Pesanan meja-1 untuk lima orang belum selesai, sudah datang 4 orang lagi, dan karena sudah lapar, yang datang terakhir ini tidak sabar menunggu. Memang sih bunyi perut keroncongan sudah terdengar cukup nyaring.
Dari pada pusing karena banyak pelanggan, maka saya rekrut seorang karyawan untuk membantu saya. Bulan berikutnya harus ditambah satu orang lagi, dan lagi, dan lagi, kini karyawan saya sudah ada lima orang.
Maka masalah saya kini bertambah karena pengeluaran bertambah untuk gaji lima orang. Lho, kan pemasukanmu juga bertambah kan? ya jugaaa. Tetapi masalahnya adalah ketika harga cabe meroket dan harga lele naik memanjat langit, sedangkan harga jual pecel lele tidak naik, gaji lima karyawan ini tidak boleh turun.Â
Masalah lain, ketika pecel lele tidak mempan agar selamat dari razia satpol pp, tenda harus digulung, tetapi gaji harus tetap di bayar. Bah, makin lama jualan pecel lele kok makin rumit ya....
Lima karyawan bilang begini: pak, banyak atau sedikit yang laku, pokoknya gaji kami per hari sekian dengan uang makan segitu dan hari Sabtu harus beda karena pelanggan lebih banyak. Tuntutan itu wajar sebetulnya, sayanya yang pusing. Masak kita jualan pecel lele tapi gaji hanya cukup untuk makan ikan asin? Begitu kata mereka. Betulkan? Cuma saya bingung, berapa gaji yang mereka minta andai kata saya jualan emas?
Tampaknya ini takdir, balasan dari tuntutan saya sewaktu karyawan sebelum di PHK. Saya juga dulu begitu, maka saat menjadi pengusaha harus saya hadapi hal yang sama.
Tapi, pelajaran yang saya petik adalah, jika saya menuntut gaji 3 juta per bulan, maka produktifitas saya harus menghasilkan 6 juta per bulan, dan itu bukan penjajahan, sebab ada biaya-biaya lain selain gaji. Misalnya biaya keamanan preman, preman inipun ada dua jenis, preman kriminal dan preman politik, yang jelas biaya preman politik jauh lebih tinggi. Jika produktifitasmu 6 juta semuanya untuk dirimu, samalah itu dengan waktu saya sendirian jualan pecel lele tanpa karyawan, semua hasil adalah milikku sendiri.
Maka kini saya menjadi paham, gaji mestinya ditetapkan berdasarkan produktifitas. Produktifitas itu berkaitan dengan jam kerja terutama dengan efisiensi kerja. Terampil tetapi malas, rajin tetapi tidak terampil, keduanya sama-sama tidak berguna bukan?
Akibatnya saya pun heran, mengapa pasal penetapan upah berdasarkan waktu kerja dan hasil kerja ikut ditentang dan di demo?
Kalau pasal-pasal lainnya yang didemo, saya kurang paham karena belum membaca isi UU-nya.
Beginilah cerita teman, waktu sore-sore saya dan dia duduk di teras menyeruput wedang jahe, pasti ditemani pisang goreng. Saat itu dia belum jualan pecel lele karena hari masih siang.