Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mencari

4 Juli 2019   06:55 Diperbarui: 4 Juli 2019   06:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehilangan Husna saat ini melebihi rasa kehilangannya ketika Husna dibawa ayah dan kakek neneknya delapan tahun yang lalu. 

Kugelengkan kepalaku. Aku ingin sendiri. Meratapi putriku yang entah berada di mana. 

"Pulanglah, mas. Anak istrimu sudah menunggumu..."

Ayah Husnaku mengurungkan niatnya demi melihatku meratapi Husna. Tak kupedulikan tatapan yang dulu selalu kurindukan. Aku tak ingin terhanyut pada kenangan dulu saat kumasih berbahagia bersamanya, di tengah perasaanku yang tak tentu karena mertua tak menyukaiku. Dulu dia selalu membesarkan hatiku. Namun akhirnya dia menyerah juga dengan keadaan. 

Aku hanya ingin bersama Husnaku. Aku bertekad, aku akan turuti kemauan anakku. Hidup bersamanya lebih kupilih daripada memikirkan egoku. 

*

Ayah Husna menerima telepon dari rekanku karena aku tak peduli dengan HP yang berbunyi terus-terusan. Dia menjauhiku. Aku tak peduli dengan pembicaraan dua laki-laki itu. 

Aku masih merenungi dan menyesali diriku yang tak segera mencari Husna tadi sore. Debur pantai malam ini membuat aku semakin tak karuan memikirkan putriku. Kuharap dia selalu dilindungiNya dan segera kutemukan. 

*

"Kita pulang ya, Put. Kamu harus istirahat. Jangan sampai sakit.. "

Aku tak peduli ucapan ayah Husna. Aku hanya menatapnya kosong. Ayah Husna tersenyum. Tangannya menghapus air mata yang masih mengalir di pipiku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun