Penetapan usia sebagaimana diatur dalam UU ini, sesungguhnya memberi jaminan bahwa setiap orang yang akan melangsungkan pernikahan sudah berusia dewasa, yang mampu memikirkan dan siap menerima semua konsekuensi yang diputuskan terkait keputusannya tersebut.
Juga terkait tujuan pernikahan sebagaimana diatur disana, penegasan dua kata yaitu "bahagia" dan "kekal" seharusnya menjadi peringatan di awal, bahwa tujuan ini harus diupayakan secara bersama oleh keduanya, sesulit apapun perjalanan kehidupan pernikahan yang akan dilalui, tidak menjadi alasan untuk kemudian memutuskan cerai.
Lalu, apakah jika sepasang pria dan wanita dewasa yang saling mencintai dan memutuskan untuk menikah, kemudian menjadi jaminan keduanya akan bahagia? Belum tentu, paling tidak untuk masa-masa awal kehidupan pernikahan itu.
Koq menikah lantas tidak bahagia? Tidak bahagia di awal-awal pernikahan bukan berarti tidak akan bahagia selamanya. Masa-masa 5 tahun awal pernikahan sesungguhnya adalah masa-masa kritis dalam kehidupan pernikahan. Karena itu keduanya harus memiliki komitmen yang teguh untuk dapat melewati masa-masa kritis ini dengan baik dan terus belajar bagaimana seni merawat keluarga, khususnya mengolah konflik yang ada agar tidak menimbulkan masalah.
Pada dasarnya, pria dan wanita yang mengikat diri dalam hubungan pernikahan adalah dua orang yang berbeda, baik dari segi kepribadian maupun keinginan. Jika ini tidak disikapi dengan baik, bukan tidak mungkin cekcok akan sangat sering terjadi, dan jika dibiarkan akan membuat masalah besar.
Perlu diingat pula, pola asuh keluarga asal akan makin membuat perbedaan pandangan di antara keduanya terjadi. Lebih-lebih jika keduanya berasal dari suku yang berbeda, perbedaan budaya akan makin menambah sumber-sumber konflik yang terjadi.
Hampir bisa dipastikan, tidak ada pernikahan yang tanpa ada konflik sama sekali. Namun, jika konflik yang terjadi bisa dikelola sedemikan rupa, justru akan membuat keduanya makin mengenal satu dengan yang lain, dan cinta di antara keduanya makin tumbuh subur.
Suatu konflik terjadi karena ada missed antara apa yang terjadi dengan apa yang diinginkan. Penyebabnya bisa beragam, mungkin saja karena tingkat kepekaan di antara keduanya belum terjadi dengan baik. Karena itu, waktu menjadi kesempatan yang baik untuk saling mengasah kepekaan di antara keduanya.
Komunikasi menjadi seni paling penting dalam merawat keluarga. Missed komunikasi yang terjadi dan terus dibiarkan berlanjut, justru tidak akan menyelesaikan persoalan. Karena itu, salah satu harus berani untuk meminta maaf terlebih dulu untuk memulihkan suasana dan kembali mencairkan ketegangan komunikasi yang terjadi.
Mempertahankan ego dengan enggan meminta maaf karena tidak merasa bersalah adalah bahaya besar jika terus dipertahankan. Dan terus mendiamkan masalah dalam waktu yang lama, untuk kasus tertentu bukan penyelesaian yang baik, karena akan membuat hubungan makin hambar.
Salah satu seni yang dapat dilakukan dalam merawat keluarga adalah membuat kesepakatan bersama saat terjadi konflik, misalnya dengan membatasi ketegangan terjadi tidak melebihi 24 jam. Dalam kasus tertentu, mungkin memang diperlukan masing-masing untuk menenangkan pikiran agar cekcok tak makin memanas, namun jangan berlama-lama tanpa upaya untuk menyelesaikan.