**
Beberapa hari suami tak pulang. Tiba-tiba saja kuterima chat darinya.
"Aku ingin menjadi duda lagi saja," chat suamiku saat lemburan di kantornya.
Memang saat itu, ada pertengkaran kecil. Masalah aku beli tanah. Suamiku tak setuju. Namun aku tak perlu menjelaskan kepada suamiku kenapa aku membeli tanah. Rencana pembelian tanah sudah lama, bahkan sebelum aku dinikahi suamiku.
Saat dia "pergi" untuk pertama kalinya, aku sedih. Kutumpahkan perasaan kepada saudara-saudaraku. Atas pertimbangan mereka, aku menemui suami di tempat kerjanya.Â
Aku berharap, kami saling introspeksi diri. Kenyataannya visi misi rumah tangga tak bisa disatukan.
"Karena hubungan kita sulit, aku maju ke PA, dik."Â
Keputusan yang diambil itu hanya dinyatakan lewat WA. Selang beberapa hari, barulah kubalas WAnya. Kupersilakan dia maju ke PA.
**
Jalan hidup orang memang tak sama. Pasti punya masalah pelik sendiri-sendiri. Akhirnya, setelah menjadi ASN, suamiku malah kelabakan sendiri. Dia meminta tanda tanganku untuk membeli perumahan. Lagi-lagi itu dikomunikasikan lewat WA.
Kujawab kalau aku tidak mau menandatangani apapun. Itu yang membuat suamiku kalang kabut. Ya, aku sudah terlanjur sakit hati. Tak bisa kupertahankan rumah tanggaku. Jadi tak mungkin aku mau tanda tangan.