"Ya udah, kalau begitu tolong Abang tanyakan ke guruku," celoteh Kaka.
Tawaku pecah. Ada-ada saja Kaka ini.
"Oke. Besok kutanyakan. Lalu sore, pulang sekolah kamu ke sini buat belajar lagi sama Abang ya!"
Kaka tersenyum dan mengambil posisi hormat kepadaku.Â
"Sudah petang. Mau Maghrib. Abang mau siap-siap shalat Maghrib. Kaka pulang dulu ya!"
***
Melewati jalanan di siang menjelang sore di Pulau Papua bersama Kaka dan temannya, terasa sangat cepat. Tak seperti biasanya.
Siang ini aku memang sengaja ke sekolah Kaka untuk menjemputnya. Sekaligus menemui gurunya dan menanyakan materi pelajaran Kaka. Biar aku bisa membantu belajar Kaka dan teman-temannya. Itu tujuanku.
Dalam bayanganku, gurunya adalah lelaki paruh baya bertubuh gempal. Maklum Kaka tak pernah cerita siapa gurunya.
"Ada yang bisa dibantu, Pak Tentara?" tanya guru Kaka ramah. Senyumnya menawan hati. Ah, rasanya baru pertama kali ini aku merasakan hatiku berdebar saat bertemu dengan perempuan.
Guru Kaka bernama Cahyani. Sesuai dengan namanya, guru Kaka terlihat bercahaya. Cahaya itu merasuki hati. Menerangi gelap hati dan membuat hatiku lebih berwarna.