Kurang lebih 2 jam di sana, kira-kira hampir pukul 12 tengah malam, hasil rapid test bapak pun keluar. Kesimpulan hasil test rapid menyatakan non reaktif. Bapak pun diminta untuk pulang dan beristirahat di rumah.
Atas anjuran dari RS Wisma Atlet, bapak pun dibawa pulang dan disarankan melakukan isolasi mandiri di rumah. Saat itu status bapak dinyatakan sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP).
Namun sejujurnya, ini makin menggelisahkan kami. Entah mengapa, keyakinan bapak terpapar virus corona makin kuat dipikiran kami. Terlebih di rumah ada ibu yang juga lansia, membuat kekuatiran kami makin bertambah kalau-kalau ibu akan ikut tertular.
Namun tidak ada pilihan saat itu, kami pun mengikuti anjuran RSD Wisma Atlet untuk merawat bapak di rumah, dengan kemungkinan risiko yang terjadi.
Bapak terus mengalami demam hingga hari kesembilan (01/04/2020). Selain demam, ia mulai merasakan keluhan lain seperti batuk, pusing dan pegal-pegal. Kondisi fisiknya pun mulai makin lemah.
Hari itu juga kami membawa bapak untuk kembali ke Rumah Sakit. Namun 2 RS yang kami datangi menolak untuk merawat bapak dengan alasan hasil thorax bronchopneumonia dan kedua RS ini bukan RS rujukan covid-19.
Bapak kembali disarankan dibawa ke RS Rujukan covid-19. Kami pun membawa bapak ke dua RS Rujukan di Jakarta.
Namun di dua RS ini, bapak tidak diterima bahkan untuk sekadar singgah di IGD. Pihak RS hanya melihat riwayat rekam medis sebelumnya.
Hasil non reaktif rapid test dari Wisma Atlet menjadi alasan penolakan perawatan bapak. RS Rujukan berdalih hanya menerima pasien yang telah dinyatakan positif covid-19.
Tujuan kami sebenarnya adalah supaya bapak dicek lebih lanjut, tidak sampai rapid test saja. Dari beberapa informasi yang kami dengar, seringkali pasien covid-19 non reaktif saat rapid test pada awalnya.
Namun karena hasil non reaktif rapid test ini, membuat justru bapak tidak ditangani oleh RS non rujukan maupun RS rujukan. RS non rujukan menolak karena alasan bronchopneumonia, sedangkan RS rujukan menolak karena hasil rapid test non reaktif.