Mohon tunggu...
Jose
Jose Mohon Tunggu... Guru - Saya Hose merupakan seorang guru. Saya memiliki pengalaman mengajar masih sangat mudah, kurang lebih empat tahun. Dan saya memiliki kesempatan menulis kolaborasi serta memiliki karya pribadi.

Saya Hose merupakan seorang guru. Saya memiliki pengalaman mengajar masih sangat mudah, kurang lebih empat tahun. Dan saya memiliki kesempatan menulis kolaborasi serta memiliki karya pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Miskonsepsi Kemerdekaan Guru

17 Maret 2024   11:56 Diperbarui: 17 Maret 2024   12:03 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

der Wille zur macht, kehendak untuk berkuasa terhadap sebuah informasi yang diterima oleh penerima pesan telah terjadi. Ikatan emosional seseorang terhadap informasi yang dinilai secara sepihak tentu akan menimbulkan blind mind, pikiran tidak jernih, sehingga memunculkan hasrat diri untuk melawan seseorang atas dasar informasi yang diterima.

Bila si penerima informasi terkungkung dalam emosi, yang disertai pengakuan terhadap pembenaran subyektif tanpa cross check menimbukan aksi yang berdampak pada masalah yang sangat luas dijangkau semua orang. Egosentris seringkali mengelabui sikap praktis yang selama ini telah diajarkan, seperti komunikasi kekeluargaan yang membangun sebuah proses kehidupan seorang anak yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang. Berkomunikasi secara kekeluargaan merupakan langkah untuk menghidupkan nilai-nilai budaya di daerah setempat. Namun, saat ini telah mengalami kecatatan.

Nilai budaya komunikasi perlu dihidupkan ditengah disrupsi informasi yang membludak dikalangan anak-anak generasi Z. Hari demi hari, media digital menyugukan tawaran informasi tanpa henti kepada manusia, sehingga nilai-nilai budaya setempat dapat terkikis bila tidak ada kesadaran untuk menjaga, memumpuk, mengembangkan. Tindakan ini, peru dilakukan oleh para penerus, penghuni lokalitas budaya.

Nyatanya, ada miskonsepsi yang terjadi. Nilai budaya seolah ditanding dengan emosional subyektif sehingga integritas budaya setempat telah direduksi oleh penialaian publik akibat menyebarnya berita digital secara cepat kepada publik.  

Bila sebuah berita masuk dalam lingkungan media digital, generalisasi penilaian akan terjadi. Ada stereotip, pelabelan yang telah membentuk pola pikir pembaca akan menjadi bahaya tersendiri. Beruntung, bila pembaca memiliki budaya mencari literatur yang memadai untuk dibaca sebelum ia melakukan justifikasi terhadap perilaku seseorang yang berada di suatu tempat yang dilingkupi kesakralan nilai budaya masyarakatnya.

Siapa yang akan memulihkan nama buruk dari daerah, sekolah setempat? Kita perlu mereflekiskan bahwa ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan bersama untuk menganalisis perilaku yang menimpa Bapak Damianus, seorang guru SMAN Lembata, yaitu pertama, si penerima informasi terbelengu dalam egosentris serta sikap implusif sehingga menimbulkan kemarahan dan nafsu, ira et studio. Kedua, kemampuan mengolah informasi masih minim sehingga penilaian subyektif dari hasil memaknai informasi terjadi sepihak, sehingga menimbulkan aksi nyata kekerasan terhadap guru di lingkungan sekolah. Ketiga, kurangnya kepekaan, sikap rendah hati dan keterbukaan dalam menerima informasi yang diberikan. Keempat, kurangnya sikap mengolah informasi dengan beragam pertimbangan sehingga berdampak terhadap keputusan yang buta. Kelima, hilangnya “nilai, cita rasa dalam diri” terhadap tata laku berbasis lokalitas sehingga menimbulkan aksi sepihak. 

Kekeliruan yang dilakukan oleh orang tua, inilah membuat penyingkapan terhadap miskonsepsi terhadap kemerdekaan guru. Ada Batasan-batasan yang harus dihayati oleh orang tua, sakalipun ada pengakuan bahwa setiap orang tu bertanggung jawab terhadap anaknya.

Siapa pun mengakui bahwa setiap orang menyayangi anaknya dengan beragam cara. Ingat, kita sebagai orang tua harus selektif terhadap proses mengolah informasi yang bersumber dari anak, agar dalam proses pengambilan keputusan tidak merugikan pihak mana pun. Peran kehadiran orang tua membimbing, membina secara selektif mendapat perhatian yang intens saat ini. Jangan samapai orang tua terjebak dengan "kevulgaran" bahasa; bahasa yang disampaikan menimbulkan hasrat, seperti kemarahan.

Sikap bijak orang tua, saat ini memiliki tantangan sangat kompleks. Tentu, harus diakui bahwa seorang anak yang duduk dibangku SMA kelas II, merupakan gologan generasi Z. Beragam kompleksitas yang mereka alami. Mereka adalah anak yang yang dikelompokan dalam postmodern mentality (Stree, David A, 2018). Tantangan mentalitas mereka sangat kompleks, sehingga mereka sering kali mengalami kehilangan arah tujuan hidup, mudah menyerah dengan keadaan, nilia-nilai kehidupan yang harus diperjuangkan mereka masih suram (Thesalonika, Nurliana Cipta Apsari, 2022).

Tantangan mental inilah, membuat mereka mudah untuk mencari kenyamanan, perlindungan diri dari sebuah masalah yang mereka hadapi. Mereka belum mampu menyelesaikan masalah secara mandiri, sehingga melibatkan orang tua. Bila ditilik dari perilaku tersebut, kapan orang tua memberikan kesempatan kepada anaknya untuk lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah sendiri. Terlepas dari siswa tersebut sedang mengalami proses pemulihan dari sakit atau tidak, tindakan yang dilakukan guru di sekolah merupakan sebuah bentuk mendidik. Maafkan guru, bila ia telah menyinggung perasaan muridnya, entah memarahi, mencubit. Tapi, kita harus ingat, budaya timur lebih tegas dari pada budaya lain. Artinya, ada tindakan yang dilakukan oleh siswa telah melampui batas kewajaran, sehingga guru melakukan aksi kurang bersahabat.

Sejelek-jeleknya guru, ia adalah pribadi yang memiliki hati, empati terhadap siswanya. Bila tindakan guru tersebut “dibantah dengan alasan, murid ini baru sembuh sakit” tentu guru mimiliki pertimbangan visual terhadap kondisi pribadi siswa tersebut.. Terlepas dari beragam penilaian, apa yang dilakukan guru sebagai bentuk belajar yang harus dilakukan oleh siswa tersebut, yaitu pertama, guru memberikan penegasan terhadap siswa tersebut dengan cara memberi kesadaran “tanggung jawab” dirinya sebagai pribadi yang sedang belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun