Kembali Bu Cahyani menanyakan keperluanku. Aku tergagap dan sadar atas kekagumanku pada perempuan muda di depanku. Akhirnya, kukatakan saja hal yang sebenarnya. Bu Cahyani menjelaskan beberapa materi yang sudah disampaikan kepada Kaka.
"Bukunya sudah saya bagikan, Pak. Jadi Bapak bisa mengajari Kaka sepulang sekolah," terang Bu Cahyani kemudian.
Aku terhenyak. Terlupa untuk menanyakan buku pelajaran kepada Kaka. Malu juga rasanya.Â
"Jadi, Kaka sudah punya buku?" tanyaku memastikan.
Anggukan dan senyum manis Bu Cahyani membuatku semakin malu. Tapi kubuang rasa itu jauh-jauh. Tentara itu pantang malu kalau bertanya hal yang belum diketahui.
Merasa sudah cukup berbicara dengan guru Kaka itu, aku segera berpamitan. Aku berjalan menuju tempat di mana motorku terparkir. Di sana sudah ada Kaka dan temannya. Mereka melambaikan tangan dan segera duduk di atas jok motor. Begitu langkahku dekat dengan mereka, aku teringat kalau belum mendapatkan satu informasi. Segera aku kembali menemui Bu Cahyani. To the point, aku menyatakan maksudku.
***
Malam harinya, aku memberanikan untuk menyapa Bu Cahyani. Tetapi sapaan lewat WhatsApp itu hanya centang satu.Â
___
*)Cerpen masuk dalam buku Setoreh Rasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H