Mohon tunggu...
Mawar Hitam
Mawar Hitam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pujangga dari Tepi Danau Sentani

Jika Tidak Bisa Menjadi yang Terbaik, Jadilah yang Berbeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Reuni Tak Terduga di Dunia Maya

8 Juli 2024   00:30 Diperbarui: 8 Juli 2024   00:31 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Ditemani cahaya redup layar laptop, Topan terpaku pada dunia virtual yang terhampar di depannya. Jarum jam telah menunjukkan pukul 00:00, namun ia tak kunjung beranjak dari kursi gaming-nya. Sejak pagi, ia terhanyut dalam pertempuran sengit melawan para pemain lain di Mobile Legends dan PUBG. Bagi Topan, game bukan sekadar hiburan, tetapi pelarian dari kenyataan yang terasa hampa.

Sejak kecil, Topan memang lebih memilih menghabiskan waktu di depan layar daripada bergaul dengan teman sebaya. Sifatnya yang pemalu dan pendiam membuatnya merasa tidak nyaman berada di tengah keramaian. Baginya, dunia virtual di dalam game menawarkan persahabatan yang lebih mudah diraih dan tanpa penilaian.

Pernah sekali dalam hidupnya, Topan merasakan hangatnya cinta. Di bangku SMP kelas IX, ia jatuh cinta pada Marnie, gadis periang yang selalu menebarkan keceriaan di kelas. Topan terpesona oleh kebaikan hati, kecerdasan, dan keramahan Marnie. Namun, rasa malunya membuatnya tak berani mengungkapkan perasaannya.

Marnie menjadi satu-satunya teman dekat Topan. Mereka sering bercanda, belajar bersama, dan menghabiskan waktu makan siang bersama. Topan selalu merindukan masa-masa indah itu, saat Marnie masih ada di sisinya.

Kehilangan Marnie bagaikan pisau bermata dua bagi Topan. Di satu sisi, ia merasa lega karena tak perlu lagi berhadapan dengan perasaannya yang rumit. Di sisi lain, ia merasakan kesepian yang mendalam. Marnie menghilang tanpa jejak setelah lulus SMP. Topan tak tahu ke mana gadis itu pergi, dan tak ada cara untuk menghubunginya.

Kesedihan atas kehilangan Marnie mendorong Topan untuk semakin mengurung diri dalam dunia game. Di sana, ia menemukan rasa kebersamaan dan pengakuan yang tak bisa ia dapatkan di dunia nyata. Ia berteman dengan pemain lain dari berbagai penjuru negeri, bertarung bersama, dan merayakan kemenangan.

Meskipun dunia virtual telah menjadi tempat pelarian Topan, ia tak bisa selamanya terjebak di dalamnya. Pertanyaan tentang Marnie masih menghantui pikirannya. Ia bertanya-tanya, apakah ia akan bertemu kembali dengan gadis yang pernah mengisi hatinya itu? Apakah suatu hari nanti, ia bisa menemukan kebahagiaan di dunia nyata, seperti yang ia rasakan saat bersama Marnie?

Di tengah kesendirian dan rasa kehilangannya, ia terus mencari jalan untuk keluar dari zona nyamannya. Mungkin suatu hari nanti, ia akan menemukan keberanian untuk melangkah keluar dari dunia virtual dan menghadapi kenyataan. Dan mungkin saja, takdir akan mempertemukannya kembali dengan Marnie, atau membuka jalan untuk menemukan cinta yang baru dan tulus.

Meskipun kebiasaan bermain game membantunya melupakan Marnie, di malam yang sunyi ini, Topan dilanda rasa sepi dan kerinduan. Ia merasa hampa, membutuhkan teman cerita. Sosok Marnie kembali terlintas di benaknya. Ia sadar bahwa kesendirian di depan layar dan interaksi virtual tak bisa memuaskan rasa hausnya akan persahabatan dan kasih sayang.

Topan mencoba mencari Marnie di media sosial, namun tak menemukannya. Wajah Marnie masih teringat jelas, namun tak ada satu pun akun yang cocok. Ia bertanya-tanya, apakah Marnie tak tertarik dengan teknologi? Rasa kecewa dan penasaran bercampur aduk dalam hatinya.

Topan kembali ke laptopnya, memulai kembali permainan PUBG kesukaannya. Meski jarum jam telah menunjukkan pukul 01:00 WIB, rasa kantuk tak kunjung datang. Ia ingin melupakan rasa sepi dan penasarannya dengan bermain game.

Di permainan ketiga, Topan bermain bersama tim baru. Dua orang dari Malaysia, satu orang tak dikenal, dan seorang wanita Indonesia. Permainan berlangsung seru, penuh baku tembak dan strategi. Topan berkomunikasi dengan timnya, menggunakan sedikit bahasa Malaysia yang ia pelajari dari Upin & Ipin.

Di tengah pertempuran sengit, suara wanita Indonesia itu tiba-tiba terdengar. "Topan, apa itu kau?". Topan terkejut. Bagaimana dia tahu namanya? Mereka belum pernah bertemu sebelumnya.

Wanita itu terus bertanya, "Topan, kalau itu bukan kau, aku minta maaf." Topan menjawab, "Ya, ini aku Topan. Tapi bagaimana kau tahu namaku?"

Wanita itu pun berkata, "Akhirnya." Topan semakin penasaran. "Akhirnya kenapa? Kita belum pernah berkenalan."

Wanita itu menjawab, "Dari tadi aku diam, mendengarkanmu berbicara. Aku ingin memastikan apa itu benar kau, Topan. Suaramu tidak berubah, masih sama dengan tiga tahun yang lalu."

Pernyataan itu membuat Topan terpaku. "Tiga tahun yang lalu? Apakah kita pernah bertemu atau berkenalan?"

Wanita itu pun bertanya dengan nada sedikit marah, "Topan, apakah kau tidak mengingatku? Apakah kau tidak mengenal suaraku? Ini aku, Marnie."

Jantung Topan berdebar kencang. Tak percaya, Marnie yang selama ini ia cari ternyata ada di hadapannya, di dunia virtual yang sama. Perasaan haru, bahagia, dan tak percaya bercampur aduk.

Pertemuan tak terduga ini membuka babak baru dalam kisah Topan dan Marnie. Akankah pertemuan di dunia virtual ini menjembatani mereka kembali? Akankah rasa cinta yang terpendam selama bertahun-tahun ini bersemi kembali? Ataukah takdir berkata lain?

Kisah Topan dan Marnie masih berlanjut. Di tengah dunia virtual yang penuh misteri, mereka menemukan kembali koneksi yang hilang. Hanya waktu yang bisa menjawab apakah pertemuan ini akan membawa mereka ke akhir yang bahagia atau hanya kenangan indah di dunia maya.

Dunia Topan serasa berhenti berputar. Ia terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apakah ini mimpi atau kenyataan? Mungkinkah Marnie, gadis yang selama ini dirindukannya, ada di sini, di dunia virtual yang sama?

Topan tak mampu berkata apa-apa, hanya diam mencerna kata-kata Marnie. Pertanyaan berkecamuk di benaknya. Marnie, benarkah ini kau?

Di saat yang sama, teriakan teman-temannya di Malaysia membangunkannya dari lamunan. Musuh akan menyerang! Topan tersadar, masih dalam permainan. Dengan panik, ia kembali fokus pada layar, namun kata-kata Marnie masih terngiang di telinganya.

Sambil bermain, Topan memberanikan diri untuk bertanya, "Marnie, apa betul itu kau?" Pertanyaan itu keluar dengan perasaan bersalah dan malu. Bagaimana bisa ia melupakan suara perempuan yang begitu digemarinya dan dirindukannya?

"Ini aku, apa kau telah melupakanku?" tanya Marnie dengan nada kesal.

"Tidak Marnie, tidak mungkin aku melupakanmu. Aku hanya tidak percaya ini kau. Suaramu juga sudah berubah dengan sebelumnya," kata Topan mencoba menjelaskan.

Seolah tak ingin menunda lebih lama, Topan spontan menyampaikan perasaannya, "Aku telah lama mencarimu Marnie, bahkan malam ini sebelum aku bermain game, aku mencoba mencarimu ke seluruh media sosial, tapi tidak menemukanmu. Aku merindukan semua yang pernah ada waktu SMP. Aku merindukan suaramu dan tingkah lakumu. Dan hari ini aku tidak percaya akan mendengar lagi suaramu dan bertemu denganmu di dalam game."

"Benarkah kau merindukanku? Aku selama ini juga penasaran di mana kau sekarang. Aku bermain game karena aku berpikir akan menemui di dalam game. Kau kan penggila game online, jadi aku yakin pasti menemukanmu. Dan sekarang setelah satu tahun bermain game, aku berhasil menemukanmu sekarang," kata Marnie.

Kata-katanya bagaikan musik di telinga Topan. Pikirannya melayang-layang, membayangkan wajah Marnie yang dulu ceria dan selalu menemani hari-harinya di SMP.

Tanpa disangka, mereka berhasil memenangkan permainan. Perasaan bahagia bercampur aduk dengan rasa penasaran. Topan ingin segera berbicara lebih banyak dengan Marnie.

Sebelum keluar dari permainan, Marnie memberikan nomor teleponnya dan menyuruh Topan untuk segera menghubunginya. Topan tak sabar untuk mendengar suaranya lagi.

Namun, di tengah rasa bahagia itu, pertanyaan lain muncul di benaknya. "Mengapa kau menghilang dariku Topan?" tanya Marnie.

Topan berusaha menjelaskan, "Aku tidak menghilang. Kita berpisah setelah lulus SMP. Aku tidak tahu kau lanjut ke SMA mana. Mau menghubungimu juga aku tidak punya nomor teleponmu, Marnie. Kaulah yang menghilang!"

Hening sejenak.

"Setidaknya berusahalah untuk mencariku, bukan hanya merindukanku," Marnie membantah.

"Aku sudah berusaha mencarimu, Marnie," Topan mencoba membalas.

"Hanya

 lewat media sosial?" Marnie bertanya sekali lagi dengan nada kesal.

"Ya, hanya itu yang bisa kulakukan. Aku sudah berusaha," kata Topan.

(Brakkk....)

Tiba-tiba, Topan tersentak bangun dari kursi gaming. Masih di depan layar laptop, ia melihat ke arah jam. Sudah pukul 03:00 WIB. Bunyi gelas kopi yang jatuh mengagetkannya membuatnya terbangun dan sadar bahwa yang tadi itu hanyalah mimpi. Marnie tidak ada, ia hanyalah ilusi.

Apakah semua itu hanya mimpi? Marnie, kau ada di mana?

Hatinya diliputi rasa penasaran dan kerinduan. Akankah ia benar-benar bisa bertemu Marnie lagi? Apakah dia benar-benar Marnie yang dikenal di SMP? Dan apa yang terjadi selama bertahun-tahun dia menghilang? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui pikirannya. Topan tak bisa kembali tidur, terpaku pada layar laptop, berharap menemukan Marnie seperti yang terjadi tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun