Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Kupi dan Hutan Bakau

25 Oktober 2021   10:15 Diperbarui: 25 Oktober 2021   10:20 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: idntimes.com

"Ayah, mengapa kita tidak pernah bertemu dengan Paman Bangau Putih, teman ayah?" Tanya Kupi, si kepiting kecil, kepada ayahnya.

Memang sudah lama Kupi tak bertemu dengan Paman Bangau Putih. Bahkan dengan teman-teman kecilnya pun Kupi tak lagi bisa bertemu.

Biasanya Kupi bertemu dengan Upi si udang kecil, Kuro si kura-kura, Bangau Cilik dan Momo si monyet.

Ayah Kupi selalu menasehati agar Kupi bersabar.

"Teman-temanmu pasti baru sibuk dengan orang tua mereka, Kupi. Jadi belum bisa bermain denganmu seperti biasanya."

Kupi hanya mengangguk. Lalu mengajak ayahnya bermain. Dan pada malam harinya Kupi menunggu datangnya air pasang yang akan membawanya ke hutan bakau, dunia yang sangat mengasyikkan.

Kupi dan teman-teman merasa nyaman bermain di hutan bakau. Kejar-kejaran, petak umpet atau tidur bersama di sela akar bakau yang melintang. Seru sekali! Kupi merindukan itu semua. 

***

Ayah Kupi yang merasa kasihan kepada Kupi mencoba mencari keberadaan teman-teman Kupi. Kupi sering menangis karena merasa dijauhi teman-temannya.

Saat mencari teman-teman Kupi, ayah Kupi bertemu Paman Nelayan. Dari Paman Nelayan ayah Kupi memperoleh berita yang pasti membuat Kupi sedih.

"Ada yang ingin membangun bangunan tinggi di sini, ayah Kupi. Makanya hutan bakau ditebang habis."

Ayah Kupi memperhatikan dengan seksama. Memang hutan bakau tak terlihat lagi. Malah di pinggir pantai banyak pohon bakau yang tak beraturan seperti sampah yang berserakan.

"Oh...ini rupanya yang membuat teman-teman Kupi jarang muncul," guman ayah Kupi.

"Apa Paman Nelayan tidak berusaha menghalangi manusia jahat itu?" Tanya ayah Kupi dengan hati-hati.

Paman Nelayan menggelengkan kepala.

"Aku dan nelayan lain tidak bisa berbuat apa-apa, ayah Kupi."

Lalu Paman Nelayan bercerita, sebenarnya Paman Nelayan dan teman-temannya menolak rencana pembabatan hutan bakau. Karena pembabatan hutan bakau sangat merugikan Paman Nelayan dan teman-temannya yang tinggal di sekitar pesisir pantai. 

Air laut akan lebih mudah mencapai daratan karena hutan bakau yang biasanya menahan air laut sampai darat kini tak ada lagi. Bahkan air tanah di sekitar pantai akan menjadi asin. Padahal Paman Nelayan dan teman-teman tidak bisa minum air asin.

"Kami sedih, ayah Kupi. Teman-teman pedagang tidak bisa berjualan lagi di sekitar pantai. Kami, para nelayan, juga hanya mendapatkan sedikit ikan kalau melaut."

***

Malam seperti biasa, Kupi mengajak ayahnya untuk berjalan di gundukan pasir. Dinantikannya air pasang yang akan membawa mereka ke pinggir pantai yang nyaman.

Di pinggir pantai itu airnya tidak terlalu asin, dan tidak pula tawar rasanya. Kerinduan Kupi kepada teman benar-benar membuatnya bersemangat berjalan di gundukan pasir.

Kupi ingat nasehat ayah agar bersabar. Dan Kupi yakin kalau malam ini dia bisa bertemu dan bermain lagi dengan Upi, Kuro, Bangau Cilik dan si Momo.

"Kupi, coba perhatikan pinggir pantai kita sekarang. Apa kamu melihat ada yang berbeda?"

Kupi memperhatikan pinggir pantai. Ya...Kupi merasa ada yang berbeda. Tak ada pohon bakau yang membuat pantai terasa teduh.

"Kupi, hutan tempat bermainmu kini sudah rusak. Ayah mendengar kabar dari Paman Nelayan kalau di tempat itu akan dibangun bangunan baru tinggi."

"Untuk apa mereka membuat bangunan, Ayah?" Tanya Kupi penasaran.

"Ya manusia itu ingin mendapat uang dari bangunan itu, Kupi." Ayah Kupi menjelaskan perlahan.

Sebenarnya ayah tak tega untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Kupi. Namun ayah Kupi juga tidak mau membohongi Kupi terus.

"Manusia akan rugi sendiri, Kupi. Mereka lama-lama tidak bisa minum air tawar karena air laut yang sampai di darat akan meresap ke tanah mereka," hibur ayah.

Kupi tak terhibur dari penjelasan ayah. 

"Biar saja manusia jahat itu menerima akibat dari perbuatannya," ucap Kupi kesal.

"Iya, Kupi. Tapi Kupi dan ayah bisa berdoa manusia itu sadar lalu menanam bakau lagi. Biar kamu bisa bermain bersama lagi "

Kupi mengangguk. Lalu wajahnya melihat ke langit yang berbintang malam ini. Langit yang indah, sangat jauh berbeda dengan tempat bermain Kupi yang rusak.

"Iya, ayah. Semoga manusia bisa lebih ramah kepada lingkungan ya." Ucap Kupi sambil memeluk ayahnya.

###

Cerita ulang dari "Taman Bermain yang Hilang" karya Santi Hendriyeti dengan sedikit tambahan cerita.

#hutan bakau #kepiting #fabel #cernakjora

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun