"Ada yang ingin membangun bangunan tinggi di sini, ayah Kupi. Makanya hutan bakau ditebang habis."
Ayah Kupi memperhatikan dengan seksama. Memang hutan bakau tak terlihat lagi. Malah di pinggir pantai banyak pohon bakau yang tak beraturan seperti sampah yang berserakan.
"Oh...ini rupanya yang membuat teman-teman Kupi jarang muncul," guman ayah Kupi.
"Apa Paman Nelayan tidak berusaha menghalangi manusia jahat itu?" Tanya ayah Kupi dengan hati-hati.
Paman Nelayan menggelengkan kepala.
"Aku dan nelayan lain tidak bisa berbuat apa-apa, ayah Kupi."
Lalu Paman Nelayan bercerita, sebenarnya Paman Nelayan dan teman-temannya menolak rencana pembabatan hutan bakau. Karena pembabatan hutan bakau sangat merugikan Paman Nelayan dan teman-temannya yang tinggal di sekitar pesisir pantai.Â
Air laut akan lebih mudah mencapai daratan karena hutan bakau yang biasanya menahan air laut sampai darat kini tak ada lagi. Bahkan air tanah di sekitar pantai akan menjadi asin. Padahal Paman Nelayan dan teman-teman tidak bisa minum air asin.
"Kami sedih, ayah Kupi. Teman-teman pedagang tidak bisa berjualan lagi di sekitar pantai. Kami, para nelayan, juga hanya mendapatkan sedikit ikan kalau melaut."
***
Malam seperti biasa, Kupi mengajak ayahnya untuk berjalan di gundukan pasir. Dinantikannya air pasang yang akan membawa mereka ke pinggir pantai yang nyaman.