Sungguh, aku sadar jika pernikahan dengan duda beranak satu bukanlah ibadah yang mudah. Usaha demi usaha kulakukan.
"Kita diajak jagong ke paklik, dik." Ujar suamiku.
Jika saja pelaksanaan bukan saat jam kerja, aku pasti ikut. Namun karena aku adalah pegawai pemerintah tidak bisa secara sembarangan meninggalkan tempat kerja.
**
"Dik, kalau malam Minggu aku diminta ibu ke rumahnya."
Aku terdiam. Terus terang aku bingung. Bagaimana aku harus bersikap.Â
Di rumah hanya ada bapak yang sudah sepuh. Sendirian. Paling-paling bersama ponakanku yang masih kelas V. Rasanya tak tega meninggalkan bapak sendirian.
Tanpa basa-basi, suamiku bergegas mengambil tas dan mengendarai motornya. Aku hela napas panjang.
Aku sadar, aku tak boleh menghalangi suami untuk berbakti kepada orangtuanya. Itu memang kewajiban anak lelaki. Namun semakin lama, suami lebih sering pamit pulang ke rumah orangtuanya.
"Nanti bisa jadi masalah, mas. Kalau mas sering ke rumah ibu-bapak, sementara aku di rumah."
"Lha kan aku pulang ke rumahku sendiri," jelasnya santai.