Mohon tunggu...
Josefid Keitharo
Josefid Keitharo Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa yang pengen jadi pro player

mahasiswa UPNVJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Belanja Online di Kalangan Mahasiswa

20 Januari 2021   11:10 Diperbarui: 20 Januari 2021   11:42 5223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. Pengguna Internet dan Teknologi Digital di Indonesia Sumber: BOC Indonesia, boc.web.id/statistik-pengguna-digital-dan-internet-indonesia-2019

PENDAHULUAN

Pertumbuhan Teknologi di Era Digitalisasi

Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi serta mudahnya akses ke dunia maya menghilangkan batasan ruang dan waktu antara satu individu dengan yang lain dalam skala global. Dengan hadirnya internet, orang-orang dapat saling berkomunikasi dan melakukan hal lain lewat gawai mereka tanpa harus menginjakkan kaki ke luar rumah. Akibatnya, terjadi perubahan dalam gaya hidup masyarakat di era posmodern ini. Gaya hidup yang mendasar dalam masyarakat berubah seiring waktu mengikuti arus digital yang serbapraktis dan instan. Hal-hal yang fundamental hingga trivial yang bervariasi bidangnya, mulai dari sektor sosial budaya, politik, hingga ekonomi, mengalami "penyesuaian" ke arah kemajuan teknologi.

Internet adalah suatu jaringan komunikasi yang mampu menghubungkan satu media elektronik dengan yang lain di seluruh dunia. Internet memberikan beragam fasilitas yang memudahkan penggunanya untuk mengakses dan mengunggah beragam informasi yang diinginkan, bertukar informasi seperti file, gambar, atau pesan teks, dan lain sebagainya. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2019, jika digabungkan dengan angka dari proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), pengguna internet di Indonesia diperkirakan sebanyak 196,7 juta pengguna dari total populasi Indonesia yang berjumah 266.911.900 juta. Jumlah ini meningkat 23,5 juta atau 8,9 persen dibandingkan pada 2018 (Jatmiko, 2020).

Menurut Prasilowati dan Widiyanto (2015), Indonesia termasuk satu negara yang mengalami booming pengguna di internet. Jika pada tahun 1998, pengguna internet hanya tercatat sekitar 500 ribu saja, di awal dekade abad 21 ini terjadi lonjakan yang cukup tinggi yaitu sekitar 61 juta pengguna internet. Banyaknya pengguna internet ini menempatkan Indonesia sebagai negara terbesar keempat yang menggunakan akses internet. Gambar 1 menunjukkan posisi pengguna internet di Asia (sekitar 44% dari dunia).

Kegiatan Belanja Online

Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, hadirlah platform atau situs-situs perbelanjaan daring yang dapat dengan mudah diakses menggunakan koneksi internet lewat gawai pengguna. Belanja online atau e-commerce adalah sebuah proses transaksi yang dilakukan melalui media atau perantara yang berupa situs-situs jual beli online ataupun jejaring sosial yang menyediakan barang atau jasa yang diperjualbelikan. 

Dengan kata lain, belanja online atau e-commerce adalah suatu kegiatan jual beli  dimana penjual dan pembelinya tidak harus bertemu untuk melakukan negosiasi dan transaksi. 

Platform atau situs belanja online yang banyak dikenal masyarakat antara lain Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, BliBli, OLX, dll. Situs-situs tersebut secara khusus menyediakan dan mengembangkan layanan yang berperan sebagai perantara penjual dan pembeli secara online. Fitur-fitur yang disediakan juga memang secara khusus ditujukan untuk kegiatan jual-beli. Oleh karena itu, kegiatan berbelanja online terasa lebih praktis dan nyaman.

Berbelanja online dilakukan dengan cara memesan barang yang diinginkan kepada vendor atau produsen serta reseller secara langsung (direct) atau melalui platform/situs belanja online. Selanjutnya, dilakukan pembayaran dengan cara mentransfer uang via bank, e-bank, ataupun COD (cash on delivery). Saat ini, pembayaran juga bisa dilakukan via uang elektronik seperti Gopay atau OVO. Komunikasi antara penjual dan pembeli dapat dilakukan melalui pesan teks atau telepon melalui aplikasi luring maupun daring, seperti WhatsApp, Line, Instagram, dan lain-lain.

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), aktivitas belanja secara daring pada tahun 2020, yang bertepatan dengan Pandemi Covid-19, meningkat sebesar 400 persen atau empat kali lipatnya dan berbanding lurus dengan penggunaan transaksi digital. Bertambahnya jumlah online shop disebabkan oleh kelebihan-kelebihan sebagai berikut (Wicaksono, 2008): 

1) modal untuk membuka toko online relatif kecil, 2) tingginya biaya operasional toko konvensional, 3) toko online buka 24 jam dan dapat diakses dimana saja, 4) konsumen dapat mencari dan melihat katalog produk dengan lebih cepat, 5) konsumen dapat mengakses beberapa toko online dalam waktu bersamaan. 

Di sisi lain, keuntungan toko online bagi pembeli adalah sebagai berikut: 1) menghemat biaya, apalagi jika barang yang ingin dibeli hanya ada di luar kota atau bahkan negara lain. Pembeli tidak harus mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi. 2) Barang bisa langsung diantar ke rumah. 3) Pembayaran dapat dilakukan secara transfer sehingga transaksi pembayaran akan lebih aman (dibandingkan dengan sistem COD). 4) Harga cenderung lebih murah akibat persaingan antartoko online.

Selain itu, menurut Sari (2015), manfaat dari online shopping adalah memberikan kemudahan karena pelanggan dapat memesan produk dalam waktu 24 jam sehari di manapun pelanggan berada  sehingga berbelanja menjadi lebih fleksibel; adanya kejelasan informasi karena pelanggan dapat memperoleh beragam informasi komparatif tentang perusahaan, produk, dan pesaing tanpa meninggalkan harus pekerjaan yang dilakukan oleh pelanggan; dan tingkat keterpaksaan yang lebih sedikit karena pelanggan tidak perlu menghadapi atau melayani bujukan dari faktor-faktor emosional.  

Respons Mahasiswa terhadap Tren Belanja Online

Berdasarkan hasil survei yang melibatkan 6.285 responden di Indonesia yang dirilis Populix pada tahun 2020, kelompok masyarakat yang paling banyak melakukan belanja online adalah mereka yang berusia 18-21 tahun dan 22-18 tahun dengan masing-masing 35 persen dan 33 persen suara koresponden (Junita, 2020). Rentang usia tersebut dikenal sebagai usia produktif. Rata-rata status masyarakat yang berada pada rentang usia di atas adalah mahasiswa dan karyawan (orang yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan). 

Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari lapisan masyarakat yang banyak menggunakan teknologi informasi dalam kesehariannya. Oleh karena itu, kegiatan belanja daring bukanlah sesuatu yang asing lagi di kalangan mereka. Di tengah-tengah keterbatasan waktu yang dimiliki mahasiswa akibat kesibukan mereka, belanja online menjadi solusi yang lebih hemat waktu dan tenaga. Kepraktisan berbelanja dengan cara daring memegang peranan penting akan mengapa hal tersebut sangat diminati masyarakat, khususnya mahasiswa.

Hal-hal lain yang berkaitan dan menjadi penyebab mengapa penggunaan aplikasi belanja online mengalami peningkatan di masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa antara lain  perkembangan teknologi informasi di Indonesia yang meningkat pesat dari hari ke hari, perluasan area cakupan internet, peningkatan bandwidth internet, penggunaan teknologi internet dan komunikasi terbaru yang lebih cepat dan efisien, perkembangan ponsel pintar, munculnya berbagai macam media sosial, serta semakin banyaknya masyarakat yang paham dan aktif menggunakan internet (Samsiana, dkk., 2020). 

Di sisi lain, faktor internal yang mempengaruhi tren belanja online di kalangan mahasiswa juga menjadi tanda tanya. Hal ini erat kaitannya dengan sifat konsumerisme masing-masing individu mahasiswa dan bagaimana mereka menyikapinya.

Pada umumnya, fenomena perilaku konsumtif mahasiswa identik dengan gaya hidup glamor, hedon, boros, dan serba instan. Perilaku konsumtif ini kemudian dianggap lazim dialami pada masa-masa remaja, terutama pada mahasiswa yang rata-rata berada pada usia yang rawan akan perubahan dan hal-hal baru. 

Remaja terkesan senang dengan perilaku yang berbau konsumtif dan hedon (kesenangan/kenikmatan). Beberapa dari mereka senang mengeluarkan uang demi mendapatkan barang yang sedang populer karena tidak mau ketinggalan zaman. Dengan banyaknya media sosial, hadirlah iklan-iklan serta promosi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh hiburan terkenal yang menarik orang-orang untuk membeli produk yang bersangkutan, sekalipun mereka tidak memerlukannya.

Konsumerisme bukan satu-satunya faktor internal yang menyebabkan meningkatnya minat mahasiswa terhadap aktivitas belanja online. Keterbatasan ekonomi juga menjadi salah satu akibatnya. Tidak diragukan lagi bahwa mahasiswa memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, misalnya uang kuliah tunggal (UKT), gawai untuk perkuliahan, dan lain-lain. Belum lagi, mahasiswa yang tinggal sendiri harus mengatur keuangannya untuk membeli makanan. 

Kebutuhan-kebutuhan ini dalam pemenuhannya memerlukan jumlah uang yang kadang tidak sedikit. Oleh karena itu, untuk mengurangi pengeluaran, mahasiswa lebih memilih belanja secara daring karena cenderung memakan biaya yang lebih sedikit dibandingkan jika belanja secara luring (offline). Berbelanja online tidak membutuhkan biaya transportasi untuk pergi ke toko yang menjual barang yang ingin dibeli. Selain itu, adanya pengeluaran yang tidak direncanakan, seperti makan di restoran atau rumah makan setelah berbelanja (sebagaimana sering dilakukan oleh orang-orang di pusat perbelanjaan), dapat dihindari.

METODE

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif, yaitu metode pengumpulan data dan informasi yang didapat dari contoh-contoh hasil penelitian yang telah ada sebelumnya. Setelah itu, dilakukan observasi yang merujuk pada buku, jurnal, web, dan lain sebagainya. 

Data-data yang diperoleh kemudian dipilah lalu dirangkai menjadi satu kesatuan yang dapat membantu peneliti untuk mengambil kesimpulan dari informasi yang telah diperoleh, lalu dilakukan analisis untuk menjawab pertanyaan sehingga dapat memperoleh jawaban yang dapat menjawab permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini.

Adapun teknik pengolahan data yang akan digunakan yaitu: a) kutipan langsung, yaitu peneliti mengutip pendapat atau tulisan orang secara langsung sesuai dengan aslinya tanpa mengubah apapun, misalnya dalam buku transaksi jual beli online melalui website; b) kutipan tidak langsung, yaitu mengutip pendapat orang lain dengan cara memformulasikan kutipan ke dalam susunan redaksi yang baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan Platform Belanja Online

Dewasa ini, perkembangan teknologi yang mengiringi kehidupan manusia untuk menjalankan kehidupan sehari-hari semakin pesat. Peran teknologi sangat membantu dan mempermudah manusia dalam berbagai hal. Kecanggihan teknologi dapat dimanfaatkan, salah satunya, untuk melakukan kegiatan jual-beli. Di Inggris, teknologi ini sudah dimanfaatkan untuk kegiatan jual beli secara daring atau online shopping sejak tahun 1970-an. 

Di Indonesia sendiri, jual-beli online baru mulai eksis di kalangan masyarakat pada abad ke-21. Banyak masyarakat yang sudah memiliki pekerjaan pun tetap memutuskan untuk membuat sebuah usaha yang dirintis melalui aplikasi belanja online karena kemudahan dan kepraktisannya dalam hal transaksi. 

Sebelum belanja online ada, masyarakat melakukan kegiatan jual-beli dengan sistem konvensional: masyarakat bertemu secara langsung secara tatap muka dan bisa melihat barang yang ingin dibeli secara langsung. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan meningkatnya jumlah penggunaan internet, manusia cenderung beralih dari sistem belanja konvensional menjadi belanja online (Nugroho, 2020).

Menurut survey yang dilakukan oleh Hootsuite dan We Are Social pada awal tahun 2019, dari total 268,2 juta populasi di Indonesia, terdapat sebanyak 133 persen atau 355,5 juta pelanggan telepon, 56 persen atau sebanyak 150 juta pengguna internet, 56 persen atau sebanyak 150 juta pengguna aktif media sosial, dan 48 persen atau sebanyak 130 juta pengguna media sosial seluler.

Gambar 2. Pengguna Internet dan Teknologi Digital di Indonesia Sumber: BOC Indonesia, boc.web.id/statistik-pengguna-digital-dan-internet-indonesia-2019
Gambar 2. Pengguna Internet dan Teknologi Digital di Indonesia Sumber: BOC Indonesia, boc.web.id/statistik-pengguna-digital-dan-internet-indonesia-2019

Selain itu, rata-rata masyarakat menggunakan internet adalah 8 jam 36 menit, rata-rata waktu menggunakan media sosial adalah 3 jam 26 menit, rata-rata waktu menonton tayangan di televisi adalah 2 jam 52 menit, dan rata-rata waktu mendengarkan musik adalah 1 jam 22 menit.

Gambar 3. Rata-Rata Waktu Penggunaan Teknologi Digital | Sumber: BOC Indonesia, boc.web.id
Gambar 3. Rata-Rata Waktu Penggunaan Teknologi Digital | Sumber: BOC Indonesia, boc.web.id

Dengan bertumbuhnya permintaan belanja online, semakin banyak pula orang yang memulai toko daring sebagai bisnis. Bisnis online adalah peluang besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia. Di awal tahun 2000-an, masyarakat sudah mulai beralih dari jual beli konvensional ke jual beli online. Pertumbuhan E-Commerce (jual-beli secara daring) di Indonesia sangat pesat hingga mempengaruhi pola belanja masyarakat. Persaingan para pedagang online pun semakin ketat karena banyaknya pemilik lapak online.

Oleh karena itu, strategi yang bagus sangat diperlukan untuk bertahan dalam bidang ini. Setiap pedagang online harus konsisten mempromosikan usahanya dalam rangka menarik konsumen. Produk harus dipresentasikan seindah mungkin agar konsumen tertarik dengan barang-barang di etalasenya. Pemilik toko juga harus ramah dalam membalas pesan calon konsumen agar calon konsumen merasa nyaman berbelanja di tokonya  sehingga dengan demikian, para konsumen mau mempertimbangkan untuk memberi penilaian (rating) yang baik terhadap tokonya (Dewi & Hanifa, 2015).

Banyak masyarakat beranggapan bahwa online shopping lebih efisien. Faktor pendukung lainnya, seperti kesibukan masyarakat dan kebutuhan yang mendesak, menjadikan belanja online sebagai alternatif, bahkan pilihan utama dalam mencari barang yang ingin dibeli. Di lain sisi, masyarakat memilih jual beli online karena: 1) dalam jual beli online, pembeli dapat dengan mudah mengakses katalog yang disediakan oleh penjual di mana saja dan kapan saja; 2) hemat biaya transportasi; 3) cakupan jual-beli online lebih luas. Tidak hanya orang sekitar kita saja yang dapat menjangkaunya, tetapi bisa dijangkau oleh seluruh dunia (Sulianta, 2004).

Tidak sesempurna yang dipikirkan, dalam realitanya, bisnis online pun tidak selalu berjalan dengan efisien. Masih banyak kendala dalam pelaksanaannya. Banyak masyarakat yang mengeluh atas banyaknya penipuan dalam kegiatan belanja online. Tidak hanya rawan penipuan, kegiatan belanja secara daring juga memiliki kelemahan-kelemahan lainnya, antara lain: tidak bisa memastikan keaslian barang hanya dengan foto di katalog karena kemungkinan penjual mengambil gambar mirip pihak lain yang memiliki produk yang sama bukan tidak ada dan barang tidak bisa langsung diterima setelah dibeli karena membutuhkan waktu untuk mengirim dari tempat penjual ke alamat pembeli.

Untuk menyikapi hal tersebut, banyak situs belanja online yang memperketat keamanan mereka. Aplikasi Shopee, sebagai contoh, menggunakan sistem penahanan uang sebagai jaminan keamanan. Sebelum pembeli mengkonfirmasi kedatangan barang, uang yang telah dibayar oleh pembeli dengan cara transfer tidak akan diteruskan ke penjual. Hal ini mengurangi aktivitas penipuan yang selama ini menahan sebagian orang untuk berbelanja online.

Alasan Tingginya Peminat Belanja Online

Belanja secara daring (online) menjadi sebuah gaya hidup baru bagi masyarakat dewasa ini yang hidup dan berinteraksi dengan gawait yang terkoneksi dengan jaringan internet. Tren tersebut didukung dengan banyaknya platform e-commerce yang kian tahun kian marak hadir seiring dengan peningkatan konsumerisme masyarakat masa kini. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh perusahaan teknologi e-commerce, SIRCLO, didapat bahwa rata-rata seseorang dapat berbelanja online sebanyak 3-5 kali setiap bulan dan menghabiskan hingga 15 persen dari pendapatan bulanan mereka.

Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2019, mencatat pertumbuhan pengguna internet dan dampaknya bagi tren belanja online. Data yang ditampilkan Susenas 2019 berada pada rentang kategori kota-kota yang generasinya menggunakan layanan internet untuk belanja online. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku belanja online masyarakat adalah persepsi  manfaat.  Persepsi  manfaat  didefinisikan sebagai keyakinan  konsumen  tentang  sejauh mana  ia  akan  menjadi  lebih  baik  dari  transaksi online melalui situs web tertentu. 

Konsep dari kata "manfaat" mengacu pada sejauh mana suatu inovasi dianggap lebih baik untuk menggantikan gagasan yang telah ada sebelumnya.  Misalnya,  manfaat  dari  berbelanja  melalui situs web mencerminkan  pengakuan konsumen bahwa metode belanja baru tersebut memberikan manfaat tertentu sebagai format belanja alternatif. Jika seorang pelanggan percaya bahwa  ia  akan mendapatkan  keuntungan  yang  lebih  besar  ketika  membeli sesuatu secara daring daripada secara konvensional, ia tentu lebih memilih opsi belanja tersebut dalam  pemenuhan   kebutuhannya.

Susenas menyatakan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 116 juta pada tahun 2019. Dari angka tersebut, tercatat kategori masyarakat yang paling meminati kegiatan belanja online adalah kaum milenial (kelahiran tahun 1981-1996). Data tersebut mencatat bahwa dari 47 juta milenial pengguna internet, sebanyak 17 persen atau sekitar 7,8 juta di antaranya suka belanja online. 

Di sisi lain, jumlah pengguna internet dari generasi Z (kelahiran tahun 1997 ke atas) sekitar 44 juta, dan 3,8 juta atau 9 persen di antaranya suka berbelanja online. Sementara itu, dari kalangan generasi X (kelahiran tahun 1965-1980), ada sekitar 21 juta pengguna internet yang 13 persen atau 2,7 juta penggunanya suka berbelanja daring. Generasi yang lahir pada 1946-1964 (baby boomers), dari 4,5 juta jumlahnya, hanya 10 persen atau sekitar 450 ribu orang saja yang memanfaatkan internet untuk belanja online. Terakhir, kalangan dari generasi paling lawas, yakni yang lahir pada tahun 1928-1945, dari 124 ribu orang, hanya 9 persen yang memanfaatkan fasilitas ini.

Perilaku Belanja Online di Kalangan Mahasiswa

Dari data di atas, didapat bahwa mahasiswa yang memiliki rentang umur serupa berada pada posisi pertama lapisan masyarakat yang gemar berbelanja online. Eratnya relasi antara mahasiswa dan teknologi menjadi salah satu alasan tingginya pengetahuan mereka akan aktivitas belanja online. Hal ini terjadi karena kenyamanan dan kepraktisan yang ditawarkan aktivitas belanja online kepada publik.

Belanja secara daring cenderung menghemat biaya dan waktu. Biaya transportasi maupun biaya tidak terencana lainnya dapat dihindari dengan berbelanja secara daring. Kebebasan akses yang terus-menerus selama 24 jam, kemudahan dalam memilih produk karena sudah disediakan katalog, dan tidak adanya dorongan emosional akibat penjual toko menjadi alasan banyak orang beralih ke cara belanja ini. Produk-produk yang dipromosikan dengan baik dan diunggah dengan cantiknya ke situs jual-beli online banyak menarik orang-orang untuk membelinya, bahkan sekalipun mereka tidak membutuhkan hal tersebut.

Hal di atas kemudian dapat dikaitkan dengan faktor-faktor internal dari dalam diri masyarakat sendiri, atau dalam hal ini: mahasiswa. Globalisasi membentuk masyarakat menjadi lebih praktis, instan, dan konsumtif. Sifat-sifat ini akhirnya menimbulkan rasa malas yang, jika dipasangkan dengan kemudahan belanja online, menjadi komplementer atau saling melengkapi. Perilaku konsumtif mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat dapat dijelaskan dengan teori masyarakat konsumtif berikut.

Dalam jurnalnya, Noor Fatmawati (2020) menulis bahwa teori masyarakat konsumsi merupakan konsep kunci dalam pemikiran Jean Baudrillard untuk menunjukkan gejala konsumerisme yang sangat luar biasa dan telah menjadi bagian dari gaya hidup manusia modern. 

Baudrillard menyatakan bahwa masyarakat konsumsi tidak lagi digerakkan oleh kebutuhan dan tuntutan konsumen, melainkan oleh kapasitas produksi yang sangat besar. Rasionalitas konsumsi dalam sistem masyarakat konsumen telah berubah drastis, karena saat ini masyarakat membeli barang bukan hanya sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan (needs), namun lebih sebagai pemenuhan hasrat (desire). Konsumsi melibatkan hasrat. Oleh karena itu, proses konsumsi bukan hanya sekedar proses ekonomi, melainkan juga proses psikologis.

Jika diperhatikan, gaya berpakaian mahasiswa terkesan bersaing satu sama lain. Mereka seperti berlomba-lomba untuk memiliki produk-produk bermerek terkenal dan sedang tren. Bahkan, terkadang mahasiswa lebih memperhatikan merek daripada barang itu sendiri. Satu merek lebih dianggap berkelas tinggi dibanding merek lainnya, sehingga mereka rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan produk bermerek tersebut. Perilaku ini cenderung bersifat negatif dan ada akibat pengaruh lingkungan sosial individu mahasiswa itu sendiri. Rasa ingin dihormati dan dipandang hebat ada sebagai hasil dari interaksi sosial antarindividu. Dapat juga dibilang bahwa mahasiswa mengekspresikan dirinya lewat produk-produk yang digunakannya.

Di sisi lain, adanya aktivitas jual-beli online juga membawa peluang berbisnis bagi mahasiswa. Untuk membuka toko secara konvensional, dibutuhkan modal yang besar, misalnya untuk menyewa lapak, membayar sewa, membayar karyawan, dll. Dibutuhkan juga waktu yang banyak. Toko harus dijaga selama toko tersebut buka. Mahasiswa tidak akan mampu melakukan hal ini akibat keterbatasan biaya atau keterbatasan waktu karena harus belajar. 

Adanya online shopping sebagai peluang bisnis membawa dampak positif bagi mahasiswa yang ingin menambah penghasilan atau ingin sekedar menambah pengalaman berwirausaha. Dewasa ini, dengan banyaknya opsi media sosial, untuk membuka toko online bukan hal yang sulit. Modal yang besar juga tidak dibutuhkan. Penjual bisa berjualan dari rumah mereka masing-masing sembari melakukan pekerjaan pokok mereka.

PENUTUP

Perubahan era dari konvensional ke digital berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat dari berbagai lapisan. Salah satunya adalah gaya berbelanja mereka. Dengan hadirnya teknologi, tercipta sebuah cara berbelanja baru, yaitu belanja online. Kegiatan belanja secara daring (online shopping) adalah kegiatan transaksi jual-beli yang dapat dilakukan menggunakan gawai yang terkoneksi internet, tanpa harus bertatap muka. 

Tren belanja online belakangan ini berkembang pesat di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa, akibat kenyamanan dan kepraktisan yang ditawarkannya: efisiensi waktu, penghematan biaya transportasi, fleksibilitas akses yang tinggi, luasnya jangkauan sehingga pilihan produk yang tersedia lebih banyak. 

Online shopping juga dapat menjadi peluang bisnis sembari mahasiswa menempuh studi karena modal yang dibutuhkan cenderung lebih sedikit dan toko tidak perlu dijaga selama buka sebagaimana toko konvensional. Akan tetapi, dampak positif bukan satu-satunya dampak yang diakibatkan aktivitas belanja daring. Ramainya kegiatan belanja online berbanding lurus dengan bertambahnya penipuan yang dilakukan oleh toko-toko online yang tidak bertanggung jawab. 

Selain itu, mudahnya akses berbelanja dan banyaknya promosi kreatif yang dilakukan di internet memicu mahasiswa untuk membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tidak perlu dan terkadang cenderung mahal. Online shopping juga mendorong konsumerisme mahasiswa. Sengitnya pertarungan sosial yang mengatasnamakan merek semakin menjadi-jadi. Kemudahan akses ke portal belanja online juga dapat menjadi poin negatif. Banyak godaan yang timbul hanya dengan melihat-lihat katalog barang.

REFERENSI

Dewi, Olvy Nanda & Hanifa, Fanni Husnul. (2015). Analisis perilaku konsumen yang berbelanja secara online melalui marketplace kaskus. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora, 5(1), 65.

Fatmawati, Noor. (2020). Gaya Hidup Mahasiswa Akibat Adanya Online Shop. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 29(1), 30. https://dx/doi/org/10.17509/jpis.v29i1.23722

Jatmiko, Leo Dwi. (2020). APJII: 196,7 Juta Warga Indonesia Sudah Melek Internet. Diakses pada 19 Januari 2021 dari https://teknologi.bisnis.com/read/20201110/101/1315765/apjii-1967-juta-warga-indonesia-sudah-melek-internet

Junita, Nancy. (2020). Pandemi Covid-19, Survei BPS: Tren Belanja Online Naik, Mayoritas Milenial Perempuan. Diakses pada 19 Januari 2021 dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20200603/12/1247992/pandemi-covid-19-survei-bps-tren-belanja-online-naik-mayoritas-milenial-perempuan

Nugroho, Yudi Anugrah. (2020). Kisah Masuknya Budaya Belanja 'Online' ke Indonesia. Diakses pada 19 Januari 2021 dari https://merahputih.com/post/read/kisah-masuknya-budaya-belanja-online-ke-indonesia/

Prasilowati, Sri Lestari & Widiyanto, Ibnu. (2015). Perilaku Pembelian Melalui Internet. JMK, 17(2), 110. DOI: 10.9744/jmk.17.2.109--112

Sari, Chaca Andira. (2015). Perilaku Berbelanja Online di Kalangan Mahasiswi Antropologi Universitas Airlangga. AntroUnairdotNet, IV(2), 209-210.

Statistik Pengguna Digital Dan Internet Indonesia 2019. (2019). Diakses pada 20 Januari 2021 dari https://www.boc.web.id/statistik-pengguna-digital-dan-internet-indonesia-2019/

Sulianta, Feri. (2004). Transaksi Online Dalam dan Luar Negeri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Wicaksono, Y. (2008). Panduan Praktis Buka Usaha dengan Modal Laptop. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun