Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Keputusan Pak Salman

16 April 2020   22:48 Diperbarui: 19 Juli 2020   07:59 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: rivkalevy.com

Pak Salman kini menjadi bahan perbincangan yang hangat di tengah Pandemi Covid 19. Menurut para warga, pak Salman adalah tokoh yang sungguh legowo. Bisa menjadi panutan tokoh-tokoh lain yang selalu memiliki ambisi duniawi.

Beberapa bulan yang lalu, Pak Salman yang memimpin sebuah kedinasan, ingin mencoba peruntungan untuk berpartisipasi dalam pilkada. Bermodal namanya yang harum dan didukung oleh organisasi yang membesarkannya, pak Salman penuh percaya diri mendaftar sebagai pimpinan di daerahnya.

Nama baiknya dimanfaatkan oleh sebuah partai untuk mengusungnya sebagai calon kepala daerah. Pak Salman merasa tak perlu terlalu melakukan pencitraan. Masyarakat sudah mengetahui bagaimana kepribadiannya. Bagaimana shalatnya, jiwa sosialnya dan sebagainya. Tak ada yang meragukannya.

Sebenarnya pak Salman tak terlalu berambisi untuk menjadi orang pertama di daerahnya. Namun keinginan untuk memajukan daerah membuatnya terpanggil. Meski usianya telah menginjak usia enam puluh.

Pak Salman tak merasa mendapat beban jika nantinya menjadi pemimpin daerahnya. Toh isteri tercintanya sangat mendukung karir pak Salman. Anaknya juga sudah dewasa. Saat ini sedang menempuh skripsi.

**

Mendekati pilkada, proses pilihan memang agak terkendala oleh kasus virus corona. Namun sebagai salah satu calon kepala daerah tetap mengikuti seluruh proses. Termasuk menanyakan dukungan keluarga terhadap pencalonannya.

Pak Salman tentu siap sedia. Sang isteri juga demikian. Apapun yang dilakukan pak Salman, asal membawa kebaikan dunia akhirat, pasti didukung. Pak Salman sangat beruntung memiliki isteri yang sangat memahaminya. Mendampingi dari nol, dalam suka dan duka. Pak Salman sangat sadar, keberhasilannya selama ini karena dukungan sang isteri. 

Namun sejak pencalonannya sebagai kepala daerah membuat sang anak menjadi jauh dengan pak Salman. Anaknya yang sering berbincang di waktu senggang, saat pulang dari kos, tak dirasakan lagi oleh pak Salman. Bahkan kepulangannya dari kos selama masa Pandemi Covid 19 juga karena desakan bu Salman.

Merasa ada yang aneh dalam diri putri sewayangnya, pak Salman dan isteri membawa ke psikiater. Mereka sangat khawatir dengan satu-satunya anak yang masih bersamanya.

Tak ada hasil dari konsultasi dengan psikiater. Yumna, sang anak, tetap diam. Entah apa yang dipikirkannya.

**

"Nak, boleh ibu berbincang denganmu?" tanya bu Salman kepada putrinya di kamar.

Yumna dengan ragu menganggukkan kepalanya. Segera Yumna bangkit dari posisi rebahan saat itu.

"Kamu ada masalah apa, nak?"

Yumna menggelengkan kepala. Bu Salman mendekati dan menatap lekat putrinya.

"Ibu sangat hafal denganmu, nak. Kamu biasanya sangat riang. Tapi kok sekarang kamu sangat lain."

Yumna tak merespon ucapan ibunya. Namun dari sudut matanya keluar air mata.

"Ayolah, nak. Ibu merasa kehilangan kamu."

"Ibu salah. Justeru Yumna telah kehilangan bapak dan ibu."

Bu Salman sangat terkejut. Bu Salman merasa telah memberikan kasih sayang. Sering kali belanja atau jalan-jalan bersama keluarga. Pak Salman juga selalu meluangkan waktu untuk keluarga. 

"Sejak bapak mencalonkan jadi orang pertama di sini, bapak dan ibu hanya membicarakan tentang pilkada, pilkada dan pilkada. Bapak tak lagi memperhatikan aku..."

"Kamu salah, nak. Bapak itu ingin bermanfaat bagi masyarakat di usia tuanya. Kamu malah harus bangga."

"Aku bangga, bu. Tapi aku ingin bapak beraktivitas normal. Nggak terlalu banyak kegiatan. Usia semakin tua harusnya semakin dekat dengan pencipta. Bukan malah..."

Yumna sesenggukan. Bu Salman memeluk putrinya.

**

"Ibu telah cerita pada bapak, nak. Tapi bapak ingin mendengar langsung darimu."

Pak Salman mencoba bicara dengan Yumna. Agar dia bisa memutuskan kelanjutan pencalonannya.

"Maafkan aku, pak. Maafkan..."

Yumna tak bisa menjelaskan lagi tentang kekesalan dan ketidaksetujuannya atas pencalonan sang bapak dalam pilkada. Hanya derai air mata yang mengalir di kedua pipinya.

Pak Salman merengkuh putrinya.

"Yumna, kamu tahu nggak? Ibu dan kamu sangat berharga bagi bapak. Bapak tak ingin mengecewakan kalian."

Pak Salman mengusap punggung putrinya yang masih membersamainya hingga kini. Ya setelah putri pertamanya meninggal karena melawan tumor otak. Sejak kepergian si sulung, pak Salman bertekad untuk menyayangi Yumna. Tak akan disia-siakan putri sewayangnya itu. 

"Sekarang bapak tanya, kamu ikhlas apa tidak dengan pencalonan bapak?"

Tak ada jawaban dari putrinya. Pak Salman memeluk titipan Tuhan untuk keluarganya itu.

**

"Ibu ikhlas, pak." Isteri pak Salman selalu menguatkan hati pak Salman. Bagaimanapun keadaannya. Ya, mereka berdua telah mantap untuk melanjutkan sisa hidup bersama putrinya. Di mana kelak sang putri akan memberikan kehangatan di masa tuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun