Banyak yang mengatakan bahwa seorang guru adalah seorang yang digugu dan ditiru. Kata digugu menunjukkan bahwa seorang guru selalu ingin didengar perkataannya, sedangkan kata ditiru menunjukkan integritas seorang guru, bahwa selain tutur katanya yang selalu didengarkan, tindak tanduknya dijadikan panutan oleh murid-muridnya.
Demikian mungkin harapan sebagian besar masyarakat terhadap profesi ini. Menyebut profesi ini sebagai "guru" berarti berharap dari profesi inilah orang-orang muda belajar apa artinya beritegritas, yaitu seorang yang perkataan dan tindakannya selalu selaras.
Menurut UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Menurut UU ini, profesi guru disebutkan sebagai pendidik. Guru dikatakan sebagai pelaku utama dalam pendidikan yakni suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Dari pengertian ini, tugas seorang guru merupakan tugas yang terintegrasi, guru tidak hanya bertanggung jawab untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga bertanggung jawab terhadap perubahan prilaku anak didiknya.
Menjadi seorang guru yang profesional, berarti mengerjakan keseluruhan tugas sebagaimana disebutkan menurut UU di atas. Adalah hal yang relatif mudah dikerjakan jika hanya berhenti pada transfer ilmu pengetahuan dan melatih keterampilan. Justru tugas yang paling sulit untuk dilakukan adalah mendidik anak didik agar mengalami perubahan sikap dan tata laku menjadi seorang yang dewasa.
Tugas ini berarti tanggung jawab mendidik siswa yang tadinya tidak disiplin menjadi disiplin. Mendidik siswa yang tadinya berkata-kata kasar sehingga mampu berucap santun. Mendidik siswa yang tidak bisa tertib dalam antrian menjadi tahu bagaimana mengantri dengan baik. Mendidik siswa yang tadinya bersikap egois dan individualis menjadi siswa yang peduli. Dan serentetan tugas mendidik lainnya.
Karena tugas mendidik inilah, tidak jarang seorang guru disalah mengerti. Tugas mulia ini selalu dibenturkan dengan UU Perlindungan Anak dan HAM.
Lihat saja beberapa kasus yang dialami oleh Guru. Di tahun 2019 lalu misalnya, mencuat kasus guru Theresia asal NTT. Ketika melihat beberapa anak laki-laki di kelas yang rambutnya panjang, ia lalu mengambil gunting dan memotong rambut mereka sedikit di bagian depan untuk mendisiplinkan mereka.
Namun upaya mendidik ini justru berimbas penentangan oleh orang tua murid. Tak terima anaknya dihukum potong rambut, Arnoldus nekat balas memotong rambut sang guru saat mengajar di kelas menggunakan gunting yang ia bawa.
Lain lagi kasus yang menimpa guru Kalim yang viral di media sosial pada 2019 lalu. Berniat menegur muridnya yang sedang merokok di kelas, ia justru mendapat penganiayaan dari muridnya yang mencekik leher dan menoyor kepalanya.
Kasus yang paling memilukan terjadi di Sampang, menimpa seorang guru kesenian bernama Budi. Demi menegur seorang siswa yang mengganggu teman-temannya, guru Budi mengambil sikap mencoret pipi muridnya tersebut dengan cat cair. Merasa tak terima dengan tindakannya, murid tersebut langsung melemparkan bogem mentah kepadanya.
Pihak keluarga menjelaskan bahwa sepulangnya ke rumah, pak guru Budi mengeluh sakit pada leher dan selang beberapa saat tak sadarkan diri. Ia lantas dirujuk ke Rumah Sakit namun nyawanya tak tertolong.
Sungguh miris jika tugas mulia untuk mendidik ini, justru beresiko tindakan tak menyenangkan bagi guru bahkan berakibat penganiayaan dan kematian.
Beberapa kasus yang dijelaskan di atas sesungguhnya sedang menggambarkan urgensi kehadiran guru dengan tugasnya sebagai pendidik.
Meskipun anak bisa belajar ilmu pengetahuan dari mbah google atau dari mana saja, tetapi sosok dan kehadiran guru sebagai pendidik tidak mungkin dapat diganti oleh apapun.
Diakui atau tidak, sikap dan karakter pelajar saat ini sangat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang terjadi belakangan ini membuat miris, mau jadi apa generasi muda bangsa ini di masa mendatang?
Tidak hanya soal tawuran, narkoba dan seks bebas, kesantunan generasi muda saat ini sangatlah memprihatinkan. Tak jarang ketika dipertotonkan di depan umum, sebagian besar masyarakat acuh tak acuh, yang penting bukan anak saya, mungkin pikir mereka demikian.
Namun, seorang guru yang mengasihi anak-anak didiknya tak mungkin bisa diam melihat mereka berlaku demikian. Ini dilakukan oleh guru tidak lagi sekedar mengingat tugasnya sebagai pendidik, tetapi panggilan sebagai guru itulah yang membuatnya tak diam dan terus berusaha menyelamatkan anak didiknya.
Dalam hal inilah, pemerintah memegang peran penting untuk melindungi guru yang dengan kesungguhan hati menjalankan panggilannya sebagai pendidik.
Kita patut bersyukur Pemerintah telah mengeluarkan Permendikbud nomor 10 tahun 2017 tentang perlindungan bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Peraturan ini dibuat untuk melindungi guru yang menghadapi permasalahan ketika menjalankan tugasnya.
Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja dan/atau hak atas kekayaan intelektual. Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada Peraturan ini mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi dan/atau perlakuan tidak adil, dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Selanjutnya tentu saja kita berharap, bahwa peraturan ini tidak hanya ada sebagai dokumen. Kita sangat berharap bagaimana peraturan ini dapat ditegakkan seadil-adilnya oleh pemerintah.
Tidak hanya itu, semua stake-holder yang terkait dalam pendidikan harus juga memahami serta mengamalkan peraturan ini, sehingga kasus-kasus seperti terjadi di atas tidak perlu terulang kembali di era pendidikan yang makin maju saat ini.
Mari bersama melindungi guru, agar mereka dapat menjalankan profesi dan panggilannya sebaik mungkin, untuk mengubah anak-anak kita menjadi generasi yang cerdas dan berkarakter unggul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H