Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Persahabatan dan Cinta yang Tertanam di Bumi Papua

8 November 2023   21:15 Diperbarui: 8 November 2023   21:18 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kukatakan tadi, ibu membesarkan aku dan kakak-kakak seorang diri. Ayah bukanlah PNS meski kesehariannya ---ketika masih hidup--- menjadi pengajar di sebuah sekolah negeri. Itu kuketahui setelah berusia dua belas tahun. Ya, ayah seorang Guru Tidak Tetap atau Guru Honorer. Jadi, gajinya bukan dari pemerintah secara langsung yang bisa diterimakan melalui nomor rekening masing-masing. Besarannya juga tak seperti guru PNS. 

Ketika ayah berpulang karena kecelakaan dalam perjalanan menuju sekolah tempat kerjanya, otomatis keluarga kami kehilangan tulang punggung. Tak ada uang pensiunan seperti para PNS yang memasuki masa pensiun atau meninggal dunia. 

Ibu memutar otak. Ibu akhirnya memutuskan untuk berjualan di pasar. Alhamdulillah ada Bu Siti yang memberikan modalnya. Ibu tak perlu mengembalikan modal itu. Memang Bu Siti adalah tetangga yang dermawan, seperti Pak Bejo, bapaknya Bu Siti. Karena kedermawanannya, tak membuatnya jatuh miskin.

"Malah ada saja rezeki saya, Bu. Makanya saya yakin kalau sodaqoh itu membawa keberkahan untuk kami," cerita Bu Siti saat menolak uang dari ibu. Uang itu sedianya untuk pengembalian modal darinya. Dengan berbinar ibu mengucapkan terima kasih kepada Bu Siti.

***

Untuk mengusir kerinduanku kepada ibu, aku menyibukkan diri dengan warga asli. Seperti yang kau lihat hari ini.

"Di sekolah tadi kau dikasih pelajaran apa, Kaka?"

Kaka, anak yang kusapa itu hanya nyengir. Kaka dan teman-temannya menjadi sahabat, dan saudara yang begitu erat. Kami ditugaskan ke bumi Cenderawasih memang harus dekat dengan mereka.

"Aku lupa, Bang!"

Selepas menjawab pertanyaanku, dia tertawa lebar. Langsung saja aku menyentil hidungnya dengan pelan.

"Wahhh. Jangan sampai lupa, Kaka. Diingat-ingat betul pelajarannya ya. Buat bekal kalau kamu gede," ucapku sok bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun