai Hati Nurani Rakyat atau Partai Nasional Demokrat. Tapi hari ini, dua partai ini tidak terlalu gilang gemilang prestasi dan reputasinya. Dan bukan tidak mungkin dalam kurun waktu sekarang sampai sepuluh tahun lagi akan ada partai baru yang muncul.
Â
Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat