"Cewek itu kalau suka sama cowok kelihatan banget. Nggak kayak cowok."
Kualihkan pandanganku ke arahmu yang sedari tadi menatap monitor laptop. Tak paham maksudmu.
"Siapa yang bilang, Wan? Kayak pernah pacaran saja," ucapku asal.
Ya sebenarnya aku tak asal ucap sih. Aku begitu mengenalmu. Rasanya belum pernah kulihat kau berduaan sama cewek. Kecuali aku. Itupun aku hanya menganggap hubungan kita hanya sebatas teman. Tak lebih.
"Emang belum pernah punya pacar sih." Ucapmu sambil menggaruk kepala.
"Tapi kamu sok jadi pengamat orang yang fall in love!" Ejekku.
"Soalnya contohnya ada di sampingku sekarang ini."
Aku terpaku mendengar penuturanmu. Diam-diam aku membenarkan ucapanmu itu. Aku begitu menyukai sang ketua angkatan kita.Â
Mungkin kamu mengamati gerak-gerikku ketika bertemu atau bicara dengannya. Tapi aku tak peduli, sebatas suka dan kupikir menjalin persahabatan malah akan membuatku cepat menyelesaikan studiku.
"Aku? Kok kamu bisa bicara seperti itu?"
"Sikapmu berlebihan kalau bertemu atau ngobrol dengan..."
"Ah...itu cuma anggapanmu saja!"
"Ya setidaknya aku punya alasan..."
"Sudahlah! Aku pulang. Aku selesaikan makalahku di kos saja!" Kesal juga saat kamu menyelidik seperti itu.
***
Kulemparkan tas sesampainya di kos. Rasanya lelah sekali hari ini. Dosen memberikan tugas tak tanggung-tanggung. Deadline besok pagi harus sudah dikirim ke email-nya.
***
Kulihat Yudi, ketua angkatan kita, tengah resah menunggu seseorang. Sesekali dilihatnya arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Tak lama seorang gadis cantik, mahasiswa Fakultas Bahasa Prodi Basa Jawa, melangkah dan mendekat ke arah Yudi. Aku lumayan mengenal gadis itu, Kinara.
Kuamati dari jauh. Mereka bergegas naik motor milik Yudi. Hatiku rasanya tak karuan. Tak kusangka gadis itulah yang mengisi hari-hari Yudi.
Air mata menggenang di pelupuk mataku. Broken heart.
***
"Mbak Ida, ada yang nyari tuh!" Suara Retno nyaring terdengar. Pintu kamar diketuk keras-keras.
Kuucek mataku yang masih pedih. Ah...ada air mata yang ternyata menetes. Aku terbawa suasana. Tapi tunggu dulu! Tadi yang kulihat apa benar-benar nyata?Â
Kupandangi sekelilingku. Aku berada di kamar kos. Jadi, pasti tadi aku mimpi buruk.
"Mbak, cepetan! Sudah ditunggu dari tadi. Kasihan mas Yudi. Nunggu kelamaan!"
Bergegas aku mengenakan jilbabku dan keluar kamar. Hatiku masih bertanya-tanya, ada keperluan apa kok Yudi sampai mencariku.Â
**
Kusapukan mata ke arah ruang tamu kos. Sosok Yudi ada di sana.Â
Kami mengobrol tentang kampus dan banyak hal. Terus terang, ini adalah percakapan  terlama dengannya.
Yudi mengambil tas yang sedari tadi dipangkunya.
"Ini untukmu, Ida."
Buket bunga mawar merah diserahkan padaku.
"Maksudmu?"
"Aku nggak mau didahului lelaki lain. Kuharap kau menerimanya."
***
"Selamat ya, Da...," ucapmu saat kita bertemu di kampus. Selepas itu kau meninggalkanku dengan lesu. Kurasa ada yang kau rahasiakan dariku, Wan. Entah apa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H