Rasanya tak ada seorang lelaki yang tak tertarik padamu. Semua lelaki mengagumimu. Kamu supel, cerdas dan baik hati. Siapapun teman pasti kamu bantu.
Kalau kamu tanyakan padaku, apakah aku termasuk di antaranya. Jawabku, pasti. Meski jawaban itu hanya kubatin saja.
Aku lelaki yang tahu diri. Tak begitu cerdas. IPK tiap semester mepet di angka tiga. Malah pernah di bawah itu. Hingga akhirnya aku mengulang beberapa semester biar hasil kuliahku tak mengecewakan kedua orangtuaku.
Alhasil, aku wisuda di kloter akhir. Saat teman-teman seangkatan sudah bekerja dan menikah, aku masih berkutat dengan revisi demi revisi dari dosen pembimbingku. Meski begitu aku tak patah semangat.Â
***
Kamu adalah adik tingkatku yang memesona. Bahkan dosen muda yang belum menikah pun kudengar mendekatimu.
Keder juga mendengar kabar itu. Jangankan bersaing dengan dosen, untuk bersaing dengan sesama mahasiswa saja, aku sudah pasti tereliminasi.
Akhirnya aku harus sadar diri akan keberadaanku. Menggapaimu bagaikan di alam mimpi. Aku harus segera bangun, agar tak terlalu jauh berharap padamu.
***
Sidang skripsi dan revisi sudah kulalui. Lembaran-lembaran naskah skripsipun sudah rapi terjilid.Â
Ya, aku akhirnya lulus. Wisuda dihadiri kedua orangtuaku. Senyum merekah dari wajah yang mengeriput itu, membuatku sangat berharga di mata mereka.Â
Tapi aku merasa tak berharga di hadapanmu, apalagi di hatimu. Kamu tak kuundang. Siapalah aku ini.Â
Sudahlah. Aku harus mulai berpikir logis. Kebahagiaan orangtuaku akan kusempurnakan dengan bekerja sebaik mungkin.Â
Aku bekerja di sebuah sekolah swasta. Tak jauh dari rumah. Dengan gaji yang tak seberapa, aku tak peduli. Aku hanya paham kalau kesuksesan itu berproses. Yang penting, aku harus ulet.
***
"Di, ini putriku. Kamu kenal kan?" Tanya Kepala Sekolahku saat aku berkunjung untuk wawancara keperluan PPGku.
Kamu berjalan ke arah kami berbincang. Teh hangat kamu bawa dengan baki pink di tanganmu.
Lidahku kelu. Tak bisa menjawab pertanyaan yang jawabannya sangat mudah.Â
"Dia mengaku kenal kamu pas aku cerita tentang guru muda di sekolah. Hahaha," ujar beliau, Kepala Sekolahku, seolah paham perasaanku.
Ah ternyata dunia itu sempit. Di rumah Kepala Sekolahku, aku menemukanmu tersipu malu.Â
***
Menggapaimu, bagaikan di alam mimpi, di alam ini. Tapi ternyata, sesuatu yang pasti
Tersenyumlah padaku, oh, bidadariku, karena kau tahu itu sangat berarti bagiku 'tuk tak berhenti menggapaimu*)
Alunan lagu itu menyemangatiku dalam mengerjakan segala aktivitas PPG. Sebuah lagu yang menggambarkan lukisan hatiku setelah bersua denganmu lagi, Dhira.
Branjang, 4 September 2022
*)Potongan lagu Jikustik, Menggapaimu.
#inspirasi lagu #cerpen jora #fiksi jora
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H