Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berdamai dengan Hati

6 Desember 2024   20:00 Diperbarui: 6 Desember 2024   20:03 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tangan anak memegang tangan orangtuanya. Sumber: istockphoto.com/credit: Kamonwan Wankaew

Dalam hati kecilku, aku terus melangitkan doa agar kemampuan jalan Nabil diikuti dengan celoteh-celoteh yang menggemaskan. Namun, hanya beberapa kata yang diucapkan dari bibirnya sampai usia menginjak lima tahun.

Di saat itu, aku belum bisa menerima kalau dia yang ganteng belum banyak kosakatanya. Dia hanya banyak jalan dengan kecepatan tinggi. Aku sendiri kewalahan saat mengikutinya.

Aktivitas Nabil yang sangat aktif benar-benar membuatku kelelahan. Apalagi jam tidurnya yang membuatku harus begadang, membuat pola hidup dan pola makanku kacau. Hingga pada akhirnya, saat masa pandemi Covid 19 aku menderita asam lambung. Tubuhku benar-benar lemas, dada dan perut panas. Membuatku berpikir kalau ajal segera menjemput. Pikiran-pikiran itu terus menghantui dan membuat dada sesak dan takut luar biasa. Pada akhirnya aku mengalami gangguan kecemasan dan membuatku rutin berkonsultasi dengan psikiater. Kualitas hidup benar-benar buruk. Tanpa semangat dan selalu dihantui rasa takut dan panik dalam beraktivitas.

Perhatian untuk Nabil menjadi kurang. Aku hanya fokus pada rasa khawatir berlebih dan asam lambung yang tak kunjung normal. Tentu itu sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya yang semakin membuat pikiranku tambah kacau.

***

"Putra Ibu ADHD. Tadi saya hitung daya konsentrasi dalam sepuluh hitungan," ucap psikolog anak saat aku mengajak Nabil berkonsultasi.

Aku menyadari, dari hasil konsultasi, Nabil harus mendapatkan sekolah khusus untuk pendidikannya.

"Kalau misalnya homeschooling di sekitar sini ada rekomendasi atau nggak ya, Bu?" tanyaku.

Aku berpikir untuk menyekolahkan secara homeschooling untuk kenyamanan Nabil. Seperti yang sering diam-diam kulihat di sosial media yang orang tuanya juga memiliki anak yang ciri-cirinya seperti Nabil.

"Kalau di tempat kita, homeschooling belum ada, Bu. Tapi, jika mau menyekolahkan, biar nyaman ya harus di sekolah yang benar-benar bisa telaten dengan kondisinya. Kalau di sekolah umum, kasihan putranya."

Aku mengangguk. Paham kalau putra bungsuku tak bisa bersekolah di sekolah umum. Akhirnya aku berpikir untuk melakukan terapi terlebih dahulu sebelum menyekolahkannya karena dia sering lari tanpa tahu bahaya. Kekhawatiran kalau Nabil akan kenapa-kenapa menghantuiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun