Mohon tunggu...
Jose
Jose Mohon Tunggu... Guru - Saya Hose merupakan seorang guru. Saya memiliki pengalaman mengajar masih sangat mudah, kurang lebih empat tahun. Dan saya memiliki kesempatan menulis kolaborasi serta memiliki karya pribadi.

Saya Hose merupakan seorang guru. Saya memiliki pengalaman mengajar masih sangat mudah, kurang lebih empat tahun. Dan saya memiliki kesempatan menulis kolaborasi serta memiliki karya pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Miskonsepsi Kemerdekaan Guru

17 Maret 2024   11:56 Diperbarui: 17 Maret 2024   12:03 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ingat! Anakmu, bukan milikmu, tetapi milik dunia. Kita tidak akan pernah hidup selamanya bersama mereka. Kita sebagai orang tua sebaiknya harus membekali anak kita tentang bagaimana hidup survive, sekalipun mengahadapi masalah yang bertubi-tubi. Masa SMA kelas II merupakan saatnya, orang tua harus lebih banyak memberi ruang kepada anak untuk belajar mengatasi masalahnya sendiri. Bila ada hal yang mendesak, orang tua dapat terlibat. Keterlibatan orang tua sebagai mediasi bagi anak untuk mendapatkan support terhadap kebutuhan psikologis. Orang tua tidak perlu intervensi secara mendalam terhadap persoalan yang dihadapi anak. Bila orang tua sering ambil bagian (intervensi) dan bersikap melindungi anak (prefentif) secara berlebihan, maka saat itulah orang tua menciptakan kebiasaan zona nyaman bagi anak. Anak tidak dilatih untuk berpikir demi menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Kapan anak Anda memiliki kesempatan untuk berpikir, berimajinasi?  Seorang anak itu milik, pertama, milik dirinya sendiri (anak itu ada untuk dirinya sendiri). Seorang anak belajar bagaimana ia menyikapi segala hal yang dibutuhkan dirinya agar survive dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Saat itulah, seorang anak mulai belajar mengatur pola kehidupan mulai dengan keteraturan, kedisiplinan, sopan santun, percaya diri, menghormati, berempati terhadap dirinya. Sikap-sikap seperti inilah di sebut self-esteem sebagai self-defense, pertahanan diri, agar di dalam kehidupan sehari-hari mereka dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia yang sedang berproses belajar untuk menjadi dewasa.

 Dalama pemikiran Sigmund Freud, disebut  pertama, ego: anak mulai berpikir tentang diri mereka sendiri, dan mereka mulai memproyeksikan diri mereka kepada orang lain. Kedua, super ego: anak mulai belajar membedakan hal yang harus atau tidak untuk dilakukan, mendengarkan suara hati, memimpin diri, menegosiasi sesuatu, berkolaborasi, serta mengolah manajemen stress yang dialami.

Kedua, anak adalah milik dunia. Sebagai orang tua perlu memiliki pandangan bahwa dunia yang dihadapi oleh mereka tidak sebatas aku dan kamu, tetapi aku dan mereka. Maka hal yang dibutuhkan adalah ketangkasan dalam menghadapi beragam persoalan yang disajikan oleh dunia-masyarakat.

Karena kebutuhan membina anak secara teratur yang harus di lakukan oleh orang tua, maka seorang anak disekolahkan agar ia mendapatkan pembinaan dari guru selama berada di sekolah. Kehadiran guru di kelas adalah cara guru melatih kepemimpinan diri siswa. Memimpin siswa bukanlah hal yang muda. Memimpin kerapkali mengusik dan memaksa guru untuk terus berpikir tanpa memikirkan diri-mengutamakan proses membina, membimbing, melatih siswanya. Tindakan yang dilakukan guru, karena ia memiliki empati yang mendalam terhadap murid. Ada visi yang sedang diperjuangkan guru dalam diri muridnya, yaitu mereka di kemudian hari menjadi pemimpin yang hebat, siap bertarung dengan kejahatan dan memperebutkan kebaikan, kebenaran di dalam hidup mereka.

Sebagai guru, memimpin bukan sekadar memiliki kuasa dan jabatan, lebih dari itu, bagaiamana bertangung jawab atas kuasa yang dimiliki dan dipergunakan secara koheren dengan nilai-nilai kehidupan siswa.  Bagiamana seorang guru, cekat, dan tepat mengambil sebuah kebijakan, bukan yang sempurna. Karena menjadi seorang pemimpin bukan menyenangkan bagi semua orang. Banyak penyesalan dan kekurangan yang setelahnya muncul karena ketidakmampuan untuk menyelesaikan semua dinamika sebagai guru, sekaligus orang tua, warga masyarakat dan negara.

Dengan menjadi seorang guru yang memimpin, setidaknya kami dapat bertindak atas sesuatu dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi kelangsungan hidupan para siswa, hari ini, besok dan yang akan datang. Ini dapat terjadi, bila guru melayani siswanya dengan hati. Hati yang bercahaya untuk menyinari visi serta setiap kepedulian yang dimiliki oleh guru kepada muridnya. Dengan memimpin, seorang guru banyak belajar. Dengan memimpin seorang guru mejadi sosok yang lebih dewasa. Dengan memimpin soerang guru menjadi sosok yang memotivasi orang lain; dan dengan memimpin guru dan masyarakat merasakan iliving values yang dibentuk oleh guru terhadap pribadi siswanya.

Hati adalah keutamaan untuk melihat cahaya dan kecemerlangan masa depan para siswa. Mereka adalah pribadi yang diutus, ambil bagian dalam kehidupan seorang guru. Hubungan timbal balik inilah menjadi momok yang harus memberikan tanggung jawab bersama dari setiap peran kehidupan manusia di bumi ini. Ini adalah sebuah rahasia yang mendiami nurani guru. Dengan keyakinan inilah, guru mengakui bahwa hanya hati yang dapat memberi langkah siswa bercahaya. Sebab keterbatasan guru dalam mendampingi siswa adalah sifat kemanusiaan yang tak dapat dipungkiri oleh akal sehat.

Pengalaman guru dalam membersamai siswa: “Silahkan belajar bersama orang tua di rumah, bila kehadiranmu di sekolah sulit diatur”, ungkap penulis kepada siswa. Cara ini adalah bahasa yang sering digunkana untuk memberikan kesadaran kepada para siswa yang tidak memiliki kedisiplinan, tanggung jawab, dll. Bahasa yang digunakan penulis, tidak dapat digeneralisasi kepada semua siswa yang memiliki karakter dan budaya yang berbeda. Bila mereka belum menyadari informasi yang disampaikan, maka penulis berdiam diri, dan menyampaikan kepada siswa, silahkan untuk melakukan sesuatu sesukamu. Dan pelajaran diberhentikan.

Mengapa penulis melakukan hal ini?  Pertama, memberikan kesempatan agar siswa merefleksikan perbuatan mereka. Kedua, memberikan memori kepada siswa bahwa guru memiliki sifat dan kebijakan tersendiri bila melaksanakan pembelajaran di kelas. Ketiga, melatih siswa untuk peduli terhadap diri mereka untuk tidak semenah-menah melakukan sesuatu ketika dalam proses pembelajaran di kelas. Keempat, memberikan kesadaran kepada siswa bila mereka mengulangi hal yang sama, maka guru akan menyampaikan kejadian sebelumnya sebagai bentuk reminder pikiran siswa.  

Flaticon.com
Flaticon.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun