**
Pukul 23.23. Aku terbangun. Kuucek mataku. Kupandang sekeliling ruang tengah, tempatku menunggu mas Widi. Tiba-tiba dari arah dapur aku mencium aroma kopi. Aku segera menuju dapur.Â
Rupanya mas Widi sudah sampai rumah.Â
"Mas Widi sampai rumah jam berapa tadi? Kok nggak bangunin aku..."
Kumendekati mas Widi dan menyalami dan mencium tangannya seperti biasa.Â
"Belum lama. Paling setengah jam yang lalu...", ucapnya sambil minum kopinya.Â
"Mas udah makan?", tanyaku. Dia hanya mengangguk. Aku terdiam. Kutunggu lama sampai kumenahan lapar eh malah dia sudah makan. Kumenuju meja makan. Kuambil piring dan sendok. Kusendok nasi dan balado yang kumasak tadi pagi. Kuseret kursi sekenanya. Aku menikmati nasi sesuap demi sesuap.Â
"Tadi ada acara mendadak, sayang. Jadi kemalaman sampai rumah."
Aku tak menanggapi cerita mas Widi. Kalau kutanya kegiatan apa dan dengan siapa, pasti dia meledekku.Â
"Oh... iya, Sayang. Kue bolu buatanmu lezat...", aku tersedak mendengarnya.Â
"Teman-teman kantor suka dan memuji kue bikinanmu... Aku jadi bangga deh. Istriku pinter masak...", Ternyata kue itu dibawa ke kantor tanpa izinku. Rasanya pingin kucubit itu orang.Â