Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Gadisku

26 Maret 2023   19:10 Diperbarui: 26 Maret 2023   19:15 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: edit Canva. Dokpri 

Gadis remaja yang kutemui lagi saat buka puasa kemarin bercerita selama dirinya berada di pondok pesantren.

"Bu, kemarin temenku ada yang dapat iqab lagi," dia mulai ceritanya. Iqab itu hukuman bagi santri yang melakukan pelanggaran.

Aku yang berada di sampingnya bersama buliknya menanyakan penyebabnya.

"Soalnya pacaran, Bu" jawabnya singkat.

Saat penjengukan sebelumnya, dia juga pernah bercerita kalau temannya dihukum. Hukumannya itu si teman harus berkalung kardus bekas yang bertuliskan kalau si santri melakukan pelanggaran.

"Masih pacaran?" Tanyaku penasaran.

Gadis remajaku itu mengangguk. Lalu dia bercerita kalau hukuman yang diterima temannya beda. Tidak berkalung kardus bekas lagi. Temannya harus berjilbab dengan kain perca.

"Kalau mbak Nis dibegitukan sama ustadzah kira-kira malu apa nggak?"

"Ya malulah, Bu," ucapnya sambil tersenyum.

"Kalau misalnya malu, mbak Nis nggak usah macem-macem di pondok. Nanti malu sendiri kalau dihukum seperti temenmu," nasehatku.

Buliknya juga menasehati keponakannya yang menginjak remaja itu. Hampir sama nasehatnya.

"Aku pernah dapat surat juga," ucap gadisku pelan. Aku terkejut. 

"Surat? Dari ikhwan?"

Gadisku itu hanya mengangguk.

"Terus isinya apa, mbak Nis?" Selidikku.

"Iya. Bulik penasaran, isinya apa?" Tanya buliknya.

"Aku nggak tahu. Aku nggak buka kok. Nggak baca juga. Yang baca malah temenku," begitu ceritanya.

"Terus ikhwan yang nyurati aku malah dihukum. Aku nggak dihukum".

"Ya kalau ada yang nyurati lagi, nggak usah ditanggapi, mbak Nis. Kalau kamu tanggapi, pasti kamu dapat hukuman," Nasehat buliknya.

"Iya, bulik".

"Ibu seusiamu sampai kuliah saja nggak pacaran lho, mbak Nis. Bulik juga. Coba kamu tanya Bulik," ucapku untuk memberikan contoh bagi putri sulungku itu.

"Lha terus kalau sama bapak dulu gimana, Bu?"

"Ibu sama bapak sudah kerja. Terus menikah."

Ah, rasanya belum lama aku melahirkan putriku itu. Kini sudah memasuki masa remaja. Sudah mendapat surat dari lawan jenisnya. 

Kumerasa sedikit lega, menyekolahkannya di boarding school. Setidaknya, dia tahu ilmu agama, tahu mana yang dilarang dan yang diperbolehkan dalam bersosial. Meski pada awalnya aku menangis saat berpisah dengannya.

Semoga Allah menjaganya di sana.

Branjang, 26 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun