Terkadang untuk mengunggah satu file tugas membutuhkan waktu yang sangat lama. Setidaknya ini yang dialami teman kantor dan para guru di sekolah lain, di sekitar kabupaten kami.
Itu terjadi di tanah Jawa. Tak terbayang bagaimana Diklat PKP di luar Jawa.Â
Jika ada PKB dan PKP, kenapa mesti ada POP?
Sekarang saya coba tunjukkan beberapa menu dalam akun PKB. Di sana ada Program Organisasi Penggerak yang berdiri sendiri. Sementara pada menu Pelatihan Diklat hanya ada 3 macam seperti yang saya uraikan di depan.
Apakah Diklat seperti itu dinilai kurang berhasil dalam menyukseskan pendidikan nasional? Padahal kesuksesan pendidikan nasional tidak melulu karena sekolah atau guru.Â
Lagi pula, saya ingat bahwa pemerintah menghendaki kompetensi guru meningkat. Nah masing-masing guru sudah memegang nilai UKGnya. Dari nilai ini kan bisa diperbaiki yang kurang sesuai Rencana Tindak Lanjut yang sudah ada pada juknis. Seperti yang selama ini dilakukan. Guru didiklat sesuai dengan nilai merahnya. Jika nilainya hijau ya tidak didiklat pada materi tersebut.
Nah melihat struktur pada menu akun PKB, wajar kan jika muncul pertanyaan, kenapa tak dimaksimalkan saja Diklat PKB dan PKP? Bagaimana nasib diklat-diklat dan nilai UKG guru? Apakah diklat itu sengaja ditinggalkan? Ataukah setiap ada menteri baru, program diklat bagi guru harus baru meski konsepnya jika dilihat dan dicermati ya sama saja?
Jika seperti ini terus, guru hanya sibuk dengan program baru, sementara hal krusial pendidikan ---PJJ--- di masa pandemi belum ada solusi yang baik sampai saat ini. Kurikulum darurat tak ada, kendala sinyal dan keluhan yang berkembang di pelosok masih santer terdengar.
Hanya waktu yang akan menjawab.Â