Jika setiap rezim melupakan semua hal tentang rezim sebelumnya, itu akan menjadi masalah besar. Seperti itulah tumpas kelor, menghabisi segala sesuatu yang berkaitan dengan rezim sebelumnya.
Dampak pertama dari sifat tumpas kelor adalah pada setiap pergantian rezim kita akan selalu kembali ke titik nol, kontinuitas dari rezim ke rezim adalah kemewahan.
Sifat tumpas kelor ini sangat mengkhawatirkan, karena berpotensi menyebabkan semua infrastruktur yang sudah dan akan dibangun dengan susah payah pada rezim Jokowi, mendadak berubah menjadi rongsokan oleh rezim berikutnya. Jika hal itu terjadi, dan sangat mungkin terjadi, kita kembali lagi ke titik nol.
Banyak hal baik dari rezim Soeharto, itu harus diakui. GBHN itu sangat bagus, P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) juga adalah hal yang bagus, Soeharto mampu membuat uang kuliah di PTN sangat terjangkau (tahun 1985 - 1990, saya membayar uang kuliah Rp 54.000,- per semester).
Soeharto berhasil ditumbangkan, dan semua yang berkaitan dengan Soeharto dibinasakan, meskipun yang dibinasakan itu sebenarnya sangat bagus. P4 dihapus, akibatnya generasi berikutnya sangat gamang tentang apa itu Pancasila.
PAK JK DAN KEKOSONGAN KEPEMIMPINAN YANG MAMPU MENYERAP ASPIRASI
Menurut pak Jusuf Kalla, kondisi saat ini terjadi karena adanya kekosongan kepemimpinan yang dapat menyerap aspirasi masyarakat luas. Ketika ada seseorang yang kharismatik dan berani menawarkan alternatif, maka dia diikuti oleh banyak orang.
Banyak orang itu berapa orang dari berapa penduduk pak JK?, lantas menurut bapak semua aspirasi apapun itu harus diserap?, lantas mengapa aspirasi OPM tidak bapak serap? lantas mengapa aspirasi GAM tidak bapak serap?
Bahhh ......