Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mencari

4 Juli 2019   06:55 Diperbarui: 4 Juli 2019   06:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku merasa putus asa. Mencari putriku yang menghilang, malam hari seperti ini. Sedih, kacau, pilu. Rasanya dunia menjadi gelap. 

Tak kupedulikan hawa dingin merasuki pori-pori kulit. Yang kupikirkan hanya Husna, Husna dan Husna. 

Aku saat ini berada di tempat yang diimpikan Husna untuk bersenang-senang bersamaku, juga ayahnya. Jauh hari sebelum menghilang, dia mengutarakan keinginannya untuk pergi bersama ayah ibunya ke tempat ini. Dia ingin merasakan kasih sayang yang utuh dari orangtuanya. 

Aku selalu menolak keinginannya dengan halus. Dia marah dengan penolakanku itu. Akhirnya karena melihatnya ngambek ---apalagi dengan kedekatan dengan rekanku--- aku mengamini keinginannya. Hanya saja aku belum menjanjikan kapan akan terlaksana. Dan belum sampai keinginan Husna terwujud, dia menghilang dari sisiku.

*

Kulihat Husna bermain pasir putih dan mandi di pantai bersama ayahnya. Gelak tawanya begitu hangat. Tanpa tersadar aku tersenyum. Lupa akan rasa sakit akibat perpisahanku dengan ayah Husna. 

Di tengah canda tawa mereka, terlihat ayah Husna membisikkan sesuatu ke telinga Husna. Husna mengangguk dan mengangkat tangannya untuk toss dengan ayahnya. 

Husna menghampiriku. Diraihnya tanganku. Diajaknya aku ke tepi pantai. Husna mengajakku bercanda dengannya dan ayahnya. Ada rasa canggung berada di antara anakku dan ayahnya. Namun demi Husna, kulawan rasa canggung itu. 

*

"Sudahlah, Put. Kita pulang dulu. Besok kita cari lagi anak kita..."

Ayah Husna menyadarkan lamunanku. Ya... aku melamunkan sebuah impian Husna. Namun semua tinggal kenangan. Aku benar-benar putus asa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun