Hari ini aku pulang lebih awal. Mas Widi bertambah usia. Rencananya aku ingin membuat surprise party.Â
Semalam bolu rainbow sudah kubuat. Tinggal kuhias saja. Dan maksud hati bolu itu akan kuhias selepas pulang kerja.Â
Baru saja aku sampai rumah. Seperti biasa rumah masih sepi. Mas Widi sampai rumah menjelang Isya. Kalau ditanya apa aku tak ingin segera memiliki momongan, semua kupasrahkan pada Allah saja. Toh usia pernikahanku dan Mas Widi juga belum ada setengah tahun.Â
Kusegera berganti baju dan menuju dapur untuk mendandani bolu biar menjadi kue ulang tahun spesial buat mas Widi. Alangkah kagetnya aku, bolu itu sudah tak ada di meja makan. Kucoba mengingat-ingat lagi, di mana aku meletakkannya.Â
Di meja makan tak ada. Kucari di kulkas, lemari makan, tempat perabotan dan tempat-tempat yang sekiranya tak mungkin kugunakan untuk menyimpan kue bolu, tetap ku cek. Tetap nihil. Kue itu tak kutemukan.Â
Antara sedih, kesal, kecewa, capek jadi satu. Nano-nano rasanya. Heranku kenapa kue yang kumasukkan ke kotak itu tak bersisa. Kalau mas Widi tak mungkin menghabiskannya sendiri. Apalagi dia tadi berangkat kerja lebih pagi dari biasanya. Aku berangkat kemudian.Â
Karena tak ketemu akhirnya aku berencana membuat ganti kue ulang tahunnya dengan tumpeng mini. Ah...dua hari aku tak belanja sayuran. Kubuka kulkas, dan benar di sana hanya ada bayam dan tomat. Bumbu dapur pun sudah tak lengkap lagi.Â
Aku menyerah. Sudahlah. Tak perlu surprise party buat mas Widi. Cukup didokan saja biar rezekinya lancar dan bisa menjadi imam yang baik.Â
**
Pukul 20.15. Mas Widi belum juga sampai rumah. Ah... aku jadi menyesal, kenapa aku tak menerima HP yang sudah dibelikan mas Widi untukku. Akhirnya di saat seperti ini aku sendiri yang jadi kepikiran. Tak bisa mengirim pesan, telpon ataupun video call. Jangan-jangan mas Widi kenapa-kenapa di jalan atau ada acara mendadak.Â
Waktu terus merambat, sementara mataku sudah tak kuat menahan kantuk.Â
**
Pukul 23.23. Aku terbangun. Kuucek mataku. Kupandang sekeliling ruang tengah, tempatku menunggu mas Widi. Tiba-tiba dari arah dapur aku mencium aroma kopi. Aku segera menuju dapur.Â
Rupanya mas Widi sudah sampai rumah.Â
"Mas Widi sampai rumah jam berapa tadi? Kok nggak bangunin aku..."
Kumendekati mas Widi dan menyalami dan mencium tangannya seperti biasa.Â
"Belum lama. Paling setengah jam yang lalu...", ucapnya sambil minum kopinya.Â
"Mas udah makan?", tanyaku. Dia hanya mengangguk. Aku terdiam. Kutunggu lama sampai kumenahan lapar eh malah dia sudah makan. Kumenuju meja makan. Kuambil piring dan sendok. Kusendok nasi dan balado yang kumasak tadi pagi. Kuseret kursi sekenanya. Aku menikmati nasi sesuap demi sesuap.Â
"Tadi ada acara mendadak, sayang. Jadi kemalaman sampai rumah."
Aku tak menanggapi cerita mas Widi. Kalau kutanya kegiatan apa dan dengan siapa, pasti dia meledekku.Â
"Oh... iya, Sayang. Kue bolu buatanmu lezat...", aku tersedak mendengarnya.Â
"Teman-teman kantor suka dan memuji kue bikinanmu... Aku jadi bangga deh. Istriku pinter masak...", Ternyata kue itu dibawa ke kantor tanpa izinku. Rasanya pingin kucubit itu orang.Â
"Iiiihhh... mas Widi. Kok mas nggak bilang kalau bawa kue itu?!", protesku.Â
Dia tertawa dan menjelaskan kalau tak ada rencana membawa kue itu. Tapi pas ambil berkas proposal skripsi mahasiswanya yang tertinggal di rumah, dia melihat sekotak kue di atas meja makan. Akhirnya dibawanya kue itu ke kantor.Â
"Kan aku mau pamer kalau punya istri yang pinter bikin kue..."
"Tapi kue itu mau buat..." , tak kulanjutkan kalimatku.Â
"Buat apa..? Paling ya buat makan aja toh?"
Aku menggeleng. Rasanya gemes banget sama suamiku yang sering bikin sebel. Dia terus menatapku, menyelidik apa yang kusembunyikan.Â
"Emmm... buat kue ulang tahun mas...", jawabku. Dia tergelak dan mengacak rambutku.Â
"Mau bikin surprise party?"
Tangannya meraih kedua tanganku. Tatap matanya lembut.Â
"Maaf, nggak jadi surprise partynya..."
"Nggak papa, sayang. Kalau tahu gitu kan kuenya nggak kubawa tadi..."
Dia melepaskan genggaman tangannya. Dia meninggalkanku. Cuma kayak gitu aja ucapannya. Nggak minta maaf pula. Awas nanti, rasakan pembalasanku, batinku kesal.Â
Tiba-tiba dia memelukku dari belakang.Â
"Makasih ya, sayang. Kamu istri yang baik. Rela mau bikin surprise party. Padahal aku kan sudah tua. Â Tapi kurasa menikahimu membuatku jadi terlihat muda... ", katanya sambil tertawa lepas. Aku melotot. Dia memencet hidungku.
"Aku sudah bahagia meski tak ada pesta. Bagiku kamu itu hadiah luar biasa yang kudapatkan...", ucapnya seraya mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Kotak kecil warna merah.Â
"Ini buatmu, sayang..", sambil dibukanya kotak kecil itu. Disematkannya cincin indah di jari manisku.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI