Sebuah tindakan dapat ditentukan oleh keputusan dari dalam diri dan intervensi orang lain, karena ada hal sebagai target atau tujuan utama yang dicapai seseorang didalamnya. Tindakan sukarela dalam pemikiran Aristoteles adalah komitmen (to commit of things) sebagai agen yang memengaruhi proses pengambilan keputusan (Nichomachean Ethics, Book III).
Seperti yang diungkapkan oleh Patrick Hagard, Professor of Cognitive Neuroscience, University College London “voluntary action, what are the underlying mental processes of volition and whether we have a conscious free will (7/6/2020). Tindakan sukarela merupakan proses mental yang memberikan kesadaran berkehendak bebas.
Dari pernyataan kedua tokoh tersebut, benar adanya. Namun, melihat kebutuhan urgensi memulihkan serta membiasakan proses pendewasaan mental siswa, perlu mendapat intervensi. Sekolah berperan memberikan intervensi untuk mendorong siswa mengalami, merasakan, merefleksikan, memaknai kebutuhan, perubahan, serta misi belajar yang mendukung pertumbuhan mental kearah yang lebih baik.
Maka kewajiban sekolah adalah mengemban amanah human being, untuk berperan mewajibkan siswa untuk mengikuti kegiatan pramuka. Kebijakan yang diambil sekolah ini, bisa kita nilai suatu paksaan. Akan tetapi, tujuan, target esensial pengelaman belajar siswa melalui kegiatan pramuka merupakan bentuk humanis sekolah dalam merefleksikan secara praktis yaitu option for the criss students mental health. Sekolah menyadari bahwa tindakan ini, tentunya akan mengalami beragam penilaian. Tetapi, suatu hal yang kita sadari bahwa apa yang kita berikan kepada siswa kita saat ini, adalah sebuah gift bagi siswa di kemudian hari. Berpihak pada siswa adalah sebuah jawaban hatinurai dari kepala sekolah berserta komponennya untuk mengasihi siswa tanpa pamrih. To build students charcter within Pramuka activities is one way and it has positive impact to reduce bullying in school.
Dengan memiliki misi inilah, Penulis ijin menegasi kebijakan yang tertuang dalam Permendikbudristek No.12 Tahun 2014, tentang Pramuka merupakan Eskul tidak wajib, sebaiknya diterapkan secara wajib.
Alasan pendukung Penulis adalah pertama, kegiatan Pramuka yang mewajibkan semua siswa merupakan langkah kecil yang dilakukan sekolah untuk memulihkan kembali serta menumbuhkan mental siswa pasca pandemi. Kedua, Bila eskul pramuka sebagai eskul pilihan, tidak semua siswa wajib ikut, maka secara inhern, pembuat kebijakan telah mengambil misi terselubung didalamnya yaitu menciptakan zona nyaman bagi siswa.
Sikap fortitur, keberanian untuk melibatkan secara menyeluruh “semua siswa wajib ikut Pramuka” harus didorong agar siswa terlebur dalam pengolahan emosional-suka dan tidak suka. Proses ketika siswa melebur dalam kontradiksi “suka atau tidak suka” terhadap Pramuka, harus dilihat sebagai bentuk pembiasaan yang harus dibentuk karakter mereka. Mereka harus belajar mengindentifikasi dari setiap kegiatan di dalam kepermukaan. Berani mengambil makna positif di setiap kegiatan. Belajar untuk berkurban, beradaptasi terhadap sesuatu yang tidak disukai.
Didunia ini tidak menyajikan sesuatu yang disukai semata. Kompleksitas dan intensitas dari ketidaksukaan akan lebih banyak dihadapi oleh siswa dikemudian hari. Program eskul pramuka merupakan wadah untuk menumbuhkan budaya cita rasa-memahami kebutuhan diri, kebutuhan orang lain. tumbuhkan budaya kerja sama, empati, kasih sayang, adab, keimanan dan ketaqwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang harus direvitalisasi oleh Kemendikbudristek.
Waspadalah selalu memberi kemudahan kepada siswa Generasi Z, Alfa. Kompleksitas kehidupan yang dihadapi siswa dikemudian hari tidak dikendalikan oleh kebijakan saat ini. Berilah kesempatan kepada mereka belajar dari apa yang mereka tidak suka. Saat itulah, kita memberikan kebiasaan kepada siswa untuk memahmi bahwa “setiap pilihan ada resiko, setiap resiko ada makna yang dipetik”. Proses pengolahan emosi dan menumbuhkan budaya survive adalah sebuah umpan balik yang dilakukan didalam kegiatan Pramuka.
Sebagai upaya untuk mendukung program eskul wajib yang perlu dilakukan adalah pertama, membuat program kegiatan pramuka berdasarkan jenjang pendidikan siswa. Penjenjangan ini bertujuan agar pembentukan karakter dasar dimulai dari Sekolah Dasar, dan berlanjut secara kontinu. Kedua, bentuk tim penanganan kepramukaan. Pembentukan tim ini, bertujuan untuk menganalisis keberhasilan atau tidak dari sebuah program kegiatan yang telah dilaksanakan. Ketiga, melakukan evaluasi secara berkala dan uji klinis (bekerja sama dengan BK) untuk mengetahui pengalaman keterlibatan siswa di kepramukaan, seperti ada tindakan kekerasan atau tidak. Keempat, uji kelayakan program pramuka secara berkala serta membaharui program kegiatan dalam menunjang tumbuh kembangnya mental siswa berdasarkan jenjang pendidikan.
Mengutip dialog Nadiem Makarim dengan DPR Komisi X, sebagai harapan dan aspirasi Mentri Pendidikan adalah “apa yang bisa kerja sama antara Menteri Pendidikan dan KUARNAS untuk bisa memasukan nilai-nilai Kepermukaan kedalam Projek Penguatan Profile Pelajar Pancasila (P5). “Saya tidak ada wacana untuk menambahkan mata Pelajaran, ungkap Nadiem Makarim Sepertinya yang diungkapkan Kang Gede, “ada statemen join” bisa memiliki kemitraan lebih baik (dikutip melalui laman Youtube, 3/3/24).