Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Depan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

17 Juni 2024   21:07 Diperbarui: 17 Juni 2024   21:19 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dengan Canva. Dokpri 

Entah untuk ke berapa kalinya aku berada di depan Instalasi Farmasi Rumah Sakit swasta ini. Antri menunggu obat untuk meredakan dan mengurangi derita yang kualami. Ya meski sudah kurasakan kesehatanku lebih baik daripada beberapa bulan kemarin.

Kulihat sekelilingku. Ada pasien yang memainkan gadgetnya, bicara dengan sanak famili yang mengantarnya, resah gelisah tanpa tahu apa yang akan dilakukan. Ada juga yang mengeluh karena obat tak juga diberikan oleh petugas.

Kebanyakan pasien itu adalah pasien yang berkonsultasi dengan spesialis kejiwaan atau psikiater. Aku bisa katakan itu karena memang jadwal praktik dokter kali ini khusus untuk pasien kejiwaan, dan saat petugas memanggil pasien tanpa dengan pengeras suara.

Seorang wanita seusiaku yang kukenal pun kuajak ngobrol. Aku tak mau kalau dianggap sombong. Beliau duduk di kursi depanku.

Wanita itu adalah teman saat aku duduk di bangku SMP, namanya Bu Anna. Wajahnya tak berubah sejak dulu, jadi aku tak pangling sama sekali. Sekalipun ada kerutan di sudut mata atau punggung tangannya.

"Keluhan yang dirasakan apa, Bu?" tanyaku kepada temanku itu.

Dengan senyum ramah, beliau bercerita kalau mengantar anaknya untuk berkonsultasi dengan psikiater. Anaknya masih SMA.

"Anak saya sulit tidur, Pak. Sampai saya bingung. Daripada dia begitu terus, saya ajak ke psikiater."

"Terus?"

"Alhamdulillah, sekarang sudah membaik. Tapi ya harus rutin ke sini. Biar pelan-pelan bisa lepas dari obat."

Aku mengangguk. Miris dan prihatin, anak muda zaman sekarang sudah merasakan mentalnya kurang sehat. Entah tekanan apa yang menyebabkannya. Tapi aku setuju dengan Bu Anna, lebih baik anaknya segera ditangani tenaga profesional agar hidupnya bisa nyaman, layaknya teman seusianya.

Percakapan dengan Bu Anna sempat terhenti. Beliau dipanggil oleh petugas bagian pembayaran obat. Tak berapa lama beliau kembali ke kursinya tadi. Sementara si anak tak juga kulihat.

"Putra Ibu di mana?" tanyaku.

"Oh, dia nunggu di mobil, Pak."

Aku mengangguk lagi. Kudengar sekilas Bu Anna bermonolog sambil melihat slip tagihan yang sudah dibayar. Beliau menggerutu tentang obat yang tidak bisa ditebus dengan asuransi kesehatan miliknya. Ketika aku menatapnya sekilas, beliau menyadarinya. Ada senyum malu terpancar dari wajahnya.

"Nggak apa-apa, Bu. Lebih baik kehilangan uang sekarang, daripada masa depan putranya hilang."

Ibu tadi menghembuskan napas perlahan. Ada kesedihan yang kutangkap dari raut wajahnya.

"Anak lelaki satu-satunya, sulung, digadang-gadang biar bisa bantu Ibunya kalau sudah dewasa, malah begini," keluhnya.

Kukira wajar kalau perempuan itu sedih luar biasa. Namun bukankah kalau si anak ditolong lebih cepat, pemulihannya juga bisa cepat? Asal ada dukungan dari keluarga.

"Yang optimis, Bu. Ibu dan keluarga dukung terus putranya."

Perempuan itu mengangguk. 

"Keluarga fokus dulu untuk pemulihan putranya. Nanti pasti dia akan membanggakan keluarga," sambungku.

Ibu itu tersenyum dan menghela napas panjang. 

"Iya, Pak. Dia itu pingin jadi dokter hebat seperti Bapak. Semoga tercapai," ucap wanita itu sambil menunjuk ke arahku.

Aku terhenyak mendengarnya. Kurasa aku bukanlah dokter yang hebat. Kalau aku hebat, pasti takkan sampai ke poli yang sama dengan anak perempuan itu.

Aku menggelengkan kepala dan tersenyum kecut. Memalingkan wajahku dari Bu Anna.

"Yang lebih hebat itu teman SMA, yang jadi psikiater dan membantuku lepas dari psikosomatik," batinku.

___

Branjang, 17 Juni 2024

#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun