"Sex education keeps our kids safe" -- NN
Seberapa penting memberikan pendidikan seks pada anak? Kutipan di atas sesungguhnya menjelaskan pentingnya pendidikan seks.
Masalahnya, dalam budaya masyarakat kita, membicarakan seks masih dianggap tabu. Padahal dengan memberikan pendidikan seks akan melindungi anak dari ancaman predator seks.
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), agustus lalu melaporkan, sejak Januari hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual pada anak memberikan porsi terbesar. Tidak kurang dari 2.556 anak Indonesia telah mengalami kekerasan seksual.
Anak-anak memang mudah sekali menjadi korban kekerasan seksual. Kepolosan hati mereka kerap dimanfaatkan oleh predator seks memuaskan hasrat birahinya.
Tapi tantangan itu tidak hanya datang dari para orang dewasa. Teman sebaya pun patut diwaspadai agar mereka tidak jadi korban pelecehan dari teman mainnya.
Pornografi yang makin terang-terangan telah membuat mental anak-anak menjadi rusak. Besarnya akses pada internet, apalagi saat ini anak-anak sudah sangat akrab dengan perangkat digital, sangat mudah membuat mereka jatuh di sana.
Sebuah ungkapan baik menyatakan demikian, "Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya".
Frase 'bodoh' pada kalimat itu menggambarkan bahwa kecenderungan anak-anak untuk terperosok ke perangkap kejahatan seksualitas sangat besar. Karena itu didikan yang baik sangat mereka perlukan.
Lalu, siapakah yang harus mengambil peran menberikan didikan itu?
Tanggung jawab itu seharusnya diambil alih oleh orangtua sebagai lingkaran terdekat anak. Jika orangtua gagal mengemban tugas itu, maka lingkungan di luar rumah lah yang akan berperan.
Seorang anak yang tidak mendapat pendidikan seks dari orangtua akan mencarinya dari mana pun juga. Jika mereka sangat mudah mengakses internet, maka dunia maya akan menyodorkan konsep seks yang tak sesuai dengan prinsip-prinsip yang seharusnya.
Teman sebaya juga bisa menjadi jebakan besar untuk anak. Bayangkan jika anak dicekoki oleh temannya yang terpapar pornografi berat, bukan tidak mungkin anak akan mencoba-coba aktivitas seksualitas bersama temannya.
Baik teman lawan jenis maupun teman dengan jenis kelamin yang sama, kedekatan anak dengan teman harus tetap dalam pengawasan orangtua. Potensi anak untuk jatuh pada LGBTQ juga patuh diwaspadai.
Lalu, bagaimana orangtua bisa menjadi tempat anak mendapatkan pendidikan seks secara tepat?
Sekali lagi, masalah utamanya adalah budaya kita. Termasuk para orangtua di segala usia, kerap menganggap topik seksualitas adalah sesuatu yang tidak pantas dibicarakan.
Sebuah riset daring yang dilakukan oleh Reckitt Benskiser Indonesia pada tahun 2018 terhadap 500 remaja menyimpulkan, remaja awal lebih memilih dokter atau praktisi kesehatan sebagai sumber informasi pendidikan seks.
Sedangkan di usia remaja, 41% lebih suka membicarakan topik seksualitas dengan teman, 24% mencari informasi tentang seks melalui internet, dan hanya 14% memilih orangtua untuk bertanya tentang seks.
Hasil penelitian ini sesungguhnya menjadi warning keras bagi orangtua. Sangat berbahaya jika remaja justru mencari informasi dari teman dan internet, bukan dengan orangtua nya sendiri.
Sebenarnya, apa itu pendidikan seks?
Memberikan pendidikan seks pada anak bertujuan agar anak mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seks sehingga anak dapat menjaga hidup dan menyalurkan seks dengan baik, benar dan legal.
Jadi sebenarnya, pendidikan seks berbicara tentang anatomi tubuh dan bahaya seks bebas itu sendiri.
Anak perlu mengenali anatomi tubuhnya dengan baik sedini mungkin. Misalnya tekait pertumbuhan rambut pada tubuh, orangtua harus dapat memberikan penjelasan terkait ini sehingga anak tidak mencari tahu dari luar.
Anak-anak tertentu terkadang punya rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Jika orangtua biasa mandi bersama dengan anak, maka mereka mungkin saja akan bertanya kenapa tubuh mereka yang kecil berbeda dengan orangtuanya.
Jika rasa penasaran anak disampaikan dengan mengajukan pertanyaan, maka orangtua harus segera memberikan pendidikan seks tentang hal itu. Jangan pernah sekali-kali mengatakan, " kamu masih sangat kecil, nanti saja kalau sudah besar baru mama atau papa jelaskan soal itu".
Untuk anak-anak tertentu, pernyataan orangtua yang demikian mungkin bisa mereda rasa penasaran mereka. Tetapi bagaimana jika rasa ingin tahu anak sangat besar? Maka mungkin saja akan tersimpan fantasi tertentu dipikiran mereka sampai rasa penasaran itu terjawab.
Selain soal anatomi tubuh, pendidikan seks juga soal etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak harus diajarkan soal rasa malu sejak dini. Misalnya anak yang setelah mandi langsung keluar kamar mandi tanpa menggunakan handuk atau pakaian, maka orangtua harus memberikan pendidikan soal menjaga bagian tubuh tertentu tetap tertutup.
Ini mungkin hal sederhana yang terkadang sering diabaikan oleh orangtua. Tanpa disadari, anak-anak tidak akan memiliki kebiasaan yang baik sejak dini soal menjaga dan melindungi bagian tubuhnya yang paling sensitif.
Lalu, sejak kapan seharusnya orangtua memberikan pendidikan seks pada anak?
Jawabannya tentulah sedini mungkin, sejak anak dapat berkomunikasi dengan orangtua.
Pada usia 1-4 tahun, misalnya, pendidikan seks awal yang dapat diberikan orangtua adalah mengenalkan anatomi tubuh, termasuk alat kelamin anak seperti penjelasan di atas.
Orangtua tidak perlu menyebutkan testis atau vagina dengan sebutan 'burung' atau sebutan-sebutan lainnya. Anak harus mengerti sejak dini bahwa sebutan 'testis' atau 'vagina' adalah baik karena Tuhan menciptakan alat kelamin manusia dengan sangat sempurna.
Tentu saja, orangtua harus dengan sopan menyebutkannya, bukan sambil membuat guyonan atau bahan olokan. Orangtua harus mengajarkan anak untuk bersyukur atas seluruh anggota tubuh anak, termasuk alat kelaminnya.
Tidak semua anak memiliki kesamaan tahapan pendidikan seks. Pada usia 5 tahun misalnya, anak mulai melihat perbedaan yang ada terkait alat kelaminnya dibandingkan saudaranya yang berbeda jenis kelamin dengannya.
Pada usia 6-7 tahun, anak mungkin akan bertanya mengapa tubuh ibunya berbeda dengan ayahnya. Ini adalah titik rawan bagi anak. Orangtua tidak boleh sesekali mengatakan bahwa si anak masih terlalu kecil untuk tahu tentang itu.
Di usia 8-10 tahun, otak anak mulai mengerti soal hubungan sebab akibat. Di usia ini, orangtua dapat memberikan pemahaman tentang proses reproduksi pada manusia.
Penjelasan yang baik dari orangtua, akan memberikan pemahaman yang tepat pada anak tentang konsep reproduksi misalnya bagaimana proses pembuahan sel sperma dan sel telur.
Di usia 11-13 tahun, anak mulai mengalami perubahan fisik dan mulai tertarik pada lawan jenis. Dan saat memasuki usia remaja menjelang 15 tahun, anak remaja mulai mengenal tentang cinta.
Orangtua patut berhati-hati dalam memberikan kebebasan anak menonton film-film seperti drama korea tanpa pengawasan. Adegan drama korea sering memperlihatkan orang yang berciuman. Ini sangat berbahaya bagi remaja, mereka bisa menganggap hal ini sebagai susuatu yang wajar dan lumrah untuk dilakukan semua anak remaja.
Di usia remaja, anak juga sangat mungkin mengalami pelecehan karena perbedaan gender saat berinteraksi dengan lawan jenis di sekolah. Misalnya, seorang anak perempuan, sering ditarik-tarik tali BH nya oleh teman-temannya.
Pada usia ini, orangtua dapat mengajarkan anak untuk mengerti aturan dan hukum terkait pelecehan dan kekerasan seksual. Ketika anak tahu aturan dan hukum yang ada, akan menghindarkan anak dari mengalami pelecehan, termasuk tidak menjadi pelaku pelecehan itu sendiri.
Orangtua juga sudah perlu menjelaskan konsep pernikahan pada anak sejak remaja awal. Dengan memahami konsep pernikahan sebagai sesuatu yang berharga dan penuh tantangan, anak akan berpikir perlunya melangsungkan pernikahan hanya jika sudah siap.
Lalu, apakah peran memberikan pendidikan seks ini hanya menjadi tanggung jawab ibu?
Tentu saja tidak. Ayah juga memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan seks pada anak.
Untuk anak perempuan, tentu saja akan lebih efektif jika ibu lah yang mengajarkan pendidikan seks. Tetapi saat anak perempuan mulai tumbuh remaja, maka peran ayah menjadi sangat penting untuk menghadirkan sosok laki-laki dewasa yang bertanggung jawab.
Pendidikan seks ayah pada anak perempuan, tentu bukan bersifat verbal seperti yang seharunya dilakukan oleh ibu. Kehadiran ayah yang mencintai dan melindungi keluarga akan memberikan pendidikan seks yang baik pada anak perempuan tentang konsep laki-laki ideal.
Sesungguhnya, ayah adalah cinta pertama anak perempuan. Jika anak perempuan tidak mendapatkan figur ayah yang baik untuk dicintai, maka kemungkinan ia juga akan gagal dalam mencari figur laki-laki yang baik akan sangat besar terjadi.
Atau yang lebih fatal, anak perempuan tidak akan memiliki kekaguman yang baik atas sosok laki-laki, sehingga bisa jadi anak perempuan akan jatuh pada perilaku lesbian.
Bagaimana untuk anak laki-laki?Â
Salah satu peran yang dapat diambil oleh ayah adalah menjelaskan tentang masa akil baligh dan soal mimpi basa.
Jika peran menjelaskan ini dilakukan oleh ibu, maka akan menyulitkan si ibu untuk memberikan penjelasan. Karena itu, ayah dapat memberikan penjelasan yang baik berdasarkan pengalaman yang sudah pernah dialami ayah saat remaja dulu.
Ayah juga dapat memberi contoh dalam hal bagaimana mencintai istri, ibu dari anak laki-laki. Dengan teladan yang dilihatnya secara langsung, akan membuat anak laki-laki tumbuh menjadi seorang pria yang baik di masa mendatang.
Sebaliknya, ayah yang kerap mempertontonkan kekerasan pada ibu, akan menjadi pengalaman buruk bagi anak laki-laki. Bisa saja ia akan kehilangan figur ayah yang baik dan bisa saja akan membuat anak laki-laki menjadi sosok laki-laki lain yang dinilainya lebih sempurna.
Jika ini yang terjadi, bukan tidak mungkin, anak laki-laki akan kehilangan sisi maskulinitas nya dan mungkin saja terjebak pada mencintai sesama jenis.
Demikian lah menurut saya, peran penting seorang ayah dalam keluarga terkait tanggung jawab memberikan pendidikan seks pada anak.
Semoga dalam kesempatan memperingati hari ayah kali ini, semua ayah dapat menghayati peran pentingnya dalam keluarga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI