"Belum, Yah. Tapi semoga yang diceritakan Imut tadi benar Semar."
***
Hari berikutnya. Pagi-pagi Muti dan Mutmut bangun awal seperti biasanya. Mereka shalat berjamaah dengan Ibu dan Bapak. Dilanjut dengan mandi dan sarapan.
"Nanti kalian hati-hati di jalan. Kalau bingung jalan pulang, jangan lupa tinggalkan jejak."
Bapak mengeluarkan tabung kecil berwarna kuning dan kuas. Kedua barang itu diserahkan kepada Muti.Â
"Pada setiap persimpangan, kalian beri cat kuning ini. Biar mudah mencari jalan ke rumah."
"Oke, Yah!"
Setelah matahari mulai terlihat, Muti dan Mutmut berpamitan kepada Ibu dan Bapak. Tas ransel yang penuh dengan bekal dan baju ganti dibawa. Meski terlihat patah membawa ransel itu, Muti dan Mutmut sangat bersemangat untuk mencari Semar. Mereka berdua berharap kalau si semut merah, Semar, memang tetangga Imut dan keluarganya.
"Rumah kami berada di dekat pos ronda di Hutan Rindang," ucap Ibu Imut.
Hutan Rindang adalah hutan yang berada di seberang sungai Hutan Hijau, tempat tinggal Muti dan Mutmut. Mereka melintasi jembatan yang terbuat bambu dan mulai lapuk.Â
"Hati-hati jalannya, Mutmut!" ucap Muti mengingatkan saudaranya itu.