Menjadi guru atau pendidik bukanlah hal yang mudah. Ada banyak tuntutan yang harus bisa dikuasai guru, sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru oleh para peserta didik, bahkan oleh masyarakat sekitar.
Kondisi ini mungkin tak begitu dipahami oleh orang yang bukan pendidik. Namun saat ini hampir semua orang tua merasakan dirinya menjadi sosok guru bagi putra-putrinya. Ya..masa pandemi ini para peserta didik "dirumahkan" atau belajar jarak jauh, baik secara online maupun offline.
Belajar dari rumah (BDR). Itu tajuk yang berkembang saat wabah Corona semakin menyebar. Semoga saja kondisi segera aman dan para peserta didik bisa belajar di kelas lagi bersama bapak ibu guru. Sekaligus mengurangi beban orangtua siswa yang harus mendampingi putra-putrinya selama BDR.
Banyak kalangan orangtua yang merasa kaget dan pusing ketika mendampingi putra-putrinya dalam BDR. Ada seorang ibu yang kesulitan dalam membimbing dan menjawab tugas putrinya, lalu menghubungi saya. Tak main-main, bukan hanya satu soal yang ditanyakan. Namun tugas mata pelajaran dalam satu tatap muka dikirimkan kepada saya. Minta bantuan untuk menjawab pertanyaan dari guru putrinya hari itu.
Sebenarnya wajar jika yang ditanyakan hanya satu-dua pertanyaan atau soal. Namun sangat tidak wajar jika semua harus ditanyakan. Ya... bagaimana lagi. Resiko mendidik anak memang saat ini butuh bantuan orang tua.
Bukan masalah jika orang tua bukan guru, tidak pernah kuliah dan sebagainya. Toh saat ini browsing di internet bisa dilakukan oleh siapa saja. Kita bisa menemukan semua hal yang tidak kita ketahui. Hanya saja, kuncinya orangtua malas browsing ataukah tidak.
Ternyata tidak semua mau browsing. Bahkan ketika PAT, salah satu ibu dari peserta didik WA bahwa anaknya belum menerima buku siswa. Ya saya ingat, memang putra ibu tadi adalah siswa pindahan. Semester genap ini baru masuk sekolah kami.
Padahal pihak sekolah terlanjur memesan buku siswa sesuai dengan jumlah awal siswa kelas kami. Baru saja dipesankan, ternyata wabah Corona menyebar, belum sempat dibagikan bukunya.Â
Saat belajar di rumah, orangtua dengan profesi apapun bisa mendampingi putra-putrinya dalam BDR. Baik selama proses pembelajaran sampai PAT. Tidak memiliki atau belum dipinjami buku siswa, bukan masalah.
Hanya saja, memang orang tua memiliki kesibukan sendiri. Ibu siswa saya ada yang kuliah juga. Si ibu harus kuliah online. Saya yakin si ibu tadi pusing dan bisa saja HP menjadi hank.
Ada juga curhat ibu dari siswa yang meminta maaf karena melaporkan tugas agak terlambat karena harus membujuk sang anak. Memang si anak termasuk agak sulit dikondisikan selama belajar di kelas. Bahkan ketika jam pelajaran, si anak tadi malah keluar kelas. Tiba-tiba guru menyadari kalau anak tadi tak lagi di kelas. Mungkin saja sang ibu juga "gemes" dengan anaknya itu.
Terus terang, selama pembelajaran jarak jauh saya memberikan keleluasaan dalam pelaporan tugas. Namun saat PAT lebih saya disiplinkan. Pukul 15.00 harus sudah dilaporkan.
Keluhan yang keluar dari orangtua dan siswa sangat wajar ketika BDR seperti ini. Guru merupakan keprofesian yang memang sejauh mungkin sudah dipersiapkan agar bisa membimbing dan mendidik peserta didik selama pembelajaran. Para orangtua baru menyadari beratnya menjadi guru.Â
Orangtua peserta didik tidaklah mendapatkan ilmu tentang mendidik siswa. Namun karena orangtua merupakan guru pertama bagi anak, maka orangtua bisa mendampingi putra-putrinya.
Yang perlu diketahui orangtua bahwa modal awal menjadi guru adalah mengetahui hakikat pertumbuhan dan perkembangan anak atau peserta didik. Dari belajar tentang hakikat tersebut, maka banyak hal yang akan didapatkan.
Pertama, kita akan mempunyai ekspektasi yang nyata tentang anak dan remaja. Kedua, pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu seorang anak.
Ketiga, kita akan terbantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal. Keempat, akan membantu memahami diri sendiri.
Lalu bagaimana hakikat pertumbuhan dan perkembangan itu?
