Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kata Hati

23 April 2019   10:35 Diperbarui: 9 November 2019   23:57 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Edit Photo Lab

Kalau misalnya aku boleh memilih anggota Tim KKN, pasti aku tak mau jadi satu dengan Tio. Tio adalah teman masa kecilku, tapi lain sekolah. Ketika masih kecil dia terbilang cakep. Sekarang nggak lagi, meski Hida, teman KKN bilang kalau Tio itu ganteng. Meski masih kalah sama pak Widi. Ahhha... 

Dulunya sering bermain juga. Sampai ada gosip kalau Tio suka sama aku. Hadeh. Masih SD kelas 3 kok sudah cinta-cintaan. Akhirnya aku takut kalau ketemu. Apalagi aku sudah diwelingi sama ibuku kalau aku tak boleh aneh-aneh. 

Sampai kami duduk di bangku SMP pun dia sering usil kalau bertemu di jalan. Padahal kami beda sekolah. 

Masa SMA tak pernah kudengar tentang dirinya. Maklum aku kos selama SMA. Tak punya kendaraan untuk nglajo. Kalau berkendara motor, waktu untuk bisa sampai ke sekolah dari rumah memakan waktu setengah jam. Kalau ngebis, bisa berjam-jam. Jadi jalan tengahnya aku ngekos di Kos khusus untuk putri. 

Tapi aku sedikit terkejut ketika kuliah malah satu kampus dengannya. Hanya beda Fakultas saja. Aku di Fakultas Ilmu Sosial. Dia di Fakultas Bahasa dan Sastra. Ketemu pun jarang. Takdir berkata lain, masa KKN malah selokasi. Sungguh nasib tak bisa ditolak. 

***

"Hei... pesanku semalem tak kamu balas?"

Aku terdiam. Batinku bertanya, "pesan apa?". Ah aku jadi ingat, semalam hp hanya kutaruh di bawah bantal. Tak ku cek pesan-pesan yang masuk. 

"Pesan apa, Yo? Udah... kamu tanya langsung sekarang aja. Bisa langsung kubalas", kataku dengan cuek. 

Kulihat Tio tak seperti biasanya. Salting. Persis kayak orang yang mau nyatain cinta. Hahaaa. Aku tersenyum dalam hati. Aku senang. Dia tak akan iseng lagi padaku. Yess! 

Tak berapa lama kemudian dia meninggalkanku. Alamat pekerjaanku akan lebih cepat selesai hari ini. 

**

Malamnya. Tak seperti biasanya. Hujan deras dan kilat mewarnai malam. Angin juga cukup kencang. Teman-teman KKN yang cowok belum sampai sekretariat. Jangan-jangan mereka tak membawa jas hujan atau mantel. Ah... laki-laki memang senengnya begitu. Sudah tahu musim hujan tapi kemana-mana tak membawa mantol. 

WAG tiba-tiba rame. Aku baru sadar kemudian setelah Fira ngasih tahu. 

"Tio kepleset di jalan tadi, Ra. Nggak tahu gimana keadaannya. Opik bilang sekarang Tio baru mendapat pertolongan...", terang Fira. 

Aku tak percaya begitu saja dengan perkataan Fira. Langsung saja kubuka WAG. Ternyata benar. 

***

Aku tak bisa pejamkan mataku. Kubaca pesan-pesan dari Tio. Pesan yang tak pernah kubalas. 

"Semoga kamu lekas sembuh, Yo. Besok aku akan menjengukmu bersama teman-teman", pesanku yang kukirim secara pribadi. 

***

Keesokan paginya.

Sekretariat menjadi lebih ramai sepagi ini. Ya waktu menunjukkan jam 04.00. Biasanya juga belum ada yang bangun. 

Ah... ternyata temen-temen cowok sudah sampai sekretariat. Kecuali Tio. Entah mengapa Tio tak ada. Mungkin kecelakaan itu membuat dia harus dirawat di Rumah Sakit. 

"Gimana kondisi Tio?", tanya Hida. 

Mereka ngasih keterangan hampir berbarengan. Aku sampai tak mendengar dengan jelas kata- kata mereka. 

Aku menuju dapur untuk mengambil segelas air putih hangat. Kumeminumnya beberapa teguk. Tiba-tiba tangan seseorang merebut gelasku. 

Aku kaget bukan main. Aku jadi merasa dikerjai. Kulihat Tio berada di sampingku. Aku menjadi keki sendiri. Kepalang basah mengirim pesan pribadi ke dia. Kupukul lengan Tio sekuat tenaga. 

"Aduh... sakit tahu?!"

"Kamu itu ngerjai aku. Kamu sehat gitu kok dibilang kecelakaan. Nggak lucu!! ", sungutku.

Tio tertawa lebar. 

"Ya memang aku kecelakaan, non. Kepleset di jalan. Nih lecet-lecet. Eh.. Malah kamu pukul.."

Aku tengsin sendiri. Kulihat lengannya memang lecet-lecet. Jalannya juga agak sulit. Mungkin terkilir. Aku yang gegabah mengartikan kecelakaan. Aku jadi gregetan dan merebut gelasku. Tio malah langsung menghabiskan air putihku. 

Akhirnya aku ancang-ancang mengambil langkah seribu. Tapi tangan kokoh Tio menahanku. 

"Kamu mengkhawatirkanku kan, Ra? Makasih ya", ucapnya sambil tersenyum. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun