Rasanya tak ada seorang lelaki yang tak tertarik padamu. Semua lelaki mengagumimu. Kamu supel, cerdas dan baik hati. Siapapun teman pasti kamu bantu.
Kalau kamu tanyakan padaku, apakah aku termasuk di antaranya. Jawabku, pasti. Meski jawaban itu hanya kubatin saja.
Aku lelaki yang tahu diri. Tak begitu cerdas. IPK tiap semester mepet di angka tiga. Malah pernah di bawah itu. Hingga akhirnya aku mengulang beberapa semester biar hasil kuliahku tak mengecewakan kedua orangtuaku.
Alhasil, aku wisuda di kloter akhir. Saat teman-teman seangkatan sudah bekerja dan menikah, aku masih berkutat dengan revisi demi revisi dari dosen pembimbingku. Meski begitu aku tak patah semangat.Â
***
Kamu adalah adik tingkatku yang memesona. Bahkan dosen muda yang belum menikah pun kudengar mendekatimu.
Keder juga mendengar kabar itu. Jangankan bersaing dengan dosen, untuk bersaing dengan sesama mahasiswa saja, aku sudah pasti tereliminasi.
Akhirnya aku harus sadar diri akan keberadaanku. Menggapaimu bagaikan di alam mimpi. Aku harus segera bangun, agar tak terlalu jauh berharap padamu.
***
Sidang skripsi dan revisi sudah kulalui. Lembaran-lembaran naskah skripsipun sudah rapi terjilid.Â