Mas Mumtaz begitu marah setelah mendengar penuturanku. Aku maklum. Dia pasti sudah terlanjur mengasihi anak dan istrinya.Â
Aku hanya terdiam. Kukumpulkan kekuatan untuk menerima sikap dan keputusan ayah Husna itu.
Aku menjauhi ayah Husna. Aku menuju pendopo yang berada tak jauh dari tempat istirahat di pantai Nguluran itu. Aku memesan makanan kecil untuk mengganjal perutku.Â
Air mata tertahan di sudut mataku. Ya...aku merasa telah kehilangan ayah Husna. Dia begitu tak terima dengan apa yang kuceritakan tadi.
Sudah sepantasnya dia mempertahankan keutuhan keluarganya. Aku akan melanjutkan hidupku hanya bersama putri semata wayangku.
Toh selama enam tahun aku juga bisa lalui hidup tanpa suami dan juga anak. Bukankah sekarang aku bisa bersama Husna? Rasanya itu perlu kusyukuri.
*
Aku berada di samping ayah Husna. Kuberikan makanan camilan yang kubeli tadi.
"Menurutmu aku harus bagaimana, Put? Aku ingin beri perhitungan dengan lelaki itu..."
"Terserah mas saja. Ikuti kata hati mas. Kalau mas tak izinkan mereka bertemu, nanti aku hubungi dia..."
"Dia...?"Â