"Ada yang lain."
"Selingkuhanmu?"
"Heh, jaga ucapanmu. Aku penyakitan gini, nggak mikir perempuan lain!" Fariz tampak jengah dengan pertanyaanku tadi.
"Asteria," ucap Fariz singkat. Namun ucapan itu sangat mengejutkanku. Asteria, nama yang lama tidak ingin kuingat. Bukan karena dia buruk, tapi aku yang merasa takut dan tak berani menemuinya lagi karena aku sudah mempermainkannya. Aku memberinya harapan. Di sisi lain, sahabat baiknya juga kuperlakukan sama.
"Kamu ingat?"Â
Pertanyaan Fariz itu menghujam hatiku. Perasaan bersalah selalu muncul setiap nama perempuan itu kudengar.Â
"Aster menulis beberapa kisahku. Dari cerita yang kukisahkan."
"Dia penulis?"
Fariz mengangguk.
"Iya. Dia menulis kisahku, tanpa meminta bayaran. Malah dia yang minta izin untuk menulis kisahku."
"Berarti kalian memang dekat dari dulu."