Jawabannya tentulah sedini mungkin, sejak anak dapat berkomunikasi dengan orangtua.
Pada usia 1-4 tahun, misalnya, pendidikan seks awal yang dapat diberikan orangtua adalah mengenalkan anatomi tubuh, termasuk alat kelamin anak seperti penjelasan di atas.
Orangtua tidak perlu menyebutkan testis atau vagina dengan sebutan 'burung' atau sebutan-sebutan lainnya. Anak harus mengerti sejak dini bahwa sebutan 'testis' atau 'vagina' adalah baik karena Tuhan menciptakan alat kelamin manusia dengan sangat sempurna.
Tentu saja, orangtua harus dengan sopan menyebutkannya, bukan sambil membuat guyonan atau bahan olokan. Orangtua harus mengajarkan anak untuk bersyukur atas seluruh anggota tubuh anak, termasuk alat kelaminnya.
Tidak semua anak memiliki kesamaan tahapan pendidikan seks. Pada usia 5 tahun misalnya, anak mulai melihat perbedaan yang ada terkait alat kelaminnya dibandingkan saudaranya yang berbeda jenis kelamin dengannya.
Pada usia 6-7 tahun, anak mungkin akan bertanya mengapa tubuh ibunya berbeda dengan ayahnya. Ini adalah titik rawan bagi anak. Orangtua tidak boleh sesekali mengatakan bahwa si anak masih terlalu kecil untuk tahu tentang itu.
Di usia 8-10 tahun, otak anak mulai mengerti soal hubungan sebab akibat. Di usia ini, orangtua dapat memberikan pemahaman tentang proses reproduksi pada manusia.
Penjelasan yang baik dari orangtua, akan memberikan pemahaman yang tepat pada anak tentang konsep reproduksi misalnya bagaimana proses pembuahan sel sperma dan sel telur.
Di usia 11-13 tahun, anak mulai mengalami perubahan fisik dan mulai tertarik pada lawan jenis. Dan saat memasuki usia remaja menjelang 15 tahun, anak remaja mulai mengenal tentang cinta.
Orangtua patut berhati-hati dalam memberikan kebebasan anak menonton film-film seperti drama korea tanpa pengawasan. Adegan drama korea sering memperlihatkan orang yang berciuman. Ini sangat berbahaya bagi remaja, mereka bisa menganggap hal ini sebagai susuatu yang wajar dan lumrah untuk dilakukan semua anak remaja.
Di usia remaja, anak juga sangat mungkin mengalami pelecehan karena perbedaan gender saat berinteraksi dengan lawan jenis di sekolah. Misalnya, seorang anak perempuan, sering ditarik-tarik tali BH nya oleh teman-temannya.