"Kamu salah, nak. Bapak itu ingin bermanfaat bagi masyarakat di usia tuanya. Kamu malah harus bangga."
"Aku bangga, bu. Tapi aku ingin bapak beraktivitas normal. Nggak terlalu banyak kegiatan. Usia semakin tua harusnya semakin dekat dengan pencipta. Bukan malah..."
Yumna sesenggukan. Bu Salman memeluk putrinya.
**
"Ibu telah cerita pada bapak, nak. Tapi bapak ingin mendengar langsung darimu."
Pak Salman mencoba bicara dengan Yumna. Agar dia bisa memutuskan kelanjutan pencalonannya.
"Maafkan aku, pak. Maafkan..."
Yumna tak bisa menjelaskan lagi tentang kekesalan dan ketidaksetujuannya atas pencalonan sang bapak dalam pilkada. Hanya derai air mata yang mengalir di kedua pipinya.
Pak Salman merengkuh putrinya.
"Yumna, kamu tahu nggak? Ibu dan kamu sangat berharga bagi bapak. Bapak tak ingin mengecewakan kalian."
Pak Salman mengusap punggung putrinya yang masih membersamainya hingga kini. Ya setelah putri pertamanya meninggal karena melawan tumor otak. Sejak kepergian si sulung, pak Salman bertekad untuk menyayangi Yumna. Tak akan disia-siakan putri sewayangnya itu.Â