Menurut survey yang dilakukan oleh Hootsuite dan We Are Social pada awal tahun 2019, dari total 268,2 juta populasi di Indonesia, terdapat sebanyak 133 persen atau 355,5 juta pelanggan telepon, 56 persen atau sebanyak 150 juta pengguna internet, 56 persen atau sebanyak 150 juta pengguna aktif media sosial, dan 48 persen atau sebanyak 130 juta pengguna media sosial seluler.
Selain itu, rata-rata masyarakat menggunakan internet adalah 8 jam 36 menit, rata-rata waktu menggunakan media sosial adalah 3 jam 26 menit, rata-rata waktu menonton tayangan di televisi adalah 2 jam 52 menit, dan rata-rata waktu mendengarkan musik adalah 1 jam 22 menit.
Dengan bertumbuhnya permintaan belanja online, semakin banyak pula orang yang memulai toko daring sebagai bisnis. Bisnis online adalah peluang besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia. Di awal tahun 2000-an, masyarakat sudah mulai beralih dari jual beli konvensional ke jual beli online. Pertumbuhan E-Commerce (jual-beli secara daring) di Indonesia sangat pesat hingga mempengaruhi pola belanja masyarakat. Persaingan para pedagang online pun semakin ketat karena banyaknya pemilik lapak online.
Oleh karena itu, strategi yang bagus sangat diperlukan untuk bertahan dalam bidang ini. Setiap pedagang online harus konsisten mempromosikan usahanya dalam rangka menarik konsumen. Produk harus dipresentasikan seindah mungkin agar konsumen tertarik dengan barang-barang di etalasenya. Pemilik toko juga harus ramah dalam membalas pesan calon konsumen agar calon konsumen merasa nyaman berbelanja di tokonya  sehingga dengan demikian, para konsumen mau mempertimbangkan untuk memberi penilaian (rating) yang baik terhadap tokonya (Dewi & Hanifa, 2015).
Banyak masyarakat beranggapan bahwa online shopping lebih efisien. Faktor pendukung lainnya, seperti kesibukan masyarakat dan kebutuhan yang mendesak, menjadikan belanja online sebagai alternatif, bahkan pilihan utama dalam mencari barang yang ingin dibeli. Di lain sisi, masyarakat memilih jual beli online karena: 1) dalam jual beli online, pembeli dapat dengan mudah mengakses katalog yang disediakan oleh penjual di mana saja dan kapan saja; 2) hemat biaya transportasi; 3) cakupan jual-beli online lebih luas. Tidak hanya orang sekitar kita saja yang dapat menjangkaunya, tetapi bisa dijangkau oleh seluruh dunia (Sulianta, 2004).
Tidak sesempurna yang dipikirkan, dalam realitanya, bisnis online pun tidak selalu berjalan dengan efisien. Masih banyak kendala dalam pelaksanaannya. Banyak masyarakat yang mengeluh atas banyaknya penipuan dalam kegiatan belanja online. Tidak hanya rawan penipuan, kegiatan belanja secara daring juga memiliki kelemahan-kelemahan lainnya, antara lain: tidak bisa memastikan keaslian barang hanya dengan foto di katalog karena kemungkinan penjual mengambil gambar mirip pihak lain yang memiliki produk yang sama bukan tidak ada dan barang tidak bisa langsung diterima setelah dibeli karena membutuhkan waktu untuk mengirim dari tempat penjual ke alamat pembeli.
Untuk menyikapi hal tersebut, banyak situs belanja online yang memperketat keamanan mereka. Aplikasi Shopee, sebagai contoh, menggunakan sistem penahanan uang sebagai jaminan keamanan. Sebelum pembeli mengkonfirmasi kedatangan barang, uang yang telah dibayar oleh pembeli dengan cara transfer tidak akan diteruskan ke penjual. Hal ini mengurangi aktivitas penipuan yang selama ini menahan sebagian orang untuk berbelanja online.
Alasan Tingginya Peminat Belanja Online
Belanja secara daring (online) menjadi sebuah gaya hidup baru bagi masyarakat dewasa ini yang hidup dan berinteraksi dengan gawait yang terkoneksi dengan jaringan internet. Tren tersebut didukung dengan banyaknya platform e-commerce yang kian tahun kian marak hadir seiring dengan peningkatan konsumerisme masyarakat masa kini. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh perusahaan teknologi e-commerce, SIRCLO, didapat bahwa rata-rata seseorang dapat berbelanja online sebanyak 3-5 kali setiap bulan dan menghabiskan hingga 15 persen dari pendapatan bulanan mereka.