Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jika POP Tetap Dilaksanakan, Bagaimana Nasib Diklat PKB dan PKP?

3 Agustus 2020   09:36 Diperbarui: 3 Agustus 2020   10:37 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap guru di bawah Kemendikbud pasti memiliki akun PKB baik PNS maupun GBPNS. Dokpri

Program Organisasi Penggerak (POP) digulirkan sejak beberapa bulan lalu. Semua organisasi bisa mendaftar sejak Maret. Namun sampai pengumuman siapa saja yang mendapat dana APBN melalui POP akhirnya menuai pro-kontra.

Banyak hal yang dipertanyakan berkaitan dengan POP ini. Intinya POP akan memberikan pendidikan atau bisa saya katakan diklat bagi guru agar bisa menggerakkan dunia pendidikan secara maksimal.

Keterangan tentang Diklat Guru Penggerak yang akan dilalui guru selama 9 bulan pada menu Program Organisasi Penggerak pada akun PKB. Dokpri
Keterangan tentang Diklat Guru Penggerak yang akan dilalui guru selama 9 bulan pada menu Program Organisasi Penggerak pada akun PKB. Dokpri
Saya tak akan membahas baik tidaknya mas menteri. Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi saya coba cermati beberapa struktur Diklat yang bisa dilihat dari akun PKB yang dimiliki oleh setiap guru di bawah Kemendikbud, baik PNS maupun GBPNS.

Diklat GP/ PKB dan PKP

Akun PKB merupakan akun yang dimiliki oleh masing-masing guru. Dahulu, akun ini dinamakan Guru Pembelajar (GP) yang diluncurkan saat Mendikbud dipegang oleh Anies Baswedan. Kemudian diganti namanya menjadi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).

Diklat PKB adalah pengembangan kompetensi yang dilakukan guru sesuai kebutuhan, bertahap, dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan profesionalitasnya. (Wikipedia)

Jika menilik bagaimana GP atau PKB, bisa ditanyakan kepada para Instruktur Nasional (IN) dan guru-guru yang didiklat untuk lolos menjadi Mentor bagi guru lainnya.

Untuk menjadi IN, ada banyak penilaian yang dilakukan langsung dari pusat. Kemudian IN ini bertugas memberikan diklat bagi guru yang nilai UKG (Uji Kompetensi Guru)-nya tinggi. 

Praktek simulasi menjadi admin dan peserta saat Diklat IN 2016. Screenshot dari IG saya. Dokpri
Praktek simulasi menjadi admin dan peserta saat Diklat IN 2016. Screenshot dari IG saya. Dokpri
IN yang berasal dari sekolah dan dilatih oleh pusat bersama LPMP. Saya sendiri pernah mengikuti Diklat untuk menjadi mentor itu tahun 2016. Saya pribadi, meski semula bingung, akhirnya mendapat pencerahan dari para IN tentang aturan dan cara menjadi mentor (admin) pelaksanaan diklat bagi teman yang nilai UKGnya masih rendah.

Itu konsep dari Diklat GP atau PKB. Guru yang nilai UKGnya tinggi dan menguasai IT yang didiklatkan, dialah yang membantu teman lainnya. Menurut saya konsep ini bagus.

Saya analogikan seperti dalam kelas sekolah. Ada Tutor Teman Sebaya (TTS). Siswa yang kemampuannya lebih, membantu temannya yang kesulitan belajar. 

Mungkin banyak yang meragukan TTS ini. Namun kebanyakan siswa merasa nyaman diajari temannya. Ada rasa takut bertanya kepada guru namun terbantu dengan ada temannya yang mau membantu.

Nah, guru pun demikian. Bisa menjadi teman belajar yang baik bagi sesama guru. Namun tak ada kesan menggurui. Jika berkecimpung di dunia pendidikan, pasti sudah lebih berpengalaman dalam hal ini.

Beberapa tahun berselang, Diklat untuk guru tak hanya PKB. Namun ada PKP (Peningkatan Kompetensi Pembelajaran). Program PKP, merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa melalui pembinaan guru dalam merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengevaluasi pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. (supiyadi74.blogspot.com)

Konsepnya sama dengan PKB. Malah saya berpikir bahwa PKP ini sebenarnya Diklat bagi guru yang diambil dari salah satu alternatif Diklat PKB. Pada Diklat PKP para guru yang menjadi peserta diklat, lebih banyak belajar online. 

Semua materi dan tugas didapat para peserta PKP dan dikirimkan melalui akun PKB masing-masing. Perlu saya uraikan, dalam akun PKB memang ada beberapa kategori diklat bagi guru, yaitu Diklat K13, Diklat PKB dan Diklat PKP. 

Jenis atau kategori Diklat dalam akun PKB. Dokpri
Jenis atau kategori Diklat dalam akun PKB. Dokpri
Mengenai jalannya Diklat, saya coba uraikan singkat saja. Untuk PKB pendanaan dikelola oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota madya. IN dan peserta Diklat bertemu secara tatap muka. Meski sebenarnya konsep pada PKB ada beberapa alternatif Diklat, ada yang full online atau daring, ada perpaduan daring dan tatap muka.

Nah, kebetulan yang dipilih oleh Dinas adalah diklat tatap muka. Selama Diklat, ada banyak yang didiskusikan dan ilmu yang diperoleh dari IN dan sesama peserta. Meski IN usianya lebih muda daripada peserta, bukan masalah. Belajar dengan siapapun, tidak ada dosanya.

Diklat dilaksanakan pada semester satu. Biasanya mepet bulan Desember. Dari keterangan pelaksana, anggaran Diklat memang harus dicairkan pada semester satu. 

Bisa dibayangkan betapa repotnya IN dan guru yang menjadi peserta Diklat. Di saat waktu mepet untuk menyelesaikan materi pelajaran, eh...malah harus Diklat. 

Kerepotan ini juga dialami oleh guru yang mengikuti Diklat online ---PKP---. Jika Diklat PKB dikelola Dinas Pendidikan setempat, maka Diklat PKP ini dikelola langsung dari pusat. Ini letak perbedaannya. Akan tetapi bisa jadi mentor PKB dobel tugas menjadi mentor PKP.

Permasalahan utama pada pelaksanaan Diklat PKP bukan karena sulitnya materi diklat. Peserta masih bisa belajar dari banyak pihak dalam mengerjakan tugas diklat. Namun kendala sinyal buruk yang membuat para peserta Diklat stress.

Terkadang untuk mengunggah satu file tugas membutuhkan waktu yang sangat lama. Setidaknya ini yang dialami teman kantor dan para guru di sekolah lain, di sekitar kabupaten kami.

Itu terjadi di tanah Jawa. Tak terbayang bagaimana Diklat PKP di luar Jawa. 

Jika ada PKB dan PKP, kenapa mesti ada POP?

Sekarang saya coba tunjukkan beberapa menu dalam akun PKB. Di sana ada Program Organisasi Penggerak yang berdiri sendiri. Sementara pada menu Pelatihan Diklat hanya ada 3 macam seperti yang saya uraikan di depan.

Susunan menu pada akun PKB. Dokpri
Susunan menu pada akun PKB. Dokpri
Nah, jika demikian dan jika pemahaman saya tak keliru, POP masih sejenis diklat bagi guru dan kepala sekolah kenapa tak lanjutkan diklat yang sudah berjalan beberapa tahun?

Apakah Diklat seperti itu dinilai kurang berhasil dalam menyukseskan pendidikan nasional? Padahal kesuksesan pendidikan nasional tidak melulu karena sekolah atau guru. 

Lagi pula, saya ingat bahwa pemerintah menghendaki kompetensi guru meningkat. Nah masing-masing guru sudah memegang nilai UKGnya. Dari nilai ini kan bisa diperbaiki yang kurang sesuai Rencana Tindak Lanjut yang sudah ada pada juknis. Seperti yang selama ini dilakukan. Guru didiklat sesuai dengan nilai merahnya. Jika nilainya hijau ya tidak didiklat pada materi tersebut.

Contoh nilai pada Rapor Pelatihan di akun PKB yang menentukan seorang guru bisa didiklat menjadi mentor ataukah peserta Diklat PKB selanjutnya. Dokpri
Contoh nilai pada Rapor Pelatihan di akun PKB yang menentukan seorang guru bisa didiklat menjadi mentor ataukah peserta Diklat PKB selanjutnya. Dokpri
Nah jika memperbaiki nilai UKG belum tuntas, kenapa tak dituntaskan sekalian? Biar semua guru benar-benar bisa menguasai kompetensinya. Meski saat diklat seperti teori saja. Secara pelaksanaan guru sudah lebih berpengalaman bagaimana mengatasi siswanya.

Nah melihat struktur pada menu akun PKB, wajar kan jika muncul pertanyaan, kenapa tak dimaksimalkan saja Diklat PKB dan PKP? Bagaimana nasib diklat-diklat dan nilai UKG guru? Apakah diklat itu sengaja ditinggalkan? Ataukah setiap ada menteri baru, program diklat bagi guru harus baru meski konsepnya jika dilihat dan dicermati ya sama saja?

Jika seperti ini terus, guru hanya sibuk dengan program baru, sementara hal krusial pendidikan ---PJJ--- di masa pandemi belum ada solusi yang baik sampai saat ini. Kurikulum darurat tak ada, kendala sinyal dan keluhan yang berkembang di pelosok masih santer terdengar.

Hanya waktu yang akan menjawab. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun