Aku dan saudara-saudara sangat prihatin. Di masa mudanya bapak tak dekat dengan kami. Lalu di masa tuanya, jarak itu tetap ada. Singkat cerita bapak merasa kesepian dan menemukan kebahagiaan saat ada perempuan itu. Namun karena sesuatu hal, perempuan itu harus pergi dari kampung kami.
Akibat perginya perempuan itu dari kampung kami, bapak semakin kurus kering dan seperti orang kebingungan. Sampai-sampai bapak harus kami ajak berkonsultasi ke psikiater.Â
Di sana bapak mengaku kalau ada banyak hal yang membuat semangat hidupnya turun drastis. Mulai dari meninggalnya ibu, ditinggal teman yang dia rasa dekat dengannya. Sampai merasa takut kalau rumah akan diobrak-abrik keluarga temannya itu. Entah apa yang mendasari pemikiran bapak.
Yang jelas, aku paham siapa yang dimaksud bapak tentang temannya yang meninggalkannya. Dia adalah perempuan yang disukai bapak.
"Barang-barang pentingnya tolong diamankan," tiba-tiba bapak mengagetkanku.
"Apa yang diamankan, pak?" Selidikku. Aku merasa tak perlu mengamankan sesuatu. Ada penjagaan Allah yang lebih aman.Â
Itu salah satu ketakutan berlebihan dari bapak. Tak kurang-kurangnya aku dan saudara-saudara menasehati bapak untuk terus mendekat kepada Allah. Membaca Alquran dan perbanyak shalat sunnah. Seperti yang dilakukan ibu di penghujung waktunya di dunia. Bukan memikirkan hal duniawi lagi. Namun nasehat kami hanya diiyakan saja oleh bapak.
Saat berkonsultasi ke psikiater, kami mendapatkan penjelasan bahwa bapak tak bisa membedakan antara hal yang nyata dan yang tidak. Jadi wajar kalau bapak merasa takut jika rumahnya akan diobrak-abrik. Kemudian bapak kebingungan dan mudah lupa. Menurut psikiater itu karena faktor usia di mana volume otak semakin berkurang.Â
Apalagi segala hal dipikir. Itu membuat stress dan kalau dalam keadaan sedih, bapak pasti semakin membuat depresi. Kami harus siap dengan sikap kekanakan bapak di tengah sibuknya memikirkan dan menyekolahkan anak.
Kami sadar kalau asal muasal dropnya bapak karena larangan kami kepada bapak yang selalu memikirkan perempuan lain. Itu tak diceritakan kepada psikiater. Kalau psikiater tahu hal itu, pasti akan mengarahkan kami, anak-anak bapak, untuk mendukung bapak jika mau menikah.Â
Sebenarnya kami tak masalah kalau bapak mau menikah lagi. Yang membuat kami tak setuju, bapak menyukai remaja belasan tahun, usianya sepantaran dengan salah satu cucunya.