Pertumbuhan merupakan perubahan yang terjadi pada setiap manusia dan berkaitan dengan fisik. Antara anak perempuan dan laki-laki akan berbeda pertumbuhannya.Â
Banyak teori yang mengemukakan tentang pertumbuhan anak pada usia tertentu. Kapan anak perempuan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Kapan pula pertumbuhan anak laki-laki mengalami hal yang serupa.
Untuk anak perempuan pertumbuhan pesat terjadi antara usia 10 sampai 12 tahun. Sedangkan anak laki-laki lebih lambat, usia 12 sampai 14 baru terjadi pertumbuhan yang pesat.
Tentunya pertumbuhan, tinggi atau pendek, besar atau kecil, tergantung oleh banyak faktor. Misalnya nutrisi, olahraga, penyakit dan kesehatan individu.
Selanjutnya tentang perkembangan. Menurut Santrok dan Yussen dalam buku Perkembangan Peserta Didik tulisan dari Mulyani Sumantri, perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada saat terjadi pembuahan dan berlangsung terus-menerus selama siklus kehidupan.
Dalam pembelajaran, perkembangan ini lebih mengarah pada perubahan perilaku dan kemampuan yang terjadi pada seseorang. Hal itu mencakup nature dan nurture, continuity dan discontinuity, normative dan idiographic.
Nature dan nurture mengarah pada penyebab terjadinya perubahan. Continuity dan discontinuity mengarah pada pertanyaan apakah pola perkembangan itu menetap. Normative dan idiographic mengarah pada proses internal biologis menjadi dasar perkembangan.
Seperti yang kita amati bahwa perkembangan selalu berbeda pada setiap individu. Baik dalam hal kecerdasan, temperamen tidaknya seseorang, interaksi keturunan, lingkungan dan perkembangannya.Â
Para ilmuwan sendiri mengategorikan fase perkembangan berbeda. Santrok dan Yussen membagi dalam lima kategori.
Fase Prenatal, saat anak dalam kandungan. Fase Bayi, perkembangan saat anak berusia 18-24 bulan. Fase Kanak-kanak, perkembangan anak saat berusia 5 atau 6 tahun. Fase kanak-kanak tengah dan akhir, saat anak berusia 6-11 tahun. Terakhir fase remaja dengan kisaran usia 10-12 tahun dan berakhir antara 18-22 tahun.
Pada masing-masing fase tentu pertumbuhan dan perkembangan akan mengalami perubahan. Kapan anak belajar toilet training, terampil bicara, menguasai calistung sampai masa pencarian identitas diri.
Itulah yang harus dikuasai oleh pendidik di dalam kelas. Pendidik atau guru menghadapi banyak siswa dengan berbagai karakter meski siswa dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Memanusiakan manusia. Itu kuncinya. Meski guru atau pendidik dihadapkan pada Kurikulum dan sebagainya, namun guru yang paham tentang pertumbuhan dan perkembangan anak maka akan telaten menghadapi siswa yang beragam. Baik beragam dalam sifat, karakter, maupun fisiknya. Setiap anak atau siswa adalah pribadi yang unik dan tidak akan pernah sama dengan teman-temannya.Â
So pasti sangat melelahkan karena menghadapi beragam karakter. Apalagi jika di dalam kelas ada anak yang berkebutuhan khusus. Materi pelajaran harus berbeda dengan siswa lainnya. Jika begitu, maka sudah tentu perangkat pembelajaran dan segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran akan semakin kompleks.
Jadi, para orangtua yang menghadapi putra-putrinya tidak perlu berkeluh kesah lagi. Cukup dampingi putra-putrinya. Pahamilah putra-putri secara humanis. Mereka tidak harus langsung pintar. Dalam pengalaman sendiri sudah banyak kita temui bahwa anak yang saat SD kurang cerdas, tetapi ketika masuk SMP atau SMA lebih pintar.
Semua butuh proses. Guru juga begitu memahaminya. Ketika guru marah di kelas, bukan karena anak yang lemah dalam pelajaran tetapi lebih pada sikap siswa saja. Ya karena guru sangat tahu bahwa tidak semua siswa harus menjadi ahli Matematika, ahli Sains sekaligus. Tidak. Ada kalanya siswa memiliki satu kelebihan dan harus didukung terus.
Kelebihan itu yang harus diasah terus sambil membimbing anak agar memiliki akhlak atau karakter yang positif. Kita harus ingat bahwa kepandaian akan terasa percuma jika akhlak atau karakter seseorang itu buruk.
Mari kita mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak seimbang antara kecerdasan otak, emosi, dan spiritualnya. Sehingga kita tidak akan begitu stress ketika melihat anak lain dianggap "lebih baik" oleh khalayak umum.Â
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H