Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Taby

18 Oktober 2023   08:08 Diperbarui: 18 Oktober 2023   08:28 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku adalah pohon tabebuya yang ditanam di halaman rumah Pak Ari. Pak Ari adalah seorang penyuka bunga. Kulihat tak hanya ada aku di halaman rumahnya.

Oh iya, Pak Ari memiliki putri cantik bernama Ria. Anak itu sangat pintar dan cerdas. Ria-lah yang membuatku berada di depan rumahnya.

Beberapa bulan yang lalu, Ria datang bersama Pak Ari ke rumah pemilikku, Pak Beni. Pak Ari dan Pak Beni bersahabat sejak lama. Pak Ari mau membeli bibit tanaman Drini. 

Saat ke rumah pak Beni itulah Ria merengek, ingin memiliki bunga cantik seperti milik Pak Beni. Bunga itu tabebuya juga. Waktu itu bunga tabebuya warna pink sedang bermekaran, sangat indah dilihat.

Rupanya Ria sangat menyukai.

"Ayah, aku pingin punya bunga seperti itu!" 

Ria menunjuk ke arah tabebuya yang juga temanku itu. Hanya saja usia tabebuya itu memang lebih tua. Jadi berbunga lebih dulu.

"Kita minta Pak Beni ya, Yah!"

Mendengar permintaan Ria, Pak Ari tentu menasehati Ria. Lalu bertanya, "Kamu lihat pohonnya kan, Ria? Itu sudah ditanam di tanah. Sudah besar juga. Nggak mungkin kita bawa 'kan?"

Ria mengangguk, meski terlihat cemberut. Aku tertawa melihat lucunya saat Ria cemberut. 

Sementara Pak Beni berjalan ke arahku. Lalu mengangkatku dan membawaku ke arah Pak Ari dan Ria.

"Bagaimana kalau Om Beni beri hadiah bunga ini?" Pak Beni sambil menyerahkan aku yang masih berada dalam polybag.

Ria sangat senang karenanya. 

"Aku mau, Om!" serunya riang.

"Bilang apa kalau diberi sama Om?" tanya Pak Ari.

"Terima kasih, Om," ucap Ria sambil bersalaman dan mencium tangan Pak Beni.

"Iya, anak cantik. Jangan lupa dirawat bunga ini ya! Biar mau berbunga," nasehat Pak Beni.

Akhirnya aku dibawa ke rumah Pak Ari dan ditanam di halaman rumahnya. 

"Kamu kukasih nama Taby, ya!" ucap Ria padaku. 

***

Ria sangat rajin merawatku. Aku disirami setiap hari. Jadi aku semakin tinggi dan besar.

Saat menyiramiku dia sering mengajakku mengobrol, "Cepat berbunga ya, Taby! Aku nggak sabar mau lihat bunga yang indah seperti bunganya Om Beni."

Aku mengangguk. Dia terlihat senang sekali. Kami jadi sering mengobrol. Aku sendiri juga sangat senang, karena aku dirawat dengan baik, seperti Pak Beni saat merawatku dulu.

***

Hari-hari cepat berlalu. Tak terasa aku sudah lama ditanam dan dirawat di halaman rumah Pak Ari. Aku semakin besar dan tinggi. 

Dari batang kecilku bermunculan bakal kuncup yang cukup banyak.

"Wah, tak lama lagi kamu sudah berbunga, Taby. Aku senang sekali!" ucap Ria.

Dia berlari ke dalam rumah. Tak lama kemudian dia keluar bersama Pak Ari.

"Lihat, Yah! Taby sudah mau berbunga," Ria menunjuk bakal kuncup di batang kecilku.

"Alhamdulillah. Kamu merawatnya dengan baik, Ria. Jadi Taby-nya bisa berbunga."

Beberapa hari kemudian, bakal kuncup akhirnya bermekaran. Aku merasa semakin indah dan cantik karenanya.

Namun tak kusangka, ternyata Ria sangat kecewa.

"Kenapa warnamu seperti ini? Kamu jelek!" ucapnya padaku.

Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung meninggalkan aku. 

Kekecewaan Ria membuatku sedih. Aku yang semula merasa cantik dan indah, menjadi menyesal juga. 

Ternyata dia ingin bunga tabebuya yang berwarna pink, persis milik Pak Beni. Sedangkan aku, bungaku berwarna kuning.

"Sudahlah, Taby. Tak usah sedih gitu. Kamu tetap indah dan cantik kok," ucap Bunga Anggrek yang berada di pohon mangga, tak jauh dariku.

"Nggak, Anggrek. Kamu tahu sendiri 'kan? Ria tak menyukaiku. Aku jelek."

"Kita 'kan nggak bisa milih mau berwarna apa. Jadi kita harus menerima itu. Lagi pula, semua ciptaan Allah itu semua indah lho," Bunga Anggrek menasehatiku.

"Teruslah indah, Taby! Pasti banyak yang menyukaimu. 'Kan semua orang itu suka bunga," lagi-lagi Anggrek menghiburku.

Aku menyetujui ucapan Anggrek itu. 

***

Setelah Ria kecewa, Pak Ari yang ganti menyiramiku setiap hari. Ria hanya melihat dari jauh. 

Aku tak sedih lagi. Aku bersyukur sekali, Pak Ari merawatku dengan baik. Karena kebaikan Pak Ari, aku terus berbunga setelah bunga lainnya mulai layu dan berjatuhan. Sebagai ucapan terima kasih kepadanya.

"Ria, sini!" Pak Ari memanggil Ria untuk mendekat ke arah Pak Ari yang berada di dekatku.

"Ria, lihatlah Taby. Dia terus berbunga 'kan. Meski kamu nggak merawatnya. Nggak menyiraminya lagi. Padahal Om Beni memberikan hadiah bunga ini ke kamu. Kamu yang diberi tugas merawatnya bukan?"

Lama sekali Ria terdiam. Kemudian dia melihat ke arahku.

"Ayah, tolong aku difoto bareng Taby yang indah dan cantik ini ya!"

___

Branjang, 18 Oktober 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun