"Num, bapak mau bicara sebentar..."
"Nggih, pak. Monggo..."
Aku mengira bapak akan membicarakan rencana lamaran Sabtu besok. Ternyata bapak memberikan kabar buruk.
"Num, sepertinya rencana Sabtu besok tak bisa terjadi..."
Bapak tampak hati- hati ketika bicara denganku. Aku menjadi kaget mendengar ucapan bapak. Rasanya baru kemarin bapak bilang kalau memberi restu kepada kami. Mengapa tiba- tiba berbalik arah.
"Kenapa, pak...?"
Aku tak bisa menyembunyikan rasa penasaran sekaligus kesal pada bapak.
"Begini, nduk. Bapak mendengar dari bulik Wati kalau Bram akan melamar gadis desa sebelah Sabtu besok. Gadis itu hamil..."
Aku sangat shock. Aku menangis sejadi- jadinya. Aku merasa perjuanganku berakhir sia- sia. Di saat aku shock itu secara tiba- tiba aku berniat mengakhiri hidupku. Kebetulan di sampingku tergeletak pisau silet. Kugoreskan pisau silet itu ke nadi pergelangan tangan kiriku.
Gegerlah rumahku saat itu.
